"Kalau sumber kekerasan tidak dihilangkan, potensi kekerasan bisa terus ada," kata Ulil
VIVAnews - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat menilai persoalan radikalisasi di kalangan pelajar tidak hanya bisa diselesaikan melalui pendekatan keagamaan melainkan harus berdampingan dengan pendekatan kebudayaan.
Pernyataan tersebut disampaikan Ulil menanggapi temuan survei sebuah lembaga yang menunjukan bahwa 48,9 persen pelajar di tanah air bersedia melakukan kekerasan terkait isu agama dan moralitas.
"Kita tidak beranggapan bahwa seseorang yang terpapar ideologi keagamaan yang radikal dengan sendirinya menjadi seorang 'pengantin' yang siap meledakkan diri. Tidak. Kita hanya mengatakan bahwa radikalisme ini potensial menjadi bumi subur untuk perekrutan kader-kader kekerasan di masa depan," kata Ketua DPP Partai Demokrat Ulil Absar Abdalla dalam jumpa pers di Jakarta, Minggu 1 Mei 2011.
Menurut Ulil, hasil survei tersebut memang masih bisa dipersoalkan dalam hal metodologinya. Namun, data-data tersebut bisa menjadi sebuah peringatan dini mengenai tren radikalisme yang diilhami pandangan keagamaan.
Ulil menilai pendekatan budaya untuk mencegah tren radikalisasi ini bisa dianggap program lunak deradikalisasi. Selama ini program tersebut telah diterapkan terhadap tersangka yang sudah ditangkap namun belum digunakan sebagai upaya antisipatif.
"Perlu pendekatan untuk calon, sebagai pencegahan," katanya.
Upaya radikalisasi juga perlu ditangkal dengan menggelar jihad intelektual yang bersungguh-sungguh menanamkan pemahaman keagamaan yang toleran, pluralistik, dan berwawasan terbuka. Jihad ini hanya berhasil jika diikuti dua pihak sekaligus yaitu pemerintah dan golongan keagamaan.
"Kita bisa menduga pelaku kekerasan, si A atau si B. kalau sumber kekerasan tidak dihilangkan, potensi kekerasan bisa ada terus," kata Ulil.
Sependapat dengan Ulil, Dosen Univeritas Islam Negeri Jakarta Abdul Moqsith Ghazali menilai radikalisme agama semakin hari makin mengkhawatirkan. Saat ini mulai banyak anggota masyarakat yang masuk jaringan radikalisme dan terorisme agama.
"Hemat saya, langkah solutif penyelesaian jangka pendek, seperti kemarin siaga 1 saya kira tepat. Pemerintah tidak bisa membiarkan atau pura-pura tidak tahu negara terancam. Sikap tegas aparat menjadi keniscayaan," ujarnya.
Namun demikian, kata Abdul, Pemerintah harus terlibat dalam mengajarakan sebuah ajaran agama dimulai dengan adanya peninjauan kurikulum. "Jangan sampai kurikulum menjadi dinamit yang siap meledak suatu saat," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar