VIVAnews - Peneliti Divisi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, mengatakan kesulitan meminta laporan keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari partai politik. Dari sembilan fraksi di DPR, baru tiga partai yang bersedia memberikan laporan keuangan APBN, sisanya menolak.
"Cuma PKB, PKS, dan PPP, itu pun cuma 1-2 lembar, tidak lengkap," kata Ade Irawan di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu 18 September 2011.
Menurut Ade, bila fraksi-fraksi di DPR memang benar mengelola dana anggaran, maka harus dipublikasikan kepada publik. Karena dana yang digunakan itu adalah dana publik. "Ada yang beralasan belum diaudit, padahal kan ini sudah lewat 2010," kata Ade.
Dalam kesempatan ini, ICW juga mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi yang harus memperkuat sisi penindakan, bukan hanya pencegahan. Karena, bila hanya melakukan pencegahan, KPK nantinya menjadi 'Komisi Pencegahan Korupsi'.
"Kasus yang ditangani KPK ini cuma melibatkan birokrat, mestinya didorong ke aktor politik," kata Ade. Dia mengatakan KPK harus melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri kasus di dalam badan anggaran DPR itu.
"Tapi, masalahnya kan PPATK cuma gelandang posisinya, kalau diminta baru jalan. Mestinya KPK bukan cuma minta bantuan PPATK, tapi juga gunakan UU pencucian uang untuk men-tracking itu," kata dia.
Sementara, Koordinator Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam, menilai Badan Pemeriksa Keuangan masih lemah menjalankan fungsi dan tugasnya dalam melakukan audit keuangan negara. Maraknya praktik mafia anggaran di Badan Anggaran (Banggar) DPR tak bisa dilepaskan dari keberadaan Badan Pengawas Keuangan yang tidak menjalankan fungsi dan tugasnya secara maksimal.
"Korupsi anggaran tidak akan terjadi jika fungsi BPK berjalan, kami harus akui fungsi BPK lemah. BPK tidak bekerja secara maksimal dalam rangka melakukan audit keuangan negara," kata Roy Salam di kantor ICW.
Menurut Roy, kinerja BPK yang tidak maksimal bukannya tanpa alasan. BPK tak akan mampu memberikan kontribusi yang maksimal apabila mereka tak diikutsertakan dalam rapat-rapat Banggar. "Ketika misalnya, BPK sudah bekerja secara maksimal, kemudian dia masuk (rapat Banggar), mungkin bisa (berkontribusi maksimal)," ungkapnya. (art)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar