BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 25 Mei 2016

Hakim Agung Salman Luthan: Situasi Kami Tak Segawat yang Diberitakan

 Jabbar Ramdhani - detikNews
Jakarta - Ditangkapnya dua hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu Janner Purba dan Toton oleh KPK menambah deret panjang pelaku mafia peradilan. Menurut data Koalisi Pemantau Peradilan, terhitung sudah ada 37 jumlah hakim dan panitera yang terlibat kasus mafia peradilan.

Hakim agung Salman Luthan mengakui hal tersebut sebagai cerminan dari sebagian masalah yang belum terselesaikan di Mahkamah Agung (MA). Namun ia menyanggah bahwa kondisi ini menunjukkan kegawatan dunia peradilan di Indonesia.

"Kasus yang terjadi hari ini tidak menggambarkan kegawatan peradilan. Itu proses Mahkamah Agung (MA) untuk menjadi agung. Harus kita hargai prosesnya," tutur Salman di MMD Initiative, Jalan Dempo, Matraman Dalam, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016).

Salman menambahkan, hal ini sebagai proses alamiah yang akan masih berlanjut. Hanya saja, MA harus merespon masalah ini dengan lebih konsen. Menurutnya, masalah memang ada, tapi bukan gambaran umum lembaga peradilan di Indonesia.

Penanganan kasus masih dapat berjalan dengan baik. Contohnya adalah kasus perkosaan, terkait hak kekayaan intelektual yang menurutnya masih dapat berjalan dengan baik. Salman mengatakan, kondisi peradilan yang ada saat ini tidak terpisah dengan kondisi riil masyarakat.

"Apa yang terjadi di peradilan tidak terlepas dari dunia ekosospol (ekonomi,sosial,politik-red) yang ada di luar. Seperti apa yang terjadi di eksekutif, seperti lebih dari separuh kepala daerah jadi tersangka," tutur Salman.

"Jadi saya tahu mana teman saya yang konsisten tegakkan keadilan. Situasi kami tidak segawat yang diberitakan media. Kalau berita tidak dibuat gawat, kan tidak akan laku beritanya. Kalau ada kasus tadi, itu proses alamiah saja. Bukan proses yang akan buat negara ini bangkrut. Kalau, dengan catatan, MA terus melakukan perbaikan," tambah pengajar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.

Salman juga mengakui dalam melakukan perbaikan dalam dunia peradilan, ada reformasi institusional dan kultural. Pada sisi institusional, MA sendiri sudah melakukan beberapa terobosan. Kebijakan one day publish, segi administrasi dan keterbukaan peradilan diklaimnya relatif berhasil. Begitu juga sistem kamar yang diadopsi dari Belanda. Namun, ia mengakui sisi reformasi kultural belum berjalan baik.

"Yang belum tergarap ialah reformasi kultural. Bagaimana merubah pola pikir hakim yang independen dan bertanggung jawab atas putusannya terhadap Tuhan, terhadap rakyat," ucap Salman yang menghukum mati ratu narkoba Ola itu.
(asp/asp)

Tidak ada komentar: