Erna Mardiana - detikNews
Bandung - Usianya hampir kepala tujuh. Namun fisiknya masih terlihat bugar. Yusup Sukandar (68), tanpa lelah terus mencari keadilan bagi adiknya, Kwo Mei Ing atau Mei Mei yang tewas mengenaskan hampir 16 tahun lalu. Keluarga meyakini kematian Mei Mei direkayasa dan hingga kini pembunuhnya berkeliaran bebas.
"Sampai saat ini pembunuh adik saya belum ditangkap. Kalau polisi mau menuntaskan kasus ini, sebenarnya gampang. Pasti bisa," ujarnya saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu.
Mei Mei (41) meninggal di sebuah kamar hotel di Bandung pada 30 Agustus 1998 silam. Namun mayatnya dibawa ke rumahnya di Jalan Otto Iskandardinata No 35, rumah korban. Mei Mei dibuat seolah-olah tewas di rumahnya. Dalam laporan penyelidikan kepolisian pun, Mei Mei disebut meninggal di rumahnya.
Yusup menuding pihak kepolisian 'membersihkan' TKP pertama. "Sampai sekarang dalam berkas pemeriksaan mana pun, tidak pernah disebutkan TKP di hotel," ungkap Yusup.
Soal ini, Yusup mengantongi banyak saksi. Ada petugas hotel yang melihat Mei Mei malam itu memang menginap di hotel. Saksi lainnya ada yang menyaksikan iring-iringan dua mobil dan sepeda motor ke rumah Mei Mei pada 30 Agustus dini hari. Dua orang terlihat membopong barang yang terlihat seperti karpet digulung. Orang-orang yang datang dini hari itu, sebagian merupakan polisi.
Mei Mei juga disebut-sebut meninggal karena over dosis. Namun hasil visum mengatakan lain. Hasil visum RSHS dan RS Ciptomangunkusomo, Mei Mei mengalami patah di tulang tenggorokan, biasanya diakibatkan oleh cekikan. Darahnya pun tidak mengandung zat-zat psikotropika.
Kasus ini sempat diselidiki Detasemen polisi militer III Siliwangi pada 2003, karena dugaan pertama menyeret salahsatu anggota TNI inisial AN, yang pertama kali memberitahu keluarga soal Mei Mei yang telah tewas. Setahun sebelumnya polisi juga menyelidiki, tapi menurut Yusuf tidak ada hasilnya.
"Hasil penyelidikan dari Denpom menyatakan bahwa kematian Mei Mei tidak wajar, dan mengarah keterlibatan orang dekat, suaminya. Hasil penyelidikan ini dilimpahkan ke polisi untuk ditindaklanjuti, namun tidak direspon cepat," katanya.
Bertahun-tahun ditungggu, tidak ada perkembangan apa-apa dari polisi. Yusup akhirnya menyurati Mabes Polri dan pada 2005 dan direspon. Mabes mengirimkan surat buat Kapolda Jabar agar kasus ini segera ditangani.
Namun baru dua tahun kemudian pada 2007 No Pol R/1501/VII/2007/itwasda. "Hasilnya sama dengan penyelidikan pertama dulu tahun 2000 yang katanya adik saya overdosis. Tidak ada perkembangan baru, itu seolah hanya diganti tahunnya saja," sesal Yusup.
Yusup akhirnya melapor ke Kompolnas dan direspon pada 19 Oktober 2012. Namun sayangnya, surat Kompolnas itu tidak ditanggapi. "Saya datang ke Polda Jabar, dikatakan mereka tidak menerima surat itu. Aneh sekali, surat sepenting itu tidak ada," ujarnya.
Ditolak beberapa kali, tak membuat Yusup patah arang. Dia kerap mendatangi Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, yang jaraknya cukup jauh dari rumahnya di Jalan Asia Afrika.
"Sering sekali saya ingin ketemu kapolda, tapi selalu dihalang-halangi anak buahnya. Saya dihadang," tuturnya.
Namun sekitar tiga pekan lalu, perjuangannya sedikit membuahkan hasil. Setelah menunggu dari pagi hingga pukul 17.00 WIB di depan ruangan Wakapolda Jabar Wakil Kapolda Jabar Brigjen Polisi Rycko Amelza Dahniel, ia berhasil menemui orang kedua di Polda ini.
"Saya diterima di ruangannya. Saya sampaikan semua bukti yang saya kumpulkan. Wakapolda akhirnya memanggil Wakasidik," terangnya.
Polisi akhirnya menjanjikan gelar perkara dalam waktu dekat. "Harusnya dua minggu lalu, tapi diundur lagi ke minggu kemarin. Tapi ditunda lagi. Katanya Besok Rabu akan gelar perkara," ujar Yusup.
Ia sangat berharap dengan kepempimpinan Kapolda Jabar Moch Iriawan sekarang ini, kasus kematian adiknya terungkap dengan jelas. "Sudah berganti-ganti Kapolda 15 tahun ini, namun kasus adik saya masih jalan di tempat," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar