BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 07 Maret 2014

Wamenkumham: PK Bisa Berkali-kali, Novum Harus Diperketat

VIVAnews - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Denny Indrayana mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materiil Undang-Undang KUHAP mengenai peninjauan kembali, bisa menimbulkan pro dan kontra. Sebab, PK akhirnya bisa diajukan berkali-kali. 

"Tapi begitu palu hakim diketok, itulah yang menjadi dasar kita semua. Yang tidak setuju pasti punya argumentasi dan itu menjadi kajian akademik saja. Tapi, tidak bisa menjadikan kita untuk kemudian tidak mematuhi putusan MK itu," kata Denny di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat 7 Maret 2014.

Ke depan, Denny menilai, mekanisme pengajuan PK harus diperketat, salah satunya melalui bukti baru atau novum. "Dengan adanya kemungkinan PK berkali-kali ini, tidak lantas novum menjadi sangat longgar," kata dia. Batasan-batasan itu diperlukan untuk memperkecil kemungkinan orang memanfaatkan kondisi ini untuk menimbulkan ketidakpastian hukum. 

Uji materiil yang diajukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar itu diketok, kemarin. Dalam pembacaan putus, Hakim MK Anwar Usman menyatakan, secara historis PK adalah sebuah upaya hukum untuk mencari keadilan.

Sementara novum sebagai syarat PK bisa ditemukan kapan saja. Sehingga bisa saja penemuan bukti baru atau novum itu ditemukan setelah diadakan 
PK. Hukum pidana, kata Anwar, bersifat materiil.

Selain itu, secara umum KUHAP melindungi hak fundamental, yaitu hak asasi manusia. Oleh karena itu, dalam mengajukan PK harus mencapai keadilan.
"UU KUHAP tidak dapat diterapkan karena hanya mengajukan PK sekali, padahal menyangkut keadilan," ujar dia. (sj)

Tidak ada komentar: