RMOL. Pemerintah dianggap belum memberikan perhatian kepada Pedagang Kaki Lima (PKL), terkait keberadaan mereka dalam menyokong perekonomian rakyat kecil.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, menanggapi keberadaan PKL yang kian hari kian memprihatinkan. PKL sering dianggap sebagai warga kelas dua dan menjadi penghambat pembangunan, sehingga perlu ada evaluasi mengenai kebijakan ekonomi pemerintah menyangkut PKL.
“Kami ingin agar ada evaluasi yang bersifat menyeluruh dalam melihat PKL. Akhirnya saya menyampaikan kesediaan saya untuk ikut membina menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Nasional dari asosiasi ini karena ada panggilan untuk memayungi keberadaan mereka. Ini bukan untuk menggalang kekuatan,” ungkap politisi Partai Golkar ini.
Sebelumnya diberitakan Priyo diangkat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Nasional Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI). Organisasi ini mendesak Presiden menerbitkan Perpres tentang tata kelola PKL. Selain itu, APKLI juga meminta DPR mengambil inisiasi penyusunan RUU tentang tata kelola PKL.
“Saya semakin berharap akan ada perubahan pada para PKL. Pemerintah akan saya acungi dua jempol kalau PKL yang berjumlah 22,9 juta itu bisa berkurang drastis. Nah itu baru hebat,” paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Apa saja permasalahan PKL?
Ada tiga permasalahan. Pertama, pedagang kaki lima masih dianggap sebagai warga kelas dua dalam sistem perekonomian nasional. Jadi sering diposisikan dengan paradigma yang salah terutama oleh pemerintah pusat dan daerah.
Kedua, posisi PKL itu kasihan. Mereka seperti Daud melawan Goliath, PKL saat ini menghadapi raksasa ekonomi neoliberal. Ketiga, sampai sekarang tidak ada gelagat pemerintah untuk melindungi keberadaan PKL sebagai sektor kerakyatan yang bisa bertahan dan tidak pernah utang ketika krisis berlangsung.
Memangnya paradigma yang salah seperti apa?
Potensi-potensi mereka yang seharusnya menjadi katup pengaman terhadap kerawanan sosial, malah sering dianggap sebagai biang keladi terhadap ketidaktertiban, ketidaknyamanan kota dan merusak tata kelola kota. Jadi, PKL dalam paradigma yang salah kaprah ini diposisikan lebih sebagai faktor perusak tata kota ketimbang sebagai faktor pengaman terhadap kerawanan sosial.
Berapa besar potensi mereka menjadi katup pengaman?
Dari hasil kalkulasi BPS, jumlah PKL ada 22,9 juta. Bayangkan kalau mereka punya dua anak. Artinya, PKL bisa menjadi sandaran hidup keluarganya, sehingga harus ada keinginan kita untuk menempatkan posisi yang positif dalam rangka memperjuangkan hak-hak mereka. Jadi, mereka bisa nyaman bekerja.
Saya meminta PKL menjaga ketertiban, karena saya prihatin selama ini PKL cenderung dikumuhkan dan menjadi bahan utama dari Satpol PP dan dianggap menjadi pengganggu pemerintah.
Bagaimana masalah PKL versus ritel modern?
Itu menjadi permasalahan juga bagi PKL, Pemda kita sering menggunakan kalkulasi dan keuntungan ekonomi semata dalam penempatan lahan-lahan strategis. Pemda cenderung mengizinkan pembangunan mall, market-market modern dan ritel modern seperti Carrefour ketimbang menata dan menempatkan PKL di tempat-tempat yang strategis.
Berarti Anda tidak setuju perkembangan market modern?
Saya tidak anti pembangunan mall dan tidak anti pembangunan market modern, karena itu adalah kehendak perkembangan zaman. Tetapi yang saya pertanyakan terkait pembangunan market modern itu tidak diatur dan akan menghancurkan pasar-pasar tradisional, sehingga perlu diatur mengenai jaraknya. Market-market itu silakan tumbuh subur, tapi jangan di sentra yang berdekatan dengan pasar tradisional. Jangan terlalu berdekatan dengan PKL.
Bagaimana mengembangkan potensi yang dimiliki PKL?
PKL itu memiliki kekuatan yang dahsyat untuk tetap bertahan. Itu menjadi modal mereka. Pedagang bakso misalnya, sekarang sudah dimulai dengan penataan yang bagus dan lebih modern, kami menginginkan itu pada PKL dan kami ingin PKL ke depan semakin berkurang. Mereka bisa terangkat posisinya dan menempati tempat-tempat yang strategis seperti di mall. Jadi usaha mereka semakin berkembang.
Bagaimana dengan rencana pemberian kredit dari pemerintah?
Konon kabarnya pemerintah akan memberikan kredit tanpa agunan lewat KUR (Kredit Usaha Rakyat), tapi tetap saja tidak bisa bekerja dengan baik. Sebab, bank-bank yang ditugaskan pemerintah tidak mau memberikan kredit. Makanya, saya ingin memperjuangkan agar mereka mendapatkan hak dan akses perbankan untuk modal mereka.
Anda melihat tidak ada perhatian dari pemerintah dalam hal ini?
Misalnya saja ada perhatian di pemerintah pusat, tapi nyatanya di lapangan tidak seperti itu. Apalagi di daerah, PKL tidak berkembang. [RM]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar