BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 05 April 2011

KPK Mau Kirim Surat kepada Presiden SBY

Setelah Tangkap Kepala BPN Surabaya II & Telaah Data SatgasRMOL. Sektor pertanahan tampaknya lama tidak tersentuh lembaga penegak hukum. Akhirnya, KPK akan menindaklanjuti laporan masyarakat kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengenai dugaan korupsi di Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Namun, Wakil Ketua KPK Har­yono Umar mengingatkan, se­belum menindaklanjuti data Sat­gas, KPK pernah menangkap Kepala BPN Surabaya II, Indra Iriansyah yang diduga menya­lah­gunakan perpanjangan sertifikat hak guna bangunan di atas lahan pengelolaan PT Surabaya Indus­trial Estate Rungkut (SIER).

“Seharusnya, BPN pusat bisa mengambil pelajaran dari kasus Kepala BPN Surabaya II yang pernah kami tangkap itu,” kata­nya, kemarin.

Haryono menambahkan, pada 2009, pimpinan KPK juga pernah melakukan inspeksi mendadak di lima kantor wilayah BPN Jakarta. “Sejak tahun 2007, BPN telah men­jadi fokus perhatian KPK, tapi hasilnya selalu dapat nilai ren­dah. Artinya, masih banyak prak­tik suap menyuap di BPN. Saran perbaikan KPK tidak per­nah diindahkan” kata Wakil Ke­tua KPK bidang Pencegahan ini.

Bahkan, menurutnya, sejak 2005 KPK telah menyarankan BPN untuk melakukan perbaikan pencegahahan korupsi di instansi tersebut. Namun, nilai Haryono, sampai saat ini masukan KPK tersebut masih belum dijalankan secara maksimal. “Tampaknya belum terlaksana dengan baik,” tandas dia.

Lantaran itu, lanjut Haryono, KPK akan mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudho­yono untuk menegur Kepala BPN Joyo Winoto. “Dalam waktu de­kat ini, KPK akan menyiapkan la­poran tertulis ke Presiden sebagai kepala negara agar menegur keras Kepala BPN,” katanya.

Deputi V Bidang Pengkajian Pe­­nanganan Sengketa Konflik Perkara BPN Aryanto Sutadi eng­gan menanggapi rencana Wakil Ketua KPK tersebut. “Maaf, saya tidak bisa beri komentar masalah itu, saya sedang rapat,” katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka kemarin siang. Alasan senada disampaikan Deputi IV Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat BPN, Suwandi.

Staf Khusus Presiden Bidang Ko­munikasi Sosial, Sardan Mar­bun menyambut baik rencana KPK mengirim surat kepada Pre­siden SBY. “Silakan saja, tidak ma­salah melaporkan sesuatu yang dinilai janggal oleh suatu lem­baga kepada Presiden,” katanya.

Namun, menurut Sardan, bu­kan berarti BPN merupakan suatu lembaga yang bandel atau tidak mengindahkan masukan dari KPK. “Kalau dikatakan sebagai lembaga yang bandel, saya rasa tidak pas. Tapi, jika dikatakan se­bagai lembaga yang harus di­benahi, itu sudah pasti,” ujarnya.

Bahkan, lanjut dia, banyak juga perbaikan yang sudah dilakukan BPN. Hanya saja, menurut Sar­dan, karena cakupannya yang luas, maka hanya sebagian BPN yang telah melakukan perbaikan. “Tapi, itu sudah bagus, intinya ada perbaikan. Sesuai pepatah, hari ini harus lebih baik dari ke­marin, jangan menjadi lebih bu­ruk,” ucapnya.

Namun, menurut Wakil Ketua KPK Haryono Umar, laporan pe­ngaduan masyarakat yang ma­suk ke Satgas merupakan indikasi bah­wa sektor pertanahan masih ra­wan korupsi. Lantaran itu, dia me­nya­takan bahwa KPK siap me­nin­daklanjuti pengaduan ma­syarakat kepada Satgas yang di­pimpin Kuntoro Mangkusubroto itu.

“Intinya, jika diminta me­na­ngani perkara korupsi, kami siap. KPK siap berkoordinasi dengan Satgas untuk membongkar satu persatu perkara tersebut. Mudah-mudahan bulan ini sudah bisa,” tandasnya.

Haryono pun berharap BPN se­ge­ra memperbaiki kinerjanya un­tuk meminimalisir terjadinya prak­tik korupsi. Sayangnya, BPN tidak mengindahkan rekomen­da­si KPK. Padahal, kata Haryono, beberapa departemen mencoba melakukan perbaikan dengan me­minta penjelasan kepada KPK.

Sardan Marbun, staf khusus Pre­siden juga berharap BPN bisa melakukan perbaikan di setiap lini meskipun pada kenyataannya tidak semudah membalikkan ke­dua telapak tangan. “Saya tahu ini pekerjaan yang sulit. Tapi, jika ada komitmen yang kuat, saya ya­kin bisa,” ujarnya.

Langsung Tangkap Saja Pelakunya
Edi Ramli Sitanggang, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Edi Ramli Sitanggang kurang sependapat dengan rencana KPK mengirim surat kepada Pre­siden SBY perihal ba­nyak­­nya dugaan praktik ko­rupsi di Badan Per­ta­­na­han Na­sional (BPN).

“Kalau dilihat dari fungsi dan tugasnya, maka mengirim surat kepada Presiden bukanlah tugas utama KPK. Kenapa KPK ter­ke­san repot sampai-sampai ha­rus mengirim surat kepada Pre­siden segala. Apakah mereka sudah tidak mampu lagi ber­an­tas korupsi,” katanya.

Meski begitu, Edi tidak ber­maksud untuk mengintervensi KPK dalam melakukan tugas­nya memberantas korupsi. Ha­nya saja, dia menilai, tidak pas jika lembaga yang kini dipim­pin Busyro Muqoddas itu me­ngi­rim surat kepada Presiden agar menegur keras Kepala BPN.

“BPN itu salah satu lem­baga negara, kalau memang dinilai bandel oleh KPK, segera ambil tindakan tegas dan tangkap para pelakunya,” saran dia.

Edi mengingatkan, KPK mempunyai dua bidang dalam usahanya memberantas praktik korupsi. Yakni, bidang pence­gahan dan bidang penindakan.

“Optimalkan saja kedua bi­dang itu. Jika memang di BPN ada ko­rupsi, ya segera cegah dan ambil tindakan, ini kok malah ka­sih surat ke Presi­den,” ucapnya.

Padahal, menurutnya, kesem­patan ini adalah saat yang tepat untuk membuktikan bahwa KPK masih mumpuni dalam memberantas korupsi.

“Sebagai lembaga yang mem­punyai ke­we­nangan untuk memberantas korupsi, saya harap KPK mau langsung turun tangan amati BPN tanpa me­nyurati Presiden SBY,” tandas Po­litisi Demokrat ini.

Di bawah ketua yang baru, katanya, seharusnya KPK dapat berinovasi  dengan meng­op­ti­malkan bidang pencegahannya. “Jadi optimalkan sisi pence­gahannya jika memang benar di BPN itu ada praktik korupsi. KPK harus bisa muntaskannya sampai tuntas, itu harga mati,” ujarnya.

Minta KPK Langsung Bertindak
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Dugaan tingginya angka ko­rupsi di bidang pertanahan mau­pun sengketa pertanahan ber­skala kakap, diamini Sekjen Perhimpu­nan Magister Hukum In­donesia (PMHI) Iwan Gunawan.

Lantaran itu, menurutnya, langkah KPK yang akan me­nyu­rati Presiden SBY agar se­ge­ra menegur Kepala BPN Joyo Winoto sah-sah saja. Na­mun, ia heran kenapa persoalan ini tak langsung ditangani KPK yang mempunyai kewenangan extra-ordinary, apalagi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kinerja BPN juga sudah menyatakan adanya sejumlah kejanggalan.

Meski agak janggal, langkah KPK yang akan melaporkan kasus pertanahan kepada Pre­si­den, menurut Iwan, perlu men­dapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat.

Dia berpandangan, polemik di bidang pertanahan saat ini su­dah kronis. Tak sedikit per­kara pertanahan kakap yang saat ini penanganannya macet di ting­kat kasasi Mahkamah Agung (MA). “Persoalan pertanahan ini seringkali menimbulkan seng­keta berkepanjangan,” ujarnya.

Kalau dibiarkan terus-me­ne­rus, dia khawatir akan memicu konflik yang tak kunjung se­le­sai. Ironisnya lagi, masalah se­pu­tar sengketa pertanahan, me­nurut dia, seringkali di­tung­ga­ngi kepentingan-kepentingan yang tidak jelas.

“Seringkali akibat dari hal ini menimbulkan konflik horizon­tal di luar para pihak yang se­sun­gguhnya tengah berseteru soal pertanahan,” katanya.

Atas sinyalemen maupun ge­jala yang muncul tersebut, ia meminta agar Badan Pertana­han Nasional (BPN) sebagai lembaga yang menaungi soal pertanahan lebih intensif me­minimalisir mencuatnya seng­keta pertanahan.

Disampaikan pula, penc­a­p­lo­kan-pencaplokan tanah milik ne­gara oleh segelintir kelom­pok di berbagai wilayah saat ini, juga sudah sangat mempri­ha­tinkan. “Inilah yang menim­bulkan atau memicu kerugian negara atau korupsi bernilai be­sar,” tandasnya.

Ia pun mengaku heran, kena­pa sejauh ini BPN terkesan ku­rang tegas saat menuntaskan sengketa pertanahan, apalagi yang melibatkan pemilik modal kakap. “Komitmen BPN inilah yang kita tunggu. Jangan sam­pai kerugian negara akibat per­ti­kai­an seputar pertanahan ma­kin mem­­bengkak,” tegasnya.   [RM

Tidak ada komentar: