Ferdinan - detikNews
Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi diminta
menetapkan program cepat terkait kebijakan luar negeri. Retno harus
melaksanakan visi Jokowi terkait poros martim.
Guru Besar Hukum
Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan
ada empat hal utama yang harus dilakukan Menlu dalam kebijakan luar
negeri.
"Pertama, finalkan code of conduct dan code of engagement
yang sudah dimulai oleh Menlu Marty Natalegawa terkait dengan potensi
konflik antar aparat di wilayah laut yang tumpang tindih," kata
Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/10/2014) malam.
Hal
tersebut diperlukan untuk menghindari kejadian beberapa tahun lalu saat
petugas patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ditangkap
otoritas Malaysia dan diperlakukan sebagai tahanan.
Kedua, Menlu
diminta membuat kesepakatan dengan negara yang berbatasan dengan
wilayah laut Indonesia agar tidak terjadi pelanggaran di wilayah laut
Indonesia.
"Semisal kejadian pembangunan mercusuar di landas
kontinen Indonesia oleh Malaysia. Juga otoritas Australia tidak memasuki
wilayah laut teritorial Indonesia ketika mengembalikan pencari suaka.
Bahkan otoritas Australia memasukkan kapal oranye yang berisi pencari
suaka yang ke Indonesia," jelas Hikmahanto.
Selain itu Menlu juga
diminta menindaklanjuti ke pemerintah Tiongkok terkait peta baru dengan
garis putus-putus (dash line). Menurutnya, apabila 9 tititk tersebut
menjadikan pemerintah Tiongkok memiliki klaim atas wilayah laut Natuna
maka Indonesia menarik diri sebagai mediator (honest peace broker) di
Laut Tiongkok Selatan.
"Keempat, negosiasi perbatasan di wilayah
laut dengan negara tetangga dapat terus dilanjutkan tapi tidak boleh
mundur sejengkalpun dari klaim Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut
1982," sambung dia.
Bila tidak dapat disepakati maka posisi
Indonesia sebut Hikmahanto adalah mengambangkannya. Indonesia malah
harus terus bersabar sampai posisinya berdasarkan Konvensi Hukum Laut
1982 diterima oleh negara tetangga.
Hikmahanto menegaskan
pemerintah tidak boleh sekali-kali mengajukan sengketa perbatasan ke
lembaga peradilan internasional. "Kejadian atas Pulau Sipadan dan
Ligitan tidak boleh terulang kembali," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar