Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Demi keadilan dan keutuhan rumah tangga,
majelis hakim mengabaikan KUHP di kasus kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Dalam catatan detikcom, putusan ini menjadi putusan pertama di
kasus tersebut.
Kasus bermula saat kakek Sudarta (60) menikah
dengan Kamini pada 12 Januari 2005. Hubungan rumah tangga itu tidak
harmonis karena Kamini menolak berhubungan badan dan Sudarta lalu
melakukan kekerasan seperti menendang, memukul dan mencekik pada 11
Desember 2011. Atas hal ini, Kamini tidak terima lalu mengadukan ke
polisi pada Januari 2012.
Enam bulan setelahnya, mereka kembali
akur dan kembali hidup mesra. Lalu Kamini mencabut aduannya itu. Tapi
siapa nyana, aduannya dilarang dicabut karena terkena Pasal 75 KUHP yang
menyaratkan pencabutan delik pidana maksimal 3 bulan setelah laporan
dibuat. Pasal 75 KUHP itu selengkapnya berbunyi:
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
Meski
telah memohon untuk dicabut, tetapi aparat penegak hukum tetap
memproses kasus itu dan Sudarta akhirnya duduk di kursi pesakitan. Kakek
Sudarta dijerat dengan Pasal 44 UU Penghapusan KDRT dengan ancaman
maksimal 5 tahun penjara.
Untungnya palu keadilan masih berpihak
kepada Sudarta. Pada 2 Agustus 2012 Pengadilan Negeri (PN) Sumber,
Cirebon, Jawa Barat menyatakan dakwaan penuntut tidak dapat diterima.
Mendapati putusan sela ini, jaksa tidak terima lalu banding. Siapa
nyana, keadilan berbalik. Pengadilan Tinggi (PT) Bandung memerintahkan
PN Sumber melanjutkan persidangan tersebut dan mengadili kakek Sudarta.
Atas
vonis ini, giliran kakek Sudarta tidak terima. Ia mengajukan kasasi
karena rumah tangga mereka telah kembali bersatu dan pemidanaan baginya
malah bisa berakibat rumah tangga mereka berantakan. Bak mendapat durian
runtuh, permohonan kakek Sudarta dikabulkan.
"Secara normative,
pencabutan pengaduan tidak dapat dibenarkan karena telah lewat waktu 3
bulan. Tapi dari berbagai aspek perkawinan lainnya, aspek sosiologis dan
filosofis, kemanusiaan dan sebagainya, dapat dibenarkan," putus majelis
hakim kasasi sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Minggu
(21/12/2014).
Dengan alasan bahwa kemanfaatan atau kebaikan
pencabutan pengaduan jauh lebih besar dibanding apabila perkara tetap
dilanjutkan. Sebab tidak saja merugikan kepentingan Kamini dengan
Sudarta, tetapi kepentingan keluarga besar dan masyarakat.
"Lebih
dari itu, negara pun dirugikan sebab pemeriksaan suatu perkara tenetu
membutuhkan biaya yang bersumber dari keuangan negara," ucap majelis
dengan dengan ketua Dr Zaharuddin Utama dan beranggotakan Prof Dr Surya
Jaya dan Suhadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar