BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 03 Februari 2014

4 Kisah Wanita Survivor Budak Seks di AS

Rachmadin Ismail - detikNews

Jakarta - Cerita soal Shandra Woworuntu (36) yang dijadikan budak seks di Amerika Serikat (AS) bukanlah kasus pertama. Ada banyak kisah serupa yang menimpa korban dari sejumlah negara, mulai dari Indonesia hingga negara-negara lainnya.

Dikutip dari situs survivorofslavery.org, sedikitnya ada 29,8 juta orang di dunia yang hidup sebagai budak. Istilah budak di era modern ini diperluas, bukan lagi orang yang diperjualbelikan seperti masa lalu, namun orang yang hidupnya menderita dan terpaksa melakukan hal yang tak dikehendaki karena berada di bawah tekanan orang lain.

Dari sejumlah kasus yang muncul, para korban ada yang dipaksa untuk bekerja tanpa bayaran hingga jadi budak seks. Mereka tak bisa berbuat apa-apa, bahkan sampai melarikan diri.

Berikut cerita tentang para korban perbudakan modern yang kini sudah bangkit dan menjadi tokoh inspiratif di AS:

Minh Dang
Kisah tentang Minh pertama kali muncul pada tahun 2010 dalam program dokumenter MSNBC tentang budak seks di AS. Kala itu, Minh sudah tiga tahun bebas dari perbudakan seks.

Saat menjadi budak seks, dia masih berusia 10 tahun. Minh dibawa ke sebuah rumah bordir di AS oleh orang tuanya sendiri dan ditinggalkan di sana hingga tiga hari, bahkan seminggu.

Sejak usia tiga tahun, dia sudah menjadi korban kekerasan dan seksual dari ayahnya sendiri. Namun, di tengah kondisinya yang menjadi korban tersebut, prestasinya di sekolah tetap menonjol. Bahkan dia masuk sebagai tim sepakbola sekolah.

Kisah perbudakan seks terhadap Minh baru berakhir ketika dia masuk universitas. Dia memutuskan pergi dari rumah dan bertekad melaporkan orang tuanya ke polisi bila dijadikan budak seks lagi.

Kini, Minh menjadi aktivis anti perbudakan seks. Dia menjadi pembicara di berbagai organisasi dan inspirator bagi para korban lain yang senasib dengannya.

Shamere McKenzie
Shamere McKenzie awalnya hanya ingin mencari uang tambahan untuk membiayai kuliahnya. Namun di tengah jalan, dia bertemu dengan seorang pelaku perdagangan manusia.

Awalnya pria itu berlagak seperti orang baik-baik. Dia berjanji akan membantu McKenzie mendapat uang. Namun ternyata, dia berakhir menjadi budak seks.

Hari-hari kelam McKenzie pun datang. Selama bertahun-tahun, dia dipaksa menjadi penyedia jasa layanan seks di jalanan dan kelab striptis. Bila menolak, dia akan dipukuli secara fisik.

McKenzie bisa bebas dari dunia hitam setelah polisi menangkap mucikari yang menaunginya. Dari situ, dia menjelaskan cerita tentang dirinya.

Kini, McKenzie adalah wanita bebas. Dia juga menjadi aktivis di sebuah organisasi untuk mencegah perbudakan pada anak bernama Shared Hope International.

Stacy Jewell Lewis
Saat berusia 19 tahun, wanita asal Washington DC, Stacy Jewell Lewis, pernah menumpang kendaraan yang dikendarai seorang kakek. Ternyata, kakek itu malah menculik dan menjualnya pada seorang mucikari.

Selama dua tahun masa penculikan, Stacy hidup dalam ancaman. Sang penculik siap membunuh Stacy dan anaknya bila melawan. Dia juga dipaksa melayani pria hidung belang.

Baru pada usia 21 tahun, Stacy bisa melarikan diri. Kini, dia menjadi aktivis anti perbudakan seks di AS di sejumlah organisasi seperti Shared Hope International, The Araminta Freedom Initiative. Bahkan dia digandeng FBI untuk membantu banyak korban trafficking lainnya.

Shandra Woworuntu
Kisah yang menghebohkan adalah Shandra Woworuntu (36), yang pernah menjadi korban perdagangan manusia dan dipaksa menjadi budak seks di Amerika Serikat (AS). Sebelum terjebak perbudakan di negeri Paman Sam, Shandra sempat memiliki karier cemerlang di Indonesia.

Shandra mengenyam pendidikan tingginya di salah satu perguruan tinggi di Indonesia, jurusannya adalah Finance and Bank Management. Setelah lulus, dia bekerja sebagai financial analyst di sebuah bank Korea yang ada di tanah air.

Dia disebut sebagai seorang financial analyst yang brilian dan diprediksi memiliki karier yang cerah. Selain itu, dia juga aktif sebagai aktivis HAM yang kerap menyuarakan hak-hak buruh. Namun prediksi kariernya jauh dari kenyataan yang diterima. Shandra harus kehilangan pekerjaannya, sebagai dampak dari krisis moneter yang melanda Indonesia di akhir tahun 90-an.

Kenyataan itu membuatnya harus kembali mencari kerja. Di usianya yang saat itu masih 25 tahun, dia harus memiliki mata pencaharian yang bisa membuatnya bertahan hidup dan membesarkan putrinya.

Ada tawaran pekerjaan tak tetap di sebuah hotel di Chicago. Shandra pun mengajukan lamaran, mengikuti tes, dan membuat visa. Dia lulus dan berangkat ke Amerika, meninggalkan putrinya yang masih belia.

Sesampainya di Amerika, tak lama setelah menjejakkan kaki di Bandara John F Kennedy, New York, dia sadar mimpi Amerika yang ditawarkan di iklan koran hanyalah bualan. Alih-alih mimpi indah, malah mimpi buruk yang mendatanginya di Amerika.

Shandra dijual oleh orang-orang yang memasang iklan di koran. Mereka menjemput Shandra di bandara, menodongkan pistol, dan menjualnya ke mucikari. Di malam pertama keberadaannya di Amerika, Shandra telah jatuh ke tangan seorang mucikari yang memaksanya melayani pria hidung belang di sebuah hotel di New York.

Cerita selanjutnya, Shandra dijual dari satu mucikari ke mucikari lainnya. Dia dijadikan budak seks di Amerika. Hingga suatu hari dia berhasil melarikan diri dan menjadi aktivis anti perdagangan manusia.

Dia menceritakan kisahnya, menginspirasi orang-orang di berbagai forum dunia, dengan harapan agar perdagangan manusia bisa diberantas sepenuhnya dan kisah pilunya tak terjadi kepada perempuan lain di belahan dunia mana pun.



Tidak ada komentar: