Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews
Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi membeberkan soal hal yang disebut
publik sebagai 'rapor' kementerian/lembaga. Yuddy menegaskan bahwa hal
itu sama sekali bukan 'rapor' atau pun evaluasi menteri.
detikcom
berkesempatan berbincang dengan Yuddy di kantornya, Jl Jenderal
Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (7/1/2016). Dia langsung menegaskan
mengenai 'rapor' itu yang sebetulnya merupakan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP).
Berikut merupakan wawancara detikcom dengan Yuddy Chrisnandi:
Apa dasar hukum dari LAKIP?
Ini
sudah dilakukan sejak 10 tahun lalu bahkan sudah masuk dalam program
kerjanya MenPANRB. Landasannya Undang-undang Nomor 28/1999 tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dari KKN, ada UU No 17/2003
tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1/2004, Peraturan Pemerintah Nomor 8
tahun 2006, PermenPANRB Nomor 12/2010 sebagainya sampai ada Perpres dan
terakhir Keppres Nomor 15/2015 tentang Pembentukan Komite Pengarah
Reformasi Birokrasi Nasional dengan salah satunya memperbaiki
akuntabilitas.
Kenapa baru sekarang diumumkan?
Dari
dulu diumumkan, lihat di website-nya MenPAN. Jadi enggak ada yang baru,
yang baru adalah keributannya. Hal ini merupakan pelaksanaan pemerintah
rutin.
Kenapa MenPANRB menilai menteri dan lembaga lain dan juga diri sendiri? Ada kaitannya di-reshuffle?
Tidak
benar kalau saya mengevaluasi menteri. Ingat lho (yang dinilai)
instansi pemerintah, bukan menteri. Kalau menteri yang berhak adalah
Presiden. Ini bukan survei, ini pelaksanaan undang-undang. Jadi sebelum
bicara, pahami dasar-dasar hukumnya. Saya bisa maklum kenapa bisa ramai,
karena dikait-kaitkan dengan reshuffle kabinet. Presiden tak bisa
didesak-desak oleh yang seperti ini, oleh partai mana pun. Karakter
Presiden Jokowi ini sangatlah independen dan mengetahui kapasitas dalam
memilih pembantu-pembantunya.
Tetapi daftar LAKIP ini
muncul di tengah isu reshuffle, apakah berarti yang menteri yang
kementeriannya mendapat nilai jelek harus diganti?
Jadi
kalau menteri memiliki hasil survei baik, akuntabilitasnya 100 persen,
tetapi tidak bisa memenuhi tugas dari Presiden, kinerjanya kurang baik
menurut Presiden, walaupun publik mendesak-desak Presiden seseorang ini
untuk dipilih atau diganti tapi Presiden mengatakan orang ini akan
dipertahankan atau diganti ya terserah Presiden. Tidak pada tempatnya
kita mendesak itu ke Presiden.
Pengumuman LAKIP disebut membuat gaduh, apa tujuan Anda sebenarnya?
Saya
justru bergembira, saya justru senang ini jadi orang mengetahui
akuntabilitas itu penting. Orang tak akan ada yang tahu tiap anggaran
fungsinya apa, dengan adanya wacana akuntabilitas ini semua orang jadi
tahu. Agar tak ada lagi KKN, tak ada lagi korupsi. Tujuan akuntabilitas
adalah pemerintah betul-betul profesional. Dia kompetitif untuk jadi
pemerintahan yang unggul. Inilah tujuan kita. Bersyukurlah ini jadi
diketahui. Birokrasi juga punya ukuran penilaian. Capaiannya sudah
sampai di sini pada akhirnya seperti yang diinginkan presiden kita, 2009
indeks kompetensi naik indeks bisnis naik.
Apa contoh hal yang dinilai dalam LAKIP itu?
Kalau
instansi itu sistem tata kelola pemerintahan, apakah satu sistem
pemerintah punya rencana kerja enggak? Ada kaitan tidak dengan hasil
yang ingin dicapai? Jangan-jangan ente cuma mau minta anggarannya saja.
Katakanlah dikasih 5 miliar Rupiah untuk perawatan gedung. Kemudian
sudah Desember ternyata gedung catnya gitu-gitu saja. Ketika ditanya,
'oh kita melakukan perawatan talang-talang', tetapi pas dicek ternyata
talangnya masih bocor. Lalu ke mana yang 5 miliar Rupiah itu?
Keberhasilan
satu departemen itu apa? Jadi kalau dikasih anggaran sekian bisa apa?
Kalau ada ukurannya secara individu, Anda punya gaji tiap bulan, apa
ukuran kinerja Anda? bukan sekadar absen, tapi kalau dulu Anda ambil
cuti sekarang tak ambil cuti. Itu kinerja ada ukurannya. Ada evaluasi
bagaimana evaluasi internal? Jadi kalau ada instansi pemerintah yang tak
punya dokumentasi bekerja, ini bener enggak sih? Makanya birokrasi juga
menentukan baik buruknya pemerintahan.
Jadi kalau
akuntabilitasnya baik itu gampang melihatnya. Misal ketika pelayanan
publiknya baik itu berarti dia meng-outsource pegawai yang juga baik
sehingga anggaran terserap. Kemudian lihat gedungnya baik atau tidak
perawatannya. Apakah parkiran tertata rapi. Kemudian ketika ada orang
datang bagaimana pelayanannya. Begitu saja.
Penilaian di LAKIP ada kaitannya dengan kinerja menteri atau pimpinan lembaga itu?
Misalnya
Kemenpora, mengapa nilainya jelek. Mungkin karena kesibukan ngurusin
PSSI, KONI, Asian Games, jajaran birokrasinya lalai melakukan kinerja
perbaikan kerja. Dengan seperti ini kan diingatkan. Ini birokarasinya
diperbaiki. Kalau Jaksa Agung, misalnya, mungkin saja sibuk bagaimana
ngurusin pidana mati, ngurusin Freeport, nah anak buahnya di dalem
enggak sempet mengerjakan apa-apa. Justru seharusnya kalau atasannya
lagi sibuk bekerja, bawahannya itu mengerjakan hal terkait birokrasinya.
Kesadaran itu yang kita perbaiki. Ente ini minta disuruh terus nih sama
bos ente, misalnya.
(bpn/hri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar