BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Sabtu, 01 Februari 2014

Gita Mundur dan Nasib Penyelidikan Impor Beras Vietnam

VIVAnews - Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan, memutuskan untuk meletakkan jabatannya. Dia mundur saat kasus beras impor vietnam menyeruak dan mundur dengan alasan ingin berkonsentrasi kepada konvensi capres Partai Demokrat.

"Saya mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia efektif 1 Februari 2014," kata Gita saat menggelar konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jumat, 31 Januari 2014.
"Mengingat betapa pentingnya konvensi ini bagi kepentingan bangsa, saya sudah merasa selayaknya jika saya mencurahkan seluruh energi dan waktu untuk menyukseskan upaya mulia ini," kata dia.

Lalu, bagaimana dengan kasus beras Vietnam impor?

Seperti diketahui, kasus beras impor Vietnam mulai mengemuka ketika Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, melakukan inspeksi mendadak bersama Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, dan Menteri Pertanian, Suswono, di Pasar Induk Beras Cipinang, pada pada Rabu, 22 Januari 2014. Di sana, Hatta didatangi pedagang beras yang protes akan keberadaan beras Vietnam medium. Padahal beras yang bisa masuk ke Indonesia hanyalah beras khusus, bukan beras medium.

"Tidak mungkin resmi. Karena beras biasa hanya boleh diberikan Bulog untuk impor. Kecuali beras-beras yang bersifat tertentu. Biasanya untuk beras orang asing. Di luar itu ilegal," kata Hatta.

Bayu pun juga bersikap sama dengan Hatta. Dia meyakini beras itu adalah beras ilegal. Kementerian Perdagangan segera menggelar koordinasi dengan instansi terkait, seperti Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) dan Kementerian Pertanian. Kemendag mengancam akan menyeret para penyelundup kalau terbukti ada pelanggaran importasi ini.

"Penyelundup, kok. Tangkap, pidana," kata Bayu.

Pada Minggu, 26 Januari 2014, DJBC mengeluarkan rilis yang "mementahkan" ucapan pemerintah. "Beras Vietnam yang membanjiri Pasar Induk Cipinang tersebut bukan berasal dari penyelundupan, namun benar-benar diimpor melalui Tanjung Priok dan Belawan. Ada izin dari Kemendag (Kementerian Perdagangan)," seperti yang dikutip dari keterangan tertulis DJBC.

Dalam rilis tersebut, tercatat ada 83 kali importasi beras dengan total 16.900 ton. Selain itu, importasi beras ini dilakukan oleh 58 importir dan disertai dengan Surat Perizinan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan. Beras yang diimpor itu berkode HS 1006.30.99.00.

Pedagang beras pun mengatakan hal serupa: beras-beras tersebut, ada surat-suratnya. "Ada (suratnya). Kalau tidak ada, mana mungkin bisa keluar dari Bea Cukai (Direktorat Jenderal Bea Cukai)," kata Billy ketika dihubungi VIVAnews pada Senin, 27 Januari 2014.

Perum Bulog memastikan bahwa perusahaan pelat merah ini tidak mengimpor beras selama 2013. Mereka mengaku surplus 2 juta ton beras pada tahun 2013.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi ikut menegaskan, izin impor beras kepada importir swasta hanya untuk beras khusus. Ada 50 perusahaan yang mendapat izin mengimpor 1.190 ton beras basmati dan 114 importir mengimpor 14.990 ton beras japonica.

"Jadi mesti dilihat itu jenis yang mana. Disitu ada beras ketan, ada lagi tajmahal, thai mali. Ada memang rekomendasi Kemendag (Kementerian Perdagangan). Tapi yang dikatakan 16 tadi itu betul. Itu 2 izin dari vietnam itu terkait basmati dan Japonica. 16 ribu itu sebagian saja dari vietnam. Untuk izin tahun 2013," kata Bachrul di Kementerian Perdagangan, Jakarta, beberapa hari lalu.

Tapi, pihaknya belum berani memastikan apakah beras tersebut adalah beras impor legal atau bukan. Kode HS 1006.30.99.00 ini dinilai bermasalah. Masalahnya kode beras premium/khusus dan beras umum/medium, dimasukkan ke dalam satu kode yang sama pada BTKI 2012.

Pihak DJBC pun mengakui kesalahannya. Pada Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai, Susiwijono Moegiarso, mengatakan, pihaknya tidak memeriksa lagi beras impor yang masuk.

"Atas importasi beras tersebut, berdasarkan sistem risk management yang ada di DJBC yang menetapkan bahwa atas komiditi yang sudah diperiksa di negara asal barang oleh institusi yang berwenang, dikelompokkan ke dalam komoditi berisiko rendah (low risk), dan dengan mempertimbangkan percepatan kelancaran arus barang, maka terhadap importasi beras tersebut lebih dominan tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh DJBC," kata Susiwijono dalam keterangannya pada Selasa 28 Januari 2014.

Pihak DJBC pun mengubah sistem pemeriksannya, seperti memasukkan beras ke dalam high risk system dari semula low risk system.

Pihak Kementerian Perdagangan pun segera melakukan penyelidikan internal dan eksternal terkait permasalahan ini.  Kamis, 30 Januari 2014, Kemendag Gita  Wirjawan berjanji untuk melakuan penyelidikan. Hasil penyelidikannya akan keluar selama 1-2 hari. Dengan kata lain, hasilnya akan keluar hari ini atau besok.

Tapi, setelah dia mundur dari menteri perdagangan, bagaimana kelanjutan beras impor Vietnam dan hasil penyelidikan yang dijanjikannya?

Tidak ada komentar: