Novi Christiastuti Adiputri - detikNews
Jakarta - Wacana pensiun dini bagi Pengawai Negeri Sipil (PNS) sudah selayaknya direalisasikan oleh pemerintah. Pasalnya, hal ini dinilai bermanfaat bagi perubahan birokrasi Indonesia ke arah lebih baik dan lebih efisien.
"Salah satu cara reformasi birokrasi adalah dengan pensiun dini. Sebagian besar PNS mempunyai kapasitas untuk memiliki profesi lain. Kalau diberi dana cukup untuk modal kerja, mereka bisa alih profesi. Hal seperti itu bisa merampingkan birokrasi kita," ujar Pengamat Birokrasi dan Kebijakan Publik dari LIPI, Syafuan Rozi dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (27/6/2011) malam.
Saat ini, birokrasi yang ada di pemerintahan cenderung membengkak, namun dengan fungsi yang tidak jelas. Banyak sekali birokrasi di daerah yang mengalami lonjakan, dimana banyak pegawai yang dikaryakan tanpa kontrak yang hanya memperpanjang mata rantai birokrasi. Dengan adanya pensiun dini, struktur birokrasi yang terlalu 'gemuk' ini akan bisa dirampingkan.
"Ini baik untuk mengatasi kelebihan birokrasi. Saya mendukung karena tidak ada pilihan lain. Birokrasi besar, tapi fungsi tidak jelas," tuturnya.
Dengan dilakukannya pelatihan, para PNS yang pensiun dini akan mampu mengembangkan diri mereka ke bidang lain, seperti menjadi pengusaha, industri kerajinan, kuliner, perdagangan dan sebagainya. Dan hal ini otomatis akan berdampak baik bagi perekonomian.
"Itu menjadi reformasi birokrasi ke bidang lain, bisa membangun dan lebih efisien. Orang akan melihat pilihan profesi itu banyak, bukan hanya PNS saja tapi ada pengusaha juga," ucapnya.
Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR RI Kemal Azis Stamboel menyatakan, program pensiun dini dibutuhkan mengingat alokasi belanja pegawai yang terus membengkak, belum ditambah dengan beban keuangan lanjutan seperti untuk pensiun dan tunjangan hari tua.
Kemal menyebutkan, pos belanja pegawai secara keseluruhan cukup besar di mana pemerintah mengalokasikan Rp 180, 6 triliun atau sekitar 14,7 persen dari APBN 2011. Pada saat yang sama, alokasi anggaran yang ditetapkan untuk mendukung pencapaian sasaran-sasaran prioritas infrastruktur hanya Rp 67, 4 triliun.
"Anggaran tersebut sangat besar dan boros jika dibandingkan dengan produktivitas PNS saat ini yang dipandang rendah. Rendahnya produktivitas kerja terlihat dari aktivitas pegawai yang begitu santai di hampir semua instansi pemerintah sehingga membuat sistem rantai birokrasi menjadi terlalu panjang dan memicu ekonomi biaya tinggi," kata Kemal kepada detikcom, Sabtu (25/6).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar