TRIBUNNEWS.COM.- Sejumlah pakar Indonesia asal
Australia menilai Kabinet Kerja yang diumumkan Presiden Jokowi memiliki
kelemahan, terutama kurang mencerminkan visi reformasi ekonomi dan
demokrasi.
Professor Greg Fealy dari Australian National
University (ANU) di Canberra menilai, sejumlah figur dalam kabinet baru
Indonesia dikenal tidak begitu mendukung reformasi ekonomi dan visi
demokrasi.
"Lagipula, ada tokoh yang tampaknya menjadi incaran
Komisi Pemberantasan Korupsi dan tetap dimasukkan dalam kabinet,"
jelasnya kepada ABC.
"Contoh nyata adalah Rini Soemarno, yang dikenal sangat dekat dengan mantan Presiden Megawati," ujar Prof. Fealy.
Menurut dia, hal ini menunjukkan Jokowi mendapat tekanan dari Megawati dan PDI-P.
Hal
senada dikemukakan Professor Hal Hill, juga ANU Canberra. Ia menilai,
Kabinet Kerja dipenuhi oleh CEO dan pengusaha, dengan jumlah teknokrat
yang sangat sedikit.
Karena itu, katanya, kabinet ini memiliki
kelemahan dalam visi reformasi demokrasi sebagaimana yangh dijanjikan
sendiri oleh Presiden Jokowi.
Namun demikian, pendapat berbeda disampaikan Professor Greg Barton dari Monash University di Melbourne.
Menurut
dia, tokoh seperti Menteri Perdagangan Rahmat Gobel dan Menteri
Pertanian Amran Sulaiman merepresentasikan keahlian yang dibutuhkan di
bidangnya masing-masing.
Professor Barton berharap Menteri Perdagangan Rahmat Gobel akan lebih pragmatis dalam isu-isu perdagangan bebas.
"Ayahnya dikenal sebagai entrepreneur pribumi dari generasi terdahulu," jelas Prof. Barton.
"Dengan latar belakangnya, kita bisa menduga dia akan sangat pro bisnis dan membuat urusan bisnis lebih mudah," katanya.
Prof.
Barton menyatakan, komitmen Presiden Jokowi untuk tidak melakukan deal
politik dengan oposisi, dengan tidak menunjuk menteri dari Partai
Golkar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar