VIVAnews - Direktur Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Ronald Rofiandri, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi segera mengawasi dan mengusut praktik mafia anggaran di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Terutama sistem kinerja Banggar yang selama ini diduga banyak melakukan kesepakatan di luar rapat formal.
"KPK jangan cuma mengandalkan pada pemantauan rapat-rapat Banggar secara fisik, namun juga seharusnya menjalankan model kerja silent initiative," kata Ronald dalam jumpa pers di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu, 18 September 2011.
Ronald mengatakan langkah ini seyogyanya ditempuh KPK karena modus yang dilakukan oleh mafia anggaran sangat beragam. Dan pada umumnya tidak pernah tampil pada bilik terang.
"Sehingga, ini akan berpengaruh pada model deteksi KPK terhadap modus dan aktor mafia anggaran," ujar dia.
Langkah inisiatif DPR mengundang KPK dan BPK dalam setiap rapat, tambah Ronald, sesungguhnya merupakan langkah yang baik untuk mencegah terjadinya mafia anggaran dalam Banggar. Namun, seperti diketahui sebenarnya praktik mafia anggaran tidak terjadi di dalam rapat tersebut, tetapi di luar rapat.
"Keikutsertaan KPK dan BPK dalam setiap rapat Banggar, secara tidak langsung menegaskan bahwa pertanggungjawaban DPR tereduksi kepada KPK dan BPK," jelas dia.
Meski begitu, Ronald menuturkan, seharusnya DPR tidak hanya bertanggungjawab kepada kedua lembaga itu, tetapi bertanggungjawab kepada publik karena anggaran tersebut menyangkut kepentingan rakyat. "DPR harus berkorelasi dengan wilayah akuntabilitas publik," tegasnya. (art)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar