Hardani Triyoga - detikNews
Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan kalangan birokrat pegawai
negeri sipil masih yang menjadi pertama dalam dugaan transaksi
mencurigakan. Setelah itu, berikutnya ada kalangan politisi.
"Begini
ya kalau birokrat, PNS itu kan gajinya misalnya Rp 5 juta, tapi
transkasi Rp 20 juta, nah itu kan mencurigakan. Jadi, bisa banyak jumlah
pelakunya tapi nominalnya tidak banyak dibandingkan sama politisi,"
ujar Yusuf usai acara Workshop Antikorupsi dalam Memperingati Hari Anti
Korupsi Internasional di Gedung Aneka Bakti, Kemensos, Jakarta, Selasa
(9/12/2014).
Dia mengatakan faktor lebih mudah ditemukannya
kalangan birokrat PNS dalam kasus transaksi mencurigakan disebabkan
karena ukuran gaji. Menurutnya, besaran gaji PNS bisa diukur. Tapi,
ketika ada transaksi dengan jumlah besar, hal tersebut yang dicurigai.
Berbeda
dengan politisi yang perlu proses pengamatan agak lama untuk melihat
adanya dugaan transaksi mencurigakan. Contohnya, kata Yusuf, seperti
kasus Ketua DPRD Bangkalan, Fuad Amin yang sudah diamati sejak Mei 2013.
"Tapi,
yang lebih banyak memang birokrat PNS karena gampang diukur gajinya.
Karena jelas gajinya segitu. Tapi, kalau bicara dari segi besaran ya
memang politisi. Seperti Ketua DPRD bangkalan kemarin, Fuad Amin. Itu
kan sudah kita kirim sejak tahun lalu. Tahun kemarin dari 2013 bulan
Mei," jelasnya.
Namun, untuk ukuran besaran jumlah korupsi, politisi menempati urutan pertama.
"Kalau
soal besaran ya politisi. Itu rata-rata begitu. Kalau dari segi jumlah
orangnya ya PNS, karena PNS gampang diukur," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar