BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 16 Mei 2016

KPK Ancam Siapa pun yang Coba Sembunyikan Sopir Nurhadi


Oleh : Syahrul Ansyari, Taufik Rahadian
VIVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi membuka peluang untuk menerapkan Pasal 21 dalam penyidikan kasus dugaan suap pengamanan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Langkah tersebut tidak terlepas dari dugaan adanya upaya menyembunyikan saksi dalam kasus ini yakni seorang Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Mahkamah Agung bernama Royani.
Dia disebut-sebut merupakan sopir sekaligus ajudan dari Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi. Diduga, Royani mengetahui mengenai keterkaitan Nurhadi dengan kasus yang telah menjerat Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution.
Terkait dugaan ada upaya menyembunyikan keberadaan Royani, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menegaskan bahwa tindakan itu dapat dikategorikan sebagai upaya menghalangi penyidikan.
"Kalau ada yang menyembunyikan, tentunya akan kena perbuatan menghalang-halangi proses penyidikan," kata Alex dalam pesan singkatnya saat dikonfirmasi, Minggu 15 Mei 2016.
Selain upaya menyembunyikan saksi, sebelumnya penyidik juga menemukan adanya upaya untuk menghilangkan dokumen yang diduga terkait kasus. Hal tersebut terjadi saat penyidik menggeledah rumah Nurhadi.
Penyidik menemukan adanya sejumlah dokumen dalam keadaan robek dan sudah berada di kloset. Tidak hanya itu, penyidik juga menemukan sejumlah uang juga di kloset. Namun, hingga saat ini, KPK belum menyebut siapa pihak yang melakukan hal tersebut.
Secara terpisah, Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, mengatakan bahwa upaya menyembunyikan saksi dapat dikategorikan ke dalam perbuatan yang menghalangi penyidikan. Dia juga menyebut upaya menghilangkan dokumen juga dapat termasuk dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Bahkan dia menyebut pihak yang diduga melakukan hal tersebut memiliki sanksi pidana.
"Seingat saya kan ada Pasal 21 Undang-Undang Tipikor yang mengatur demikian, dan memang sebagai bagian dari tindak pidana lain yang terkait dari proses perkara Tipikor yang memiliki sanksi pidana," kata Indriyanto.
Menurut Indriyanto, makna pasal tersebut cukup luas, sehingga diperlukan kehati-hatian dalam menerapkannya.
"Luas sekali makna pasal tersebut, sehingga penggunaan pasal ini harus ekstra hati-hati karena sulit pembuktiannya," tutur dia.
Adapun Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 itu berbunyi: "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)".

Tidak ada komentar: