Setelah Tangkap Kepala BPN Surabaya II & Telaah Data SatgasRMOL. Sektor pertanahan tampaknya lama tidak tersentuh lembaga penegak hukum. Akhirnya, KPK akan menindaklanjuti laporan masyarakat kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum mengenai dugaan korupsi di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Namun, Wakil Ketua KPK Haryono Umar mengingatkan, sebelum menindaklanjuti data Satgas, KPK pernah menangkap Kepala BPN Surabaya II, Indra Iriansyah yang diduga menyalahgunakan perpanjangan sertifikat hak guna bangunan di atas lahan pengelolaan PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER).
“Seharusnya, BPN pusat bisa mengambil pelajaran dari kasus Kepala BPN Surabaya II yang pernah kami tangkap itu,” katanya, kemarin.
Haryono menambahkan, pada 2009, pimpinan KPK juga pernah melakukan inspeksi mendadak di lima kantor wilayah BPN Jakarta. “Sejak tahun 2007, BPN telah menjadi fokus perhatian KPK, tapi hasilnya selalu dapat nilai rendah. Artinya, masih banyak praktik suap menyuap di BPN. Saran perbaikan KPK tidak pernah diindahkan” kata Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan ini.
Bahkan, menurutnya, sejak 2005 KPK telah menyarankan BPN untuk melakukan perbaikan pencegahahan korupsi di instansi tersebut. Namun, nilai Haryono, sampai saat ini masukan KPK tersebut masih belum dijalankan secara maksimal. “Tampaknya belum terlaksana dengan baik,” tandas dia.
Lantaran itu, lanjut Haryono, KPK akan mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menegur Kepala BPN Joyo Winoto. “Dalam waktu dekat ini, KPK akan menyiapkan laporan tertulis ke Presiden sebagai kepala negara agar menegur keras Kepala BPN,” katanya.
Deputi V Bidang Pengkajian Penanganan Sengketa Konflik Perkara BPN Aryanto Sutadi enggan menanggapi rencana Wakil Ketua KPK tersebut. “Maaf, saya tidak bisa beri komentar masalah itu, saya sedang rapat,” katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka kemarin siang. Alasan senada disampaikan Deputi IV Bidang Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat BPN, Suwandi.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Sosial, Sardan Marbun menyambut baik rencana KPK mengirim surat kepada Presiden SBY. “Silakan saja, tidak masalah melaporkan sesuatu yang dinilai janggal oleh suatu lembaga kepada Presiden,” katanya.
Namun, menurut Sardan, bukan berarti BPN merupakan suatu lembaga yang bandel atau tidak mengindahkan masukan dari KPK. “Kalau dikatakan sebagai lembaga yang bandel, saya rasa tidak pas. Tapi, jika dikatakan sebagai lembaga yang harus dibenahi, itu sudah pasti,” ujarnya.
Bahkan, lanjut dia, banyak juga perbaikan yang sudah dilakukan BPN. Hanya saja, menurut Sardan, karena cakupannya yang luas, maka hanya sebagian BPN yang telah melakukan perbaikan. “Tapi, itu sudah bagus, intinya ada perbaikan. Sesuai pepatah, hari ini harus lebih baik dari kemarin, jangan menjadi lebih buruk,” ucapnya.
Namun, menurut Wakil Ketua KPK Haryono Umar, laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke Satgas merupakan indikasi bahwa sektor pertanahan masih rawan korupsi. Lantaran itu, dia menyatakan bahwa KPK siap menindaklanjuti pengaduan masyarakat kepada Satgas yang dipimpin Kuntoro Mangkusubroto itu.
“Intinya, jika diminta menangani perkara korupsi, kami siap. KPK siap berkoordinasi dengan Satgas untuk membongkar satu persatu perkara tersebut. Mudah-mudahan bulan ini sudah bisa,” tandasnya.
Haryono pun berharap BPN segera memperbaiki kinerjanya untuk meminimalisir terjadinya praktik korupsi. Sayangnya, BPN tidak mengindahkan rekomendasi KPK. Padahal, kata Haryono, beberapa departemen mencoba melakukan perbaikan dengan meminta penjelasan kepada KPK.
Sardan Marbun, staf khusus Presiden juga berharap BPN bisa melakukan perbaikan di setiap lini meskipun pada kenyataannya tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan. “Saya tahu ini pekerjaan yang sulit. Tapi, jika ada komitmen yang kuat, saya yakin bisa,” ujarnya.
Langsung Tangkap Saja Pelakunya
Edi Ramli Sitanggang, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Edi Ramli Sitanggang kurang sependapat dengan rencana KPK mengirim surat kepada Presiden SBY perihal banyaknya dugaan praktik korupsi di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kalau dilihat dari fungsi dan tugasnya, maka mengirim surat kepada Presiden bukanlah tugas utama KPK. Kenapa KPK terkesan repot sampai-sampai harus mengirim surat kepada Presiden segala. Apakah mereka sudah tidak mampu lagi berantas korupsi,” katanya.
Meski begitu, Edi tidak bermaksud untuk mengintervensi KPK dalam melakukan tugasnya memberantas korupsi. Hanya saja, dia menilai, tidak pas jika lembaga yang kini dipimpin Busyro Muqoddas itu mengirim surat kepada Presiden agar menegur keras Kepala BPN.
“BPN itu salah satu lembaga negara, kalau memang dinilai bandel oleh KPK, segera ambil tindakan tegas dan tangkap para pelakunya,” saran dia.
Edi mengingatkan, KPK mempunyai dua bidang dalam usahanya memberantas praktik korupsi. Yakni, bidang pencegahan dan bidang penindakan.
“Optimalkan saja kedua bidang itu. Jika memang di BPN ada korupsi, ya segera cegah dan ambil tindakan, ini kok malah kasih surat ke Presiden,” ucapnya.
Padahal, menurutnya, kesempatan ini adalah saat yang tepat untuk membuktikan bahwa KPK masih mumpuni dalam memberantas korupsi.
“Sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan untuk memberantas korupsi, saya harap KPK mau langsung turun tangan amati BPN tanpa menyurati Presiden SBY,” tandas Politisi Demokrat ini.
Di bawah ketua yang baru, katanya, seharusnya KPK dapat berinovasi dengan mengoptimalkan bidang pencegahannya. “Jadi optimalkan sisi pencegahannya jika memang benar di BPN itu ada praktik korupsi. KPK harus bisa muntaskannya sampai tuntas, itu harga mati,” ujarnya.
Minta KPK Langsung Bertindak
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI
Dugaan tingginya angka korupsi di bidang pertanahan maupun sengketa pertanahan berskala kakap, diamini Sekjen Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan.
Lantaran itu, menurutnya, langkah KPK yang akan menyurati Presiden SBY agar segera menegur Kepala BPN Joyo Winoto sah-sah saja. Namun, ia heran kenapa persoalan ini tak langsung ditangani KPK yang mempunyai kewenangan extra-ordinary, apalagi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kinerja BPN juga sudah menyatakan adanya sejumlah kejanggalan.
Meski agak janggal, langkah KPK yang akan melaporkan kasus pertanahan kepada Presiden, menurut Iwan, perlu mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat.
Dia berpandangan, polemik di bidang pertanahan saat ini sudah kronis. Tak sedikit perkara pertanahan kakap yang saat ini penanganannya macet di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA). “Persoalan pertanahan ini seringkali menimbulkan sengketa berkepanjangan,” ujarnya.
Kalau dibiarkan terus-menerus, dia khawatir akan memicu konflik yang tak kunjung selesai. Ironisnya lagi, masalah seputar sengketa pertanahan, menurut dia, seringkali ditunggangi kepentingan-kepentingan yang tidak jelas.
“Seringkali akibat dari hal ini menimbulkan konflik horizontal di luar para pihak yang sesungguhnya tengah berseteru soal pertanahan,” katanya.
Atas sinyalemen maupun gejala yang muncul tersebut, ia meminta agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai lembaga yang menaungi soal pertanahan lebih intensif meminimalisir mencuatnya sengketa pertanahan.
Disampaikan pula, pencaplokan-pencaplokan tanah milik negara oleh segelintir kelompok di berbagai wilayah saat ini, juga sudah sangat memprihatinkan. “Inilah yang menimbulkan atau memicu kerugian negara atau korupsi bernilai besar,” tandasnya.
Ia pun mengaku heran, kenapa sejauh ini BPN terkesan kurang tegas saat menuntaskan sengketa pertanahan, apalagi yang melibatkan pemilik modal kakap. “Komitmen BPN inilah yang kita tunggu. Jangan sampai kerugian negara akibat pertikaian seputar pertanahan makin membengkak,” tegasnya. [RM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar