Opsi kebijakan pembatasan BBM diprediksi mengakibatkan kenaikan inflasi lebih kecil.
VIVAnews- Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan angka inflasi akan lebih tinggi jika harga premium dinaikkan, yaitu mencapai 0,25 persen jika Premium naik Rp500. Namun, angka inflasi akan lebih kecil jika ditempuh kebijakan pembatasan BBM agar terjadi migrasi dari premium ke BBM non subsidi.
"Opsi itu tambahan inflasinya lebih kecil, yaitu 0,2 persen," ujar Rusman di Jakarta, Selasa, 28 Juni 2011.
Kepala BPS Rusman Heriawan menjelaskan kenaikan harga Premium akan menyebabkan inflasi dengan dampak lebih besar dan langsung ke segala sektor. Kenaikan itu akan memicu kenaikan tarif angkutan umum dan barang jasa. Namun, jika diterapkan kebijakan pembatasan penggunaan BBM, dampaknya diprediksi akan lebih kecil.
BPS memperkirakan, jika pemerintah menaikkan harga Premium sebesar Rp1.000, maka inflasi akan melonjak menjadi 0,5 persen.
Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi, menurut dia tidak akan berdampak langsung kepada tarif angkutan. Pasalnya, angkutan umum masih bisa menggunakan Premium. Namun, jika harga Premium dinaikkan tanpa pandang bulu, maka semua sektor akan mengalami kenaikan harga.
Pengaturan BBM merupakan program yang dirancang sejak tahun lalu, namun sampai sekarang masih belum juga diputuskan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Padahal, naiknya harga minyak mentah dunia telah membebani anggaran.
Kementerian Keuangan sendiri telah mendesak agar Kementerian ESDM segera memberlakukan pembatasan BBM agar angka defisit APBN tidak melebihi 2,1 persen. Defisit APBN tahun ini awalnya dipatok sebesar 1,8 persen. (kd)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar