INILAH.COM, Jakarta - Dana proyek pembangunan sosial yang telah dialokasikan pemerintah Belanda bagi masyarakat Rawagede hingga kini belum dinikmati sepeser pun oleh masyarakat desa yang menjadi korban kekejaman tentara Belanda 62 tahun silam.
Ketua Ahli Waris Korban Pembantaian Rawagede Suparta menjelaskan, pada 2009 pemerintah Belanda telah membuat kesepakatan (MoU) dengan Kementerian Dalam Negeri RI. Dalam kesepakatan itu disebutkan, dana bantuan yang diberikan sebesar Rp8.672.180.000, dan sudah masuk ke Kemendagri pada tahap pertama sebesar Rp1,6 miliar.
Menurutnya, dana yang diberikan itu bukanlah bentuk ganti rugi dari pemerintah Belanda atas peristiwa Rawagede, melainkan sebagai bantuan sosial selama persidangan gugatan korban Rawagede berlangsung. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun sekolah menengah, Puskesmas, dan pasar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa yang kini bernama Balongsari itu.
"Sampai hari ini belum terealisasi, padahal uangnya itu sudah ada di Kemendagri kita senilai Rp1.646 juta," ujar Suparta, saat dijumpai di Kantor Kontras, Jalan Borobudur, Jakarta, Kamis (22/9/2011).
Dia menambahkan, sesuai kesepakatan, setiap tanggal 30 April pihak Kemendagri harus melaporkan perkembangan penggunaan dana itu kepada Pemerintah Belanda hingga batas waktu 30 Desember 2011. Namun, hingga kini penggunaan dana untuk proyek pembangunan sosial di Rawagede tidak jelas juntrungannya.
"Batas waktu pengerjaan proyek itu jelas 30 Desember 2011, tapi sampai hari ini kami tidak pernah menerima kejelasan apapun. Di tingkat daerah tidak ada masalah tapi proyeknya belum juga terlaksana. Niat baik pemerintah Belanda terhalang birokrasi yang berbelit," tegas Suparta.[iaf]
Ketua Ahli Waris Korban Pembantaian Rawagede Suparta menjelaskan, pada 2009 pemerintah Belanda telah membuat kesepakatan (MoU) dengan Kementerian Dalam Negeri RI. Dalam kesepakatan itu disebutkan, dana bantuan yang diberikan sebesar Rp8.672.180.000, dan sudah masuk ke Kemendagri pada tahap pertama sebesar Rp1,6 miliar.
Menurutnya, dana yang diberikan itu bukanlah bentuk ganti rugi dari pemerintah Belanda atas peristiwa Rawagede, melainkan sebagai bantuan sosial selama persidangan gugatan korban Rawagede berlangsung. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun sekolah menengah, Puskesmas, dan pasar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa yang kini bernama Balongsari itu.
"Sampai hari ini belum terealisasi, padahal uangnya itu sudah ada di Kemendagri kita senilai Rp1.646 juta," ujar Suparta, saat dijumpai di Kantor Kontras, Jalan Borobudur, Jakarta, Kamis (22/9/2011).
Dia menambahkan, sesuai kesepakatan, setiap tanggal 30 April pihak Kemendagri harus melaporkan perkembangan penggunaan dana itu kepada Pemerintah Belanda hingga batas waktu 30 Desember 2011. Namun, hingga kini penggunaan dana untuk proyek pembangunan sosial di Rawagede tidak jelas juntrungannya.
"Batas waktu pengerjaan proyek itu jelas 30 Desember 2011, tapi sampai hari ini kami tidak pernah menerima kejelasan apapun. Di tingkat daerah tidak ada masalah tapi proyeknya belum juga terlaksana. Niat baik pemerintah Belanda terhalang birokrasi yang berbelit," tegas Suparta.[iaf]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar