TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunggu hasil rapat evaluasi terhadap pemberian bebas bersyarat bagi Schapelle Leigh Corby, terpidana 15 tahun dalam kasus mariyuana.
Julian menyatakan Presiden SBY tidak memiliki posisi dan kewenangan untuk menetapkan bukti-bukti atas pelanggaran yang dilakukan warga negara Australia itu saat muncul dalam acara stasiun televisi Australia, Channel Seven. (Baca: Mengapa Corby Wajib Dikembalikan ke Penjara?)
"Tidak tertutup kemungkinan ada peninjauan terhadap pemberian pembebasan bersyarat itu. Karena bagaimana juga wajib dipenuhi syarat-syarat bagi yang bersangkutan," kata Julian saat ditemui di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 4 Maret 2014. (Baca: Drama Berbayar Ratu Ganja: Corby Jadi Pesohor).
Ia menyatakan Presiden memberi grasi dan remisi kepada pemilik ganja 4,1 kilogram tersebut berdasarkan amanat undang-undang. Grasi dan remisi, menurut dia, adalah hak para terpidana yang sudah melakukan kewajiban sesuai dengan proses hukum. (Baca: DPR Desak Pemerintah Kembali Penjarakan Corby).
Julian menjelaskan, pemerintah, sesuai dengan undang-undang, bisa memberikan pertimbangan dan keputusan peringanan hukuman terhadap terpidana. "Kemarin kami mendapat laporan dari Kemenkumham untuk menindaklanjuti respons apa yang telah jadi sorotan publik," kata Julian.
Channel Seven menayangkan detik-detik pembebasan Corby dari Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali, hingga aktivitasnya di Sentosa Spa and Resort. Tayangan bertajuk Sunday Night: Schapelle Corby's Release from Prison Sneak Peak itu diunggah ke situs berbagi video, YouTube.
Isu soal tayangan ini sebenarnya sudah berembus sejak Corby dibebaskan. Ia diduga menerima bayaran hingga Aus$ 2 juta atau sekitar Rp 20 miliar untuk acara tersebut. Direktur Komersial Channel Seven, Bruce McWilliams, membenarkan sempat menawarkan uang agar Corby bersedia menjalani wawancara. Namun bayaran itu diklaim tak sampai Aus$ 1 juta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar