KUPANG- Aksi mogok dokter dan tenaga medis lannya di RSUD Prof Dr WZ Yohannes, Senin (23/5) betul-betul membuat ratusan pasien terlantar. Para pasein yang sudah mengambil nomor di loket tidak mendapat pelayanan. Padahal mereka sudah datang sejak pagi dan menunggu hingga empat jam bahkan lebih. Hal ini menyulut amarah sebagian besar pasien rawat jalan yang duduk menunggu.
Pantauan Timor Express (JPNN Grup) di gedung layanan rawat jalan semua dokter ahli yang pagi itu bertugas tidak ada di poli klinik masing-masing. Tidak seperti hari biasa, pasien yang sudah membayar karcis (formulir) pemeriksaan, hanya duduk menunggu di luar poli klinik dan tak pernah dipanggil perawat yang bertugas guna mendapat pelayanan medis.
Sekitar 200 pasien yang telah mendaftar guna mendapat pelayanan justru pulang dengan tangan hampa. Rukiyah Abdul Syaid (70) pasien yang menderita komplikasi tumor usus, lambung dan paru, mengaku datang pagi ke rumah sakit guna menemui dokter karena sudah kehabisan obat. "Saya sudah tunggu dari jam 8 sampai jam 10. Tapi belum dipanggil juga," keluh Rukiyah.
Warga Kelurahan Fatubesi ini mengaku sudah menjalani rawat jalan di poli bedah sejak September 2010 lalu. Di bagian lain, Meli Haudali, pasien hipertensi (gejala darah tinggi Red) yang sedang menunggu dokter di poli saraf menyesalkan sikap rumah sakit yang sudah mengorbankan layanan bagi pasien yang membutuhkan perawatan. Meski sudah sejak pukul 07.00 Wita tiba di rumah sakit dengan harapan mendapat giliran pertama harus kecewa karena hingga pukul 11.00 Wita tetap tidak dilayani.
"Perawat bilang, dokternya masih rapat," ujarnya.
Ia mengaku baru mengetahui ada demo para dokter dan para medis setelah tibanya di rumah sakit. Karena itu, ia berharap jika ada kegiatan aksi mogok seperti ini, seharusnya pihak rumah sakit mengantisipasi dengan menempelkan kertas berisi pengumuman agar mereka tidak dirugikan.
"Katong lia buka, pegawai ada, jual formulir tapi sonde ada dokter. Kalau sonde ada layanan kasi tau kitong, " kata Meli dengan logat Kupang kental.
Sekira pukul 12.00 Wita, Direktur RSU Prof. W.Z. Yohannes Kupang, dr. Alphonsius Anapaku yang optimis pelayanan bakal lancar harus ikut kecewa. Peringatakan keras yang dilontarkan orang nomor satu di RSUD Prof. Dr. WZ Yohannes Kupang ini saat apel pagi tetap tidak digubris. Hingga harus mengumumkan secara resmi bahwa layanan rawat jalan ditutup. Para pasien yang sudah menunggu sejak pagi, akhirnya pulang tanpa mendapat pelayanan.
Aksi mogok ini kontan menyulut amarah Direktur RSUD Prof. Dr. WZ Yohannes Kupang, Alphonsius Anapaku. Saat apel pagi yang dihadiri jajaran direksi, dokter dan karyawan serta para direktur ini, Alphonsius Anapaku sempat melontarkan kecaman terhadap aksi FPRS yang dianggap dapat berakibat fatal. "Saya tantang para dokter. Kita lihat saja, pelayanan di poli rawat jalan sudah mulai dibuka," ujar Anapaku.
Anapaku yang didampingi Wakil Direktur Umum dan Keuangan, dr. Hosiani Rantau dan Kabid Pelayanan, dr. Yudith Kota mengatakan tuntutan FPRS terkait pembayaran insentif para dokter sudah dipenuhi direksi pada Sabtu (22/5) lalu. "Kami sudah memasukan dana ke rekening atas nama masing-masing dokter di Bank NTT," beber Anapaku.
Mengenai keterlambatan pihak manajemen menyangkut dana jamkesmas, kesra, insentif dan lainnya diakui Anapaku karena perubahan status rumah sakit dari Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sejak awal 2011. Anapaku menjelaskan, perubahan status ini berdampak pada sistem pengelolaan keuangan, khususnya untuk pembiayaan kebutuhan dan dana tunjangan seperti insentif dan lainnya.
Saat masih berstatus SKPD pembayaran insentif jasa para dokter ditangani pemerintah, sebaliknya, perubahan status ke BLUD mewajibkan pembayaran ditanggung langsung oleh rumah sakit. Belum adanya ketersediaan dana yang cukup berimbas pada terlambatnya pengucuran biaya operasinal dan pembayaran insentif yang dituntut FPRS.
"Klaim jamkesda dan jamkesmas seperti kita ketahui membutuhkan waktu tiga sampai enam bulan," pungkas Anapaku.
Sedangkan 70 persen pasien yang menjalani rawat inap dan rawat jalan kata Anapaku menggunakan asuransi kesehatan atau subsidi pemerintah lain seperti jamkesmas. Untuk mengantisipasi kelemahan pengelolaan keuangan, Anapaku menjelaskan, pihak rumah sakit sudah merencanakan untuk menambah armada computer dan petugas audit data.
Terkait hal ini, Koordinator FPRS, Kamilus Karangora menuding direktur RSUD Prof. Dr. WZ. Yohannes, Alphonsius Anapaku terlalu bersikap otoriter. Kamilus menilai direktur RSUD tidak berniat baik untuk melakukan tindakan persuasif kepada FPRS, bahkan menyalahkan semua tindakan mereka. Di depan delegasi anggota Komisi D DPRD NTT yang dipimpin Ketua Komisi D, Hendrik Rawambaku, Kamilus menegaskan tuntutan mereka tidak semata-mata hanya mengenai dana insentif yang selama ini dituding kepada mereka.
"Ada hal vital lain yang sudah mereka umumkan seperti ketidakberesan pihak manajemen rumah sakit dalam mengurus pembiayaan operasional layanan rumah sakit serta pengadaan obat-obatan kepada pasien golongan rendah (peserta jamkesmas Red)," jelasnya.
Dalam kesaksiannya, Kamilus dan beberapa dokter menerangkan contoh kasus yang sering terjadi dimana pasien jamkesmas yang seharusnya mendapatkan obat secara gratis, terpaksa mengeluarkan uang membeli di tempat lain karena tidak tersedia di rumah sakit. Kasus lainnya, peralatan medis seperti sarung tangan, masker dan kebutuhan lain harus dibeli secara swadaya oleh perawat dan dokter karena tidak disediakan manajemen rumah sakit.
"Keadaan seperti ini, bila dibiarkan saja akan menghancurkan kredibilitas bahkan keberadaan rumah sakit yang sudah melayani sebagian besar masyarakat NTT selama puluhan tahun," sambungnya sengit.
Kamilus menegaskan, semua anggota FPRS yang terdiri dari 39 dokter sudah sepakat untuk mengundurkan diri, bila tuntutan mereka untuk memperbaiki manajemen direktur RSUD Prof. Dr. WZ. Yohannes Kupang tidak ditanggapi pihak-pihak terkait dalam waktu dekat.
Terpisah Gubernur NTT, Frans Lebu Raya menegaskan sudah perintah stafnya untuk segera menyelesaikan seluruh permasalahan di RSUD Prof. Dr. Yohannes Kupang. Termasuk soal pembayaran insentif yang molor hingga saat ini. "Saya sudah suruh manajemen untuk menyelesaikan hak-hak dokter, paramedis, serta seluruh tenaga medis di sana. Saya harap, agar tugas-tugas sebagai PNS dapat dilaksanakan dengan baik tanpa mengorbankan pelayanan kepada masyarakat," kata Frans Lebu Raya.
Frans Lebu berharap agar para tenaga medis di RSUD Prof. Dr. WZ. Yohannes Kupang segera bekerja dan jangan menghambat pelayanan karena akan besar dampaknya bagi masyarakat luas yang membutuhkan layanan medis. Ia menilai kebebasan untuk menuntut hak adalah sebuah hal yang wajar, termasuk permintaan untuk menegakkan aturan tentang praktek bagi para dokter, undang-undang tentang disiplin PNS serta regulasi lainnya. "Asal saja jangan sampai menghambat pelayanan," pungkasnya.(mg-12/boy)
Pantauan Timor Express (JPNN Grup) di gedung layanan rawat jalan semua dokter ahli yang pagi itu bertugas tidak ada di poli klinik masing-masing. Tidak seperti hari biasa, pasien yang sudah membayar karcis (formulir) pemeriksaan, hanya duduk menunggu di luar poli klinik dan tak pernah dipanggil perawat yang bertugas guna mendapat pelayanan medis.
Sekitar 200 pasien yang telah mendaftar guna mendapat pelayanan justru pulang dengan tangan hampa. Rukiyah Abdul Syaid (70) pasien yang menderita komplikasi tumor usus, lambung dan paru, mengaku datang pagi ke rumah sakit guna menemui dokter karena sudah kehabisan obat. "Saya sudah tunggu dari jam 8 sampai jam 10. Tapi belum dipanggil juga," keluh Rukiyah.
Warga Kelurahan Fatubesi ini mengaku sudah menjalani rawat jalan di poli bedah sejak September 2010 lalu. Di bagian lain, Meli Haudali, pasien hipertensi (gejala darah tinggi Red) yang sedang menunggu dokter di poli saraf menyesalkan sikap rumah sakit yang sudah mengorbankan layanan bagi pasien yang membutuhkan perawatan. Meski sudah sejak pukul 07.00 Wita tiba di rumah sakit dengan harapan mendapat giliran pertama harus kecewa karena hingga pukul 11.00 Wita tetap tidak dilayani.
"Perawat bilang, dokternya masih rapat," ujarnya.
Ia mengaku baru mengetahui ada demo para dokter dan para medis setelah tibanya di rumah sakit. Karena itu, ia berharap jika ada kegiatan aksi mogok seperti ini, seharusnya pihak rumah sakit mengantisipasi dengan menempelkan kertas berisi pengumuman agar mereka tidak dirugikan.
"Katong lia buka, pegawai ada, jual formulir tapi sonde ada dokter. Kalau sonde ada layanan kasi tau kitong, " kata Meli dengan logat Kupang kental.
Sekira pukul 12.00 Wita, Direktur RSU Prof. W.Z. Yohannes Kupang, dr. Alphonsius Anapaku yang optimis pelayanan bakal lancar harus ikut kecewa. Peringatakan keras yang dilontarkan orang nomor satu di RSUD Prof. Dr. WZ Yohannes Kupang ini saat apel pagi tetap tidak digubris. Hingga harus mengumumkan secara resmi bahwa layanan rawat jalan ditutup. Para pasien yang sudah menunggu sejak pagi, akhirnya pulang tanpa mendapat pelayanan.
Aksi mogok ini kontan menyulut amarah Direktur RSUD Prof. Dr. WZ Yohannes Kupang, Alphonsius Anapaku. Saat apel pagi yang dihadiri jajaran direksi, dokter dan karyawan serta para direktur ini, Alphonsius Anapaku sempat melontarkan kecaman terhadap aksi FPRS yang dianggap dapat berakibat fatal. "Saya tantang para dokter. Kita lihat saja, pelayanan di poli rawat jalan sudah mulai dibuka," ujar Anapaku.
Anapaku yang didampingi Wakil Direktur Umum dan Keuangan, dr. Hosiani Rantau dan Kabid Pelayanan, dr. Yudith Kota mengatakan tuntutan FPRS terkait pembayaran insentif para dokter sudah dipenuhi direksi pada Sabtu (22/5) lalu. "Kami sudah memasukan dana ke rekening atas nama masing-masing dokter di Bank NTT," beber Anapaku.
Mengenai keterlambatan pihak manajemen menyangkut dana jamkesmas, kesra, insentif dan lainnya diakui Anapaku karena perubahan status rumah sakit dari Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sejak awal 2011. Anapaku menjelaskan, perubahan status ini berdampak pada sistem pengelolaan keuangan, khususnya untuk pembiayaan kebutuhan dan dana tunjangan seperti insentif dan lainnya.
Saat masih berstatus SKPD pembayaran insentif jasa para dokter ditangani pemerintah, sebaliknya, perubahan status ke BLUD mewajibkan pembayaran ditanggung langsung oleh rumah sakit. Belum adanya ketersediaan dana yang cukup berimbas pada terlambatnya pengucuran biaya operasinal dan pembayaran insentif yang dituntut FPRS.
"Klaim jamkesda dan jamkesmas seperti kita ketahui membutuhkan waktu tiga sampai enam bulan," pungkas Anapaku.
Sedangkan 70 persen pasien yang menjalani rawat inap dan rawat jalan kata Anapaku menggunakan asuransi kesehatan atau subsidi pemerintah lain seperti jamkesmas. Untuk mengantisipasi kelemahan pengelolaan keuangan, Anapaku menjelaskan, pihak rumah sakit sudah merencanakan untuk menambah armada computer dan petugas audit data.
Terkait hal ini, Koordinator FPRS, Kamilus Karangora menuding direktur RSUD Prof. Dr. WZ. Yohannes, Alphonsius Anapaku terlalu bersikap otoriter. Kamilus menilai direktur RSUD tidak berniat baik untuk melakukan tindakan persuasif kepada FPRS, bahkan menyalahkan semua tindakan mereka. Di depan delegasi anggota Komisi D DPRD NTT yang dipimpin Ketua Komisi D, Hendrik Rawambaku, Kamilus menegaskan tuntutan mereka tidak semata-mata hanya mengenai dana insentif yang selama ini dituding kepada mereka.
"Ada hal vital lain yang sudah mereka umumkan seperti ketidakberesan pihak manajemen rumah sakit dalam mengurus pembiayaan operasional layanan rumah sakit serta pengadaan obat-obatan kepada pasien golongan rendah (peserta jamkesmas Red)," jelasnya.
Dalam kesaksiannya, Kamilus dan beberapa dokter menerangkan contoh kasus yang sering terjadi dimana pasien jamkesmas yang seharusnya mendapatkan obat secara gratis, terpaksa mengeluarkan uang membeli di tempat lain karena tidak tersedia di rumah sakit. Kasus lainnya, peralatan medis seperti sarung tangan, masker dan kebutuhan lain harus dibeli secara swadaya oleh perawat dan dokter karena tidak disediakan manajemen rumah sakit.
"Keadaan seperti ini, bila dibiarkan saja akan menghancurkan kredibilitas bahkan keberadaan rumah sakit yang sudah melayani sebagian besar masyarakat NTT selama puluhan tahun," sambungnya sengit.
Kamilus menegaskan, semua anggota FPRS yang terdiri dari 39 dokter sudah sepakat untuk mengundurkan diri, bila tuntutan mereka untuk memperbaiki manajemen direktur RSUD Prof. Dr. WZ. Yohannes Kupang tidak ditanggapi pihak-pihak terkait dalam waktu dekat.
Terpisah Gubernur NTT, Frans Lebu Raya menegaskan sudah perintah stafnya untuk segera menyelesaikan seluruh permasalahan di RSUD Prof. Dr. Yohannes Kupang. Termasuk soal pembayaran insentif yang molor hingga saat ini. "Saya sudah suruh manajemen untuk menyelesaikan hak-hak dokter, paramedis, serta seluruh tenaga medis di sana. Saya harap, agar tugas-tugas sebagai PNS dapat dilaksanakan dengan baik tanpa mengorbankan pelayanan kepada masyarakat," kata Frans Lebu Raya.
Frans Lebu berharap agar para tenaga medis di RSUD Prof. Dr. WZ. Yohannes Kupang segera bekerja dan jangan menghambat pelayanan karena akan besar dampaknya bagi masyarakat luas yang membutuhkan layanan medis. Ia menilai kebebasan untuk menuntut hak adalah sebuah hal yang wajar, termasuk permintaan untuk menegakkan aturan tentang praktek bagi para dokter, undang-undang tentang disiplin PNS serta regulasi lainnya. "Asal saja jangan sampai menghambat pelayanan," pungkasnya.(mg-12/boy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar