Jakarta (ANTARA News) - Menteri BUMN Rini M Soemarno meminta seluruh
perusahaan milik negara membatasi porsi pinjaman dalam bentuk mata uang
dolar AS untuk menghindari perusahaan dari potensi rugi kurs.
"Jika BUMN mau merealisasikan pinjaman dalam dolar AS sebaiknya 10
persen-20 persen saja, jangan lebih dari itu untuk meminimalisasi resiko
rugi kurs," kata Rini, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin.
Menurutnya, dalam menetapkan pinjaman dolar AS, perusahaan juga
harus mempertimbangkan pendapatan apakah lebih banyak dalam rupiah atau
dolar.
Rini yang sebelumnya pernah menjabat Menperindag ini mengatakan,
salah satu yang menjadi perhatiannya ketika dipercaya menjabat Menteri
BUMN Kabinet Kerja adalah banyaknya BUMN yang merugi karena fluktuasi
kurs.
"Ini menjadi risiko manajemen yang kurang prudent (kurang
hati-hati). Banyak perusahaan rugi melakukan pinjaman dalam dolar, yang
sama sekali mereka tidak memperhatikan sebetulnya pendapatan mereka
dalam rupiah," ujarnya.
Ia mengakui, BUMN memilih pinjaman dolar AS karena bunga memang
lebih murah dibanding bunga bank lokal. Namun resiko sangat tinggi jika
terjadi depresiasi rupiah.
Rini menyebutkan BUMN yang menderita rugi tersebut antara lain PT
Garuda Indonesia Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, PT Krakatau Steel Tbk.
"Garuda sendiri utangnya hampir 90 persen dalam dolar, padahal
pendapatannya dari dolar hanya 30-45 persen. Jadi risiko sangat tinggi
jika Garuda pinjam dalam dolar di atas 80 persen," tegasnya.
Pada dasarnya ujar Rini, kerugian yang diderita maskapai
penerbangan "plat merah" selain karena operasional yang menurun, dan
juga dipicu rugi kurs.
Untuk itu tambahnya, Kementerian BUMN selaku kuasa pemegang saham
perusahaan milik negara sedang menganalisa masalah rugi kurs tersebut
dan memperhitungkan porsi rupiah dan dolar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar