Batam (ANTARA News) - Otoritas Singapura mendeportasi lima aktivis Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) saat mencari keberadaan mantan bendahara umu Partai Demokrat M Nazarudin di negara tersebut selama enam hari hingga Minggu (19/6).
Kelima aktivis MAKI tersebut adalah Sarman, Adnan Balfas, Dendi Satrio, Egi Sabri dan Toni Ardiansyah.
"Kami datang ke Singapura hanya ingin berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura untuk mengetahui keberadaan Nazariudin," kata salah seorang aktivis, Sarman di Bandara Hang Nadim Batam, Minggu sore.
Namun, kata Sarman, KBRI tidak menerima mereka hingga akhirnya mereka membuka posko di depan pagar KBRI.
"Namun posko tersebut dibubarkan oleh Polisi Singapura," katanya.
Setelah posko dibubarkan para aktivis pindah ke Ngee Ann City di kawasan Orchard dan sempat menggelar orasi.
"Lagi-lagi Polisi Singapura membubarkan aksi kami dan menahan paspor kami. Kami hanya diberi surat semacam surat tilang," kata Sarman.
Sarman beserta rekan-rekannya kepada Polisi Singapura mengatakan keberadaan mereka untuk mencari kepastian posisi Nazaruddin di negara tersebut.
"Karena tidak percaya kalau Nazaruddin ada di sana, Otoritas keamanan meminta kami menunjukkan surat keterangan dari KBRI. Namun KBRI tidak mau bekerjasama," ucap dia.
Setelah saya bilang jika Nazaruddin merupakan orang yang paling dicari di Indonesia karena terkait kasus korupsi baru mereka percaya, kata dia.
Setelah itu, kata Sarman, Polisi Singapura bersikap kooperatif dan memberikan jaminan agar para aktivis MAKI tidak ditahan pihak Kejaksaan Singapura.
"Polisi Singapura mendukung isu pemberantasan korupsi yang kami sampaikan," ujar Sarman.
Para aktivis menyesalkan sikap KBRI yang tidak mau berkoordinasi hingga mereka dideportasi Minggu pagi, padahal polisi setempat siap membantu.
Setelah sampai di Batam dengan kapal feri pada Minggu siang, aktivis kembali ke Jakarta melalui Bandara Hang Nadim Batam, Minggu sore.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar