VIVAnews – Lebaran telah usai, namun menjadi awal
bagi permasalahan serius perkotaan yang telah makin menumpuk. Pasalnya,
seperti terjadi setiap tahun, berakhirnya lebaran selalu ditandai dengan
arus urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Pakar
Demografi Universitas Indonesia, Sonny Harry B. Harmadi, menyatakan
bahwa pada tahun 1971, sekitar 17 persen dari total penduduk Indonesia
tinggal di kota. Namun, pada tahun 2010, jumlah tersebut melonjak
drastis. Kini, sekitar 50 persen total penduduk Indonesia tercatat
tinggal di kota, utamanya Jakarta.
“Selama 40 tahun terakhir,
aliran desa ke kota sangat cepat. Hal ini betul-betul perlu dicermati.
Apalagi saat ini penduduk Indonesia berada di usia produktif, dan
cenderung bergerak ke kota-kota mencari pekerjaan,” ujar Sonny di
Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 10 September 2011.
Namun, menurut
Sonny, kota sasaran urbanisasi bukanlah Jakarta, melainkan kota-kota
penyanggah di sekitar Jakarta, yaitu Bodetabek atau
Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi. Dalam hal ini, Depok dan Bekasi menjadi
sasaran utama.
“Aliran migrasi ke Jakarta tidak sebesar ke
Bodetabek. Aliran terbesarnya ke Depok dan Bekasi. Hanya sekitar 7
persen aliran migrasi masuk Jakarta, sementara urbanisasi ke Depok dan
Bekasi lebih dari 15 persen dalam 5 tahun terakhir,” kata dia.
Sonny
menjelaskan, mayoritas penduduk desa memilih hijrah ke kota karena
motif ekonomi, yaitu berharap penghidupan yang lebih baik. “Ini justru
sangat membebani kota-kota yang didatangi penduduk baru ini. Pasalnya,
kebanyakan dari mereka berangkat tidak sendirian. Mereka cenderung
membawa serta keluarga mereka,” papar Sonny.
Dengan arus
urbanisasi yang besar itu, lanjut Sonny, masalah-masalah sosial pun akan
muncul. “Ini menimbulkan munculnya kawasan pemukiman kumuh,” kata
Sonny.
Ia menambahkan, berdasarkan data Badan Kependudukan Dunia,
sekitar 30 persen atau sepertiga dari kota berkembang di dunia terdiri
pemukiman kumuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar