BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 08 Januari 2016

MenPANRB: Tidak Benar Kalau Saya Mengevaluasi Menteri

Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews

Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi membeberkan soal hal yang disebut publik sebagai 'rapor' kementerian/lembaga. Yuddy menegaskan bahwa hal itu sama sekali bukan 'rapor' atau pun evaluasi menteri.

detikcom berkesempatan berbincang dengan Yuddy di kantornya, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Kamis (7/1/2016). Dia langsung menegaskan mengenai 'rapor' itu yang sebetulnya merupakan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP).

Berikut merupakan wawancara detikcom dengan Yuddy Chrisnandi:

Apa dasar hukum dari LAKIP?

Ini sudah dilakukan sejak 10 tahun lalu bahkan sudah masuk dalam program kerjanya MenPANRB. Landasannya Undang-undang Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dari KKN, ada UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1/2004, Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006, PermenPANRB Nomor 12/2010 sebagainya sampai ada Perpres dan terakhir Keppres Nomor 15/2015 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dengan salah satunya memperbaiki akuntabilitas.

Kenapa baru sekarang diumumkan?

Dari dulu diumumkan, lihat di website-nya MenPAN. Jadi enggak ada yang baru, yang baru adalah keributannya. Hal ini merupakan pelaksanaan pemerintah rutin.

Kenapa MenPANRB menilai menteri dan lembaga lain dan juga diri sendiri? Ada kaitannya di-reshuffle?

Tidak benar kalau saya mengevaluasi menteri. Ingat lho (yang dinilai) instansi pemerintah, bukan menteri. Kalau menteri yang berhak adalah Presiden. Ini bukan survei, ini pelaksanaan undang-undang. Jadi sebelum bicara, pahami dasar-dasar hukumnya. Saya bisa maklum kenapa bisa ramai, karena dikait-kaitkan dengan reshuffle kabinet. Presiden tak bisa didesak-desak oleh yang seperti ini, oleh partai mana pun. Karakter Presiden Jokowi ini sangatlah independen dan mengetahui kapasitas dalam memilih pembantu-pembantunya.

Tetapi daftar LAKIP ini muncul di tengah isu reshuffle, apakah berarti yang menteri yang kementeriannya mendapat nilai jelek harus diganti?

Jadi kalau menteri memiliki hasil survei baik, akuntabilitasnya 100 persen, tetapi tidak bisa memenuhi tugas dari Presiden, kinerjanya kurang baik menurut Presiden, walaupun publik mendesak-desak Presiden seseorang ini untuk dipilih atau diganti tapi Presiden mengatakan orang ini akan dipertahankan atau diganti ya terserah Presiden. Tidak pada tempatnya kita mendesak itu ke Presiden.

Pengumuman LAKIP disebut membuat gaduh, apa tujuan Anda sebenarnya?

Saya justru bergembira, saya justru senang ini jadi orang mengetahui akuntabilitas itu penting. Orang tak akan ada yang tahu tiap anggaran fungsinya apa, dengan adanya wacana akuntabilitas ini semua orang jadi tahu. Agar tak ada lagi KKN, tak ada lagi korupsi. Tujuan akuntabilitas adalah pemerintah betul-betul profesional. Dia kompetitif untuk jadi pemerintahan yang unggul. Inilah tujuan kita. Bersyukurlah ini jadi diketahui. Birokrasi juga punya ukuran penilaian. Capaiannya sudah sampai di sini pada akhirnya seperti yang diinginkan presiden kita, 2009 indeks kompetensi naik indeks bisnis naik.

Apa contoh hal yang dinilai dalam LAKIP itu?

Kalau instansi itu sistem tata kelola pemerintahan, apakah satu sistem pemerintah punya rencana kerja enggak? Ada kaitan tidak dengan hasil yang ingin dicapai? Jangan-jangan ente cuma mau minta anggarannya saja. Katakanlah dikasih 5 miliar Rupiah untuk perawatan gedung. Kemudian sudah Desember ternyata gedung catnya gitu-gitu saja. Ketika ditanya, 'oh kita melakukan perawatan talang-talang', tetapi pas dicek ternyata talangnya masih bocor. Lalu ke mana yang 5 miliar Rupiah itu?

Keberhasilan satu departemen itu apa? Jadi kalau dikasih anggaran sekian bisa apa? Kalau ada ukurannya secara individu, Anda punya gaji tiap bulan, apa ukuran kinerja Anda? bukan sekadar absen, tapi kalau dulu Anda ambil cuti sekarang tak ambil cuti. Itu kinerja ada ukurannya. Ada evaluasi bagaimana evaluasi internal? Jadi kalau ada instansi pemerintah yang tak punya dokumentasi bekerja, ini bener enggak sih? Makanya birokrasi juga menentukan baik buruknya pemerintahan.

Jadi kalau akuntabilitasnya baik itu gampang melihatnya. Misal ketika pelayanan publiknya baik itu berarti dia meng-outsource pegawai yang juga baik sehingga anggaran terserap. Kemudian lihat gedungnya baik atau tidak perawatannya. Apakah parkiran tertata rapi. Kemudian ketika ada orang datang bagaimana pelayanannya. Begitu saja.

Penilaian di LAKIP ada kaitannya dengan kinerja menteri atau pimpinan lembaga itu?

Misalnya Kemenpora, mengapa nilainya jelek. Mungkin karena kesibukan ngurusin PSSI, KONI, Asian Games, jajaran birokrasinya lalai melakukan kinerja perbaikan kerja. Dengan seperti ini kan diingatkan. Ini birokarasinya diperbaiki. Kalau Jaksa Agung, misalnya, mungkin saja sibuk bagaimana ngurusin pidana mati, ngurusin Freeport, nah anak buahnya di dalem enggak sempet mengerjakan apa-apa. Justru seharusnya kalau atasannya lagi sibuk bekerja, bawahannya itu mengerjakan hal terkait birokrasinya. Kesadaran itu yang kita perbaiki. Ente ini minta disuruh terus nih sama bos ente, misalnya.
(bpn/hri)

Tidak ada komentar: