VIVAnews - Kerusuhan pecah di sejumlah kawasan di
Ambon, Maluku, mulai Minggu 11 September 2011 pagi. Sejumlah kelompok
massa saling lempar batu, memblokir jalan, bahkan saling membacok.
Letusan tembakan juga terdengar.
Dihubungi lewat telepon, pada
Minggu siang, seorang warga Ambon yang tidak mau disebutkan namanya
mengatakan bahwa kerusuhan terkonsentrasi di tiga titik utama yakni,
depan kampus PGSD Universitas Pattimura, Tugu Trikora, dan Waringin.
Akibat
kondisi tersebut, pusat-pusat bisnis lumpuh. Sejumlah toko memilih
tutup seketika rusuh pecah. Sejumlah warga juga terlihat mengungsi.
Rumor
yang berkembang, kerusuhan dipicu kematian seorang tukang ojek asal
Gunung Nona, Kecamatan Nusaniwe, pada Sabtu 10 September 2011 malam.
Warga yang enggan disebut namanya itu mengatakan bahwa kasus kematian
tukang ojek di Gunung Nona hanya pemantik dari sejumlah kasus sensitif
di Ambon yang telah terakumulasi. "Ini rembetan masalah saja," ujarnya.
Polisi
membenarkan ada kematian tukang ojek. Pemicu kerusuhan diduga pesan
singkat berantai yang menyebut kematian si tukang ojek bernama Darfin
Saimen ini karena dibunuh.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku, AKBP
Johannes Huwae, membantah Darfin tewas dibunuh. Darfin meninggal karena
kecelakaan lalu lintas setelah mengendalikan sepeda motor dengan
kecepatan tinggi di Jalan Perumtel, Desa Keramat, Nusaniwe Ambon.
Juru
Bicara Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam, mengatakan bahwa
keluarga tak percaya Darfin tewas kecelakaan karena sepeda motornya
tidak mengalami kerusakan parah. Namun, hasil autopsi menunjukkan Darmin
mengalami kecelakaan murni. "Itu bisa dibuktikan dari hasil otopsi.
Semua tidak ada tanda-tanda kekerasan," katanya.
Simpang siur
kematian warga Gunung Nona, Kecamatan Nusaniwe, itu rupanya menyulut
emosi dua kelompok yang kerap bertikai. Kerusuhan pecah yang meluas ke
sejumlah kawasan, termasuk jantung kota Ambon. "Ada dua kelompok lama.
Ya kami tidak usah sebutkan," kata Anton.
Sosiolog Universitas
Indonesia yang juga berdarah Maluku, Tamrin Amal Tomagola, juga
berpendapat kerusuhan sehari ini masih cara provokasi lama. "Selalu
dilakukan di sekitar Idul Fitri," kata Tamrin saat dihubungi VIVAnews.com, Senin 12 September 2011.
Ini
mirip dengan kerusuhan yang meletup tahun 1999 lalu. "Saat itu, dimulai
penyebaran isu, dulu lewat telepon umum," kata dia. Saat ini, tambah
dia, kondisi sudah terkendali. "Ini hanya di Kota Ambon, itupun tidak
seluruhnya."
Tamrin menduga, yang jadi sasaran provokasi adalah
kelompok muslim. Namun, itu tidak terjadi. "Akar rumput tidak
terprovokasi. Ada pemuda muslim terjebak di wilayah Kristen diantar
pulang. Begitupun sebaliknya. Mereka sadar yang dulu diadu domba."
Ia
mengharapkan, masyarakat tidak mudah terpancing isu provokatif dan
saling melindungi. Polisi juga diminta membenahi diri, tidak berbasis di
kantor tapi di komunitas. Polisi seharusnya juga menekankan pencegahan
dini dengan polisi komunitas dan penajaman intelijen poisi di lapangan.
"Pendekatan kepolisian terlalu pendekatan TKP," kata Tamrin.
Meski
terlambat, polisi berhasil melacak asal pesan singkat atau SMS yang
menyulut kerusuhan itu. “Nomor yang kirim SMS itu sudah terlacak,” kata
Anton.
Tiga Orang Tewas
Namun, provokasi
terlanjur menjadi kenyataan. Kerusuhan sehari itu membuat tiga orang
meninggal dunia. "Satu orang (meninggal) di Rumah Sakit Alfatah dan dua
orang di Rumah Sakit Umum," kata Anton Bachrul Alam.
Selain
korban meninggal, kata Anton, ada juga korban luka berat sebanyak 24
orang dan luka ringan sebanyak 65 orang. "Itu karena lemparan batu dan
sebagainya," kata dia.
Untuk menjaga keamanan di Ambon, kata
Anton, polisi telah mengerahkan 200 personel Brimob dan 200 personel
polisi dari Makasar. Mereka disebar di berbagai titik di pusat kota
termasuk Tugu Trikora. Di mana bentrok antarwarga berada di simpang
empat Tugu Trikora dan Waehaong.
Polisi telah mengamankan
beberapa alat bukti di antaranya batu yang digunakan warga untuk saling
lempar dan senjata tajam. "Senjata api masih belum karena masih dalam
proses pendataan," kata Anton.
Sementara itu, jumlah kerugian kata Anton ada empat unit sepeda motor, dua mobil dan tiga rumah dibakar.
Menjelang
sore, situasi mulai kondusif. Sore itu juga, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menambah
personel keamanan di Ambon. Presiden juga meminta Menkopolhukam bersama
Kapolri, Panglima TNI, dan Gubernur Maluku, mengambil langkah agar
kerusuhan Ambon tidak meluas.
Kepala Kepolisian Jenderal Timur
Pradopo mengatakan telah menambah personel pasukan untuk mengantisipasi
bentrok susulan di Ambon. Pasukan yang diterjunkan berasal dari Markas
Besar Polri dan dari Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan.
Kapolri
mengatakan pasukan telah ditambah 4 satuan setingkat kompi. "Masih
dipersiapkan kalau ada dinamika," kata mantan Kapolda Metrojaya ini.
Kepolisian
Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) mengirim 2 kompi atau
sekitar 200 personel pasukan dari satuan Brimob ke Ambon, Maluku.
Pasukan tersebut diberangkatkan Minggu malam, 11 September 2011, dari
Bandara Internasional Sultan Hasanuddin sekitar pukul 22.30 Wita.
Dalam
sambutannya, Brigjen Polisi Syahrul Mamma mengatakan, perintah
pengiriman pasukan merupakan instruksi langsung dari Mabes Polri untuk
membantu pengamanan di Ambon. Menurut informasi yang dihimpun VIVAnews.com,
200 personel Polri ini dipimpin langsung oleh Kepala Detasemen I AKBP
Donyar Kusuma Sik. Detasemen tersebut dilengkapi 10 orang dari tim
Gegana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar