Anwar Khumaini - detikNews
Jakarta - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin disebut-sebut telah menyumbangkan uang pribadinya kepada partai sebesar Rp 13 miliar. Sumbangan Nazaruddin ini tidak melanggar aturan karena dalam UU Pemilu tidak disebutkan batas maksimal sumbangan kader terhadap partainya.
"Kalau di dalam aturannya nggak ada batasan karena kader partai boleh disebut sebagai pemilik partai juga itu," kata anggota KPU Abdul Aziz saat dihubungi detikcom, Kamis (26/5/2011) pagi.
Aziz memberi contoh, misalkan seorang calon anggota DPR mengeluarkan uang sebesar Rp 13 miliar untuk kepentingan pencalonannya, maka uang tersebut tidak bisa diaudit.
"Misalnya saya sebagai calon anggota DPR mengeluarkan sebanyak Rp 13 miliar untuk kepentingan saya dan proses pencalonan saya itu tidak bisa diaudit, karena di aturannya nggak ada," katanya.
Menurut Abdul Aziz, KPU dulu pernah mengusulkan agar sumbangan-sumbangan kader ini diaudit. Namun dalam praktiknya, susah mendapatkan landasan hukumnya.
"Dulu pernah kami merumuskan hal itu dalam audit dana kampanye, kemudian kami kesulitan menemukan dasar hukumnya sehingga terjadilah seperti itu (sumbangan melimpah)," ungkap Aziz.
Jadi sumbangan Nazaruddin tidak bisa diusut? "Apalagi pengakuan sepihak, benar atau tidak, tidak ada yang tahu," jawabnya.
Berdasarkan UU Pemilu, sumbangan kepada partai oleh pihak luar diperbolehkan. Jumlahnya maksimal Rp 1 miliar per tahun.
Dalam acara Jakarta Lawyers Club yang ditayangkan TVOne, Selasa (24/5/2011) malam, Amir Syamsuddin mengatakan Nazaruddin menyumbang Rp 13 miliar dalam satu tahun. Sebelumnya, Nazaruddin juga pernah mengaku memiliki kontribusi yang besar ke PD.
Namun Nazaruddin kini telah dipecat dari bendahara umum PD karena dugaan pelanggaran kode etik. Dia ditengarai memberi uang 120 ribu dollar Singapura kepada Sekjen MK M Janedjri M Gaffar. Selain itu, Nazaruddin juga disebut-sebut terlibat dalam suap di Kemenpora terkait pembangunan Wisma Atlet di Palembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar