Ada 206 orang yang mendaftarkan dirinya sebagai calon pimpinan KPK.
VIVAnews - Pendaftaran seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi ditutup Senin 20 Juni 2011. Ada 206 orang yang mendaftarkan dirinya sebagai calon pimpinan KPK.
Dari jumlah itu, ada nama-nama yang tidak asing lagi. Seperti Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, advokat Bambang Widjojanto, advokat Mahendradatta, dan sejumlah nama beken lainnya.
Yunus Husein mengaku pencalonan ini dilakukan atas panggilan hatinya. "Panggilan hati dan niat motivasi itu sangat penting karena itu menentukan berjalan apa tidak apa yang kita mau dan itu juga menentukan apa yang kita lakukan juga," kata Yunus, Senin 20 Juni 2011.
Apakah pendaftaran ini terkait dengan akan habisnya jabatan sebagai Kepala PPATK? "Saya selesai Oktober 2011, saya sudah 9 tahun lebih. Sebenarnya bukan hanya ini, tapi ini salah satu pilihan dan baik kalau kita partisipasi," ujarnya.
Yunus mengaku tidak takut jika dikriminalisasi seperti dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. "Semua manusia ada ketakutan itu normal tapi bagaimana kita bisa me-manage ketakutan itu kita harus tunjukkan yang benar harus lebih berani dari yang salah. Sekarang kan yang salah yang lebih berani. Dari sekolah kan sudah diajarkan berani karena benar takut karena salah jangan terbalik. Kalau perasaan takut wajar," ujarnya.
Selain itu, Yunus mengaku sudah memiliki cara bagaimana mengejar koruptor. Menurutnya, dia akan menggunakan cara yang telah dilakukan selama menjabat sebagai Kepala PPATK.
"Pendekatan follow the money dalam mengejar kasus korupsi sudah tentu bisa sekali apalagi KPK sekarang sebagai penyidik tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi bisa mengurusi urusan pencucian uang. Kalau dengan pendekatan konvensional recovery soal korupsi tidak maksimal," ujarnya.
Sementara itu, Bambang Widjojanto, tidak kapok ikut dalam seleksi pimpinan KPK. Untuk kali ketiga, penggiat antikorupsi dan bekas pengacara dua komisioner KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, itu mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK.
"Dalam hidup ini pasti ada tantangan. Jangan jadi orang yang sudah menyerah sebelum menghadapi tantangan," kata Bambang.
Menurut Bambang, korupsi di Indonesia ini sudah merajalela oleh karena itu dirinya terpanggil kembali untuk mendaftar pimpinan KPK. "Kan ini katanya disuruh berlomba-lomba berbuat baik jadi saya dalam rangka itu. Jadi kalau bisa memberikan kontribusi sekecil apapun, maka ini akan jadi manfaat untuk banyak orang. Sederhana saja," jelas Bambang.
Pendaftar tak hanya berasal dari eksternal KPK. Tapi, kalangan internal KPK juga tergiur untuk mencalonkan diri sebagai pimpinan lembaga antikorupsi itu.
Sebut saja seperti Wakil Ketua KPK, Chandra Martha Hamzah. Chandra kembali mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK untuk kedua kalinya. Tak hanya dari kalangan pimpinan, kalangan Direktur KPK juga ikut mencalonkan diri. Seperti Direktur Penindakan KPK, Ade Rahardja; Direktur Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat, Handoyo Sudrajat; Direktur Pembinaan Kerjasama antara Komisi dan Instansi, Sudjanarko. Penasihat KPK Abdullah Hehamahua dan Juru Bicara Johan Budi SP juga ikut meramaikan seleksi ini.
"Pemberantasan korupsi ini masih banyak yang belum selesai. Pekerjaan rumah KPK juga banyak yang belum selesai," kata Chandra usai mendaftar di Sekretariat Pansel KPK.
Meski masih menjabat Wakil Ketua KPK, Chandra mengaku tak puas dengan kinerja KPK selama ini. "Masih banyak yang harus dibenahi," ucap Chandra. Namun, siapapun yang menjadi pimpinan KPK ke depan harus siap mengatasi kendala yang dihadapi KPK selama ini.
Chandra mengaku tak khawatir dengan kasus kriminalisasi yang pernah membelitnya, jika nanti harus berhadapan dengan DPR dalam proses pemilihan. "Memang prosesnya begitu, mau bagaimana, yang penting proses penegakan hukum harus dibenahi. Saya tidak ada beban," ujarnya.
Tak hanya Chandra, dua koleganya di KPK yakni Direktur Penindakan KPK Ade Rahardja dan Juru Bicara KPK Johan Budi juga tak ketinggalan ikut mendaftar. "Memberikan apa yang kita bisa," kata Ade Rahardja.
"Salah satu niat kita memberantas korupsi dengan cara mendaftar, partisipasi. Ini juga buat siapa yang bersuara keras terhadap KPK. Ya mendaftarlah," ujar Johan.
Jabatan BusryoPanitia Seleksi (Pansel) Pimpinan KPK terdiri dari 12 orang. Berdasarkan Keppres Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, mereka ditugaskan untuk mencari 10 calon pimpinan KPK periode 2011-2015.
Pansel ini ditugasi mengumumkan penerimaan dan pendaftaran calon pimpinan KPK. Kemudian mengumumkan kepada masyarakat calon pimpinan KPK untuk mendapatkan tanggapan.
Selain itu, mereka juga bertugas menyeleksi dan menentukan nama calon pimpinan KPK, dan menyampaikan nama calon pimpinan KPK kepada Presiden. Dalam menjalankan tugasnya, Pansel Calon Pimpinan KPK bertanggung jawab dan melaporkan tugasnya kepada Presiden.
Namun, kini tugas Pansel hanya akan mencari delapan calon pimpinan KPK untuk mengisi empat kursi kosong. Sedangkan satu kursi lainnya akan tetap diduduki Busyro Muqoddas.
"Tentu yang akan dipilih tidak lagi sepuluh orang, berkurang menjadi 8 orang, karena putusan Mahkamah Konstitusi harus kita hormat. Nama-nama itu akan disampaikan kepada Presiden untuk dilanjutkan ke DPR untuk proses selanjutnya," kata Ketua Pansel KPK, Patrialis Akbar.
Keputusan itu diambil setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pengujian aturan terkait masa jabatan Busyro Muqoddas sebagai pimpinan KPK.
Pengujian terhadap Pasal 33 dan Pasal 34 UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini diajukan kelompok penggiat anti korupsi yaitu, Danang Widoyoko (ICW), Ardisal (LBH Padang), Zaenal Arifin Mochtar (Dosen FH UGM), Feri Amsari (Dosen FH Universitas Andalas), dan Teten Masduki (Sekjen TII).
Mahkamah menilai Pasal 34 UU KPK bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai bahwa pimpinan KPK, baik pimpinan yang diangkat secara bersamaan maupun pimpinan pengganti yang diangkat untuk menggantikan pimpinan yang berhenti dalam masa jabatannya memegang jabatannya selama 4 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah melihat dari tujuan pembentukan KPK sebagai lembaga negara yang khusus memberantas korupsi, maka dalam melaksanakan tugas dan kewenangan secara efektif, KPK dituntut untuk bekerja secara profesional, independen, dan berkesinambungan.
Menurut Mahkamah, KPK tidak akan maksimal melaksanakan tugas dan wewenangnya secara profesional dan berkesinambungan tanpa kesinambungan pimpinan KPK. Untuk menjamin kesinambungan tugas-tugas Pimpinan KPK, agar pimpinan tidak secara bersama-sama mulai dari awal lagi, maka penggantian Pimpinan KPK tidak selayaknya diganti serentak.
Oleh sebab itu, akan menjadi lebih proporsional dan menjamin kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum apabila terjadi penggantian antarwaktu di antara Pimpinan KPK diangkat untuk satu periode dengan masa jabatan empat tahun.
Atas dasar itu, Mahkamah berpendapat bahwa Pasal 34 UU KPK adalah inkonstitusional secara bersyarat, yaitu bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa Pimpinan KPK baik pimpinan yang diangkat sejak awal secara bersamaan maupun bagi pimpinan pengganti yang menggantikan pimpinan yang berhenti pada masa jabatannya adalah empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.
Putusan itu ternyata tidak diambil bulat oleh Mahkamah. Hakim Konstitusi M Akil Mochtar berbeda pendapat dengan delapan hakim lainnya.
"Permohonan tersebut bukanlah merupakan persoalan konstitusionalitas norma yang bersifat umum atau abstrak melainkan masalah pelaksanaan hukum di lapangan atau merupakan persoalan norma konkrit," kata Akil.
Menurut Akil, persoalan masa jabatan itu merupakan kebijakan hukum dari pembuat undang-undang. Mengingat pengisian pimpinan dan anggota lembaga negara, masing-masing berbeda dan mempunyai karakteristik.
Akil menjelaskan, ketentuan masa jabatan pimpinan KPK dalam Pasal 34 UU KPK yakni selama empat tahun itu diperuntukkan bagi seleksi pimpinan secara normal. Bukanlah untuk masa jabatan calon pengganti. "Dengan demikian, berdasarkan tafsir sistematis logis, maka masa jabatan pengganti Pimpinan KPK berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan pimpinan KPK yang dipilih sebelumnya," jelas bekas politisi Partai Golkar itu.
Selain itu, Akil juga berpendapat bahwa para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Karena para pemohon tidak memiliki kerugian konstitusionalnya atas pemberlakuan Pasal 34 UU KPK.
Atas putusan itu, Busyro Muqoddas menyatakan menghormatinya. Busyro berjanji akan bekerja lebih baik di masa yang akan datang. "Untuk itu ke depannya, kami akan lebih solid dan menjaga independensi dalam bekerja," kata dia.
Busyro menampik, MK mengabulkan permohonan itu karena kedekatan dirinya dengan Ketua MK, Mahfud MD. Dia mengatakan, putusan itu murni putusan hakim MK, tanpa intervensi pihak manapun. "Tidak ada kaitan dengan pak Mahfud. Saya tidak pernah kontak dengan Pak Mahfud, saya cukup tahu diri," kata dia.
Sebagai pimpinan KPK, dia ingin ke depan KPK bisa bekerja dengan integritas, kompetensi, independensi, dan profesionalisme. "Keempat hal ini mutlak," kata dia.
Meski MK memutuskan masa jabatan Busyro berlaku untuk empat tahun, namun Pansel tidak mau mencampuri apakah Busyro tetap menjadi Ketua KPK atau tidak. "Kalau soal pemilihan Ketua KPK itu bukan persoalan pemerintah itu persoalan DPR, pemerintah tidak punya kompetensi untuk itu," kata Patrialis.
Persoalan masa jabatan Busyro ini berawal saat Antasari Azhar dipecat sebagai Ketua KPK. Antasari dipecat lantaran tersandung kasus pembunuhan berencana.
Pemerintah kemudian membentuk Pansel untuk mencari calon pimpinan KPK untuk mengisi kursi yang ditinggalkan Antasari. Saat itu, Pansel mengajukan Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas ke DPR untuk diuji sebagai pimpinan KPK. Komisi III DPR pun sepakat memilih Busyro sebagai pengganti Antasari. Saat terpilih, masa jabatan pimpinan KPK hanya tersisa satu tahun saja. (eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar