BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 14 Oktober 2013

Hamdan Zoelva: Saya Banyak Terima Info Soal Broker di MK

VIVAnews - Raut wajah Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, tampak terpukul begitu tahu atasannya, mantan Ketua MK Akil Mochtar, ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu malam 3 Oktober 2013 lalu. Bahkan pria kelahiran Kota Bima, 21 Juni 1962 itu sampai menangis.

"Saya lagi tidur, selama jadi hakim handphone saya silent. Tiba-tiba istri ada telepon bangunkan saya. Saya kaget luar biasa, bahkan sempat meneteskan air mata," ujar Hamdan malam itu.

Tengah malam itu juga ia menghubungi semua koleganya, hakim konstitusi. Malam itu juga, delapan hakim konstitusi yang ikut rapat sepakat membentuk Majelis Kehormatan untuk mengusut masalah etik kasus Akil.
Majelis yang anggotanya terdiri dari berbagai pakar hukum itu kini sudah bekerja.

Hamdan lahir dari pasangan Muhammad Hasan, seorang pensiunan guru agama, dan Siti Zaenab, seorang ibu rumah tangga yang sangat memperhatikan pendidikan agama anak-anaknya. Dalam wawancara dengan sejumlah media, termasuk VIVAnews, pekan lalu, Hamdan menanggapi sejumlah isu terkait nasib MK paska penangkapan Akil. Berikut petikannya:

Presiden akan mengeluarkan Perpu terkait MK, apa tanggapan Anda?

Menurut UUD 1945, Presiden dapat mengeluarkan Perpu dalam keadaan memaksa. Saya dan MK tidak ingin mengomentari sesuatu yang merupakan lingkup rencana kebijakan lembaga negara lain.
Itu kewenangan presiden yang tidak perlu kami komentari, karena apa? Karena hal itu potensial akan diuji di MK,  yang menurut etika hakim konstitusi tidak boleh mengomentari sesuatu yang potensial akan menjadi perkara di MK.

(Dua hari setelah penangkapan Akil, Sabtu 5 Oktober 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan pimpinan lembaga tinggi negara minus MK untuk meminta pandangan  mereka terkait MK. Pertemuan menghasilkan lima poin penyelamatan MK. Salah satunya menerbitkan Perpu yang antara lain mengatur soal seleksi hakim  konstitusi ke depannya, dan mengembalikan fungsi pengawasan MK ke Komisi Yudisial. Selengkapnya baca di sini
)

Selama ini pengawas eksternalnya (MK) kan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat silakan mengadukan apa saja kepada MK, menulis di media atau
koran.
Dulu pernah tahun 2010 atau 2011, karena ada informasi dari masyarakat, MK kemudian membentuk Majelis Kehormatan Hakim dan saat itu diproses. Majelis kehormatan ini merupakan orang-orang eksternal dan hanya satu hakim dari MK. Jadi itu mekanisme yang selama ini berjalan, jadi siapa saja boleh mengawasi MK.

Bagaimana soal rencana pengawasan MK yang akan dikembalikan ke KY?
Saat ini belum ada dalam UU, ada lembaga negara yang secara spesifik seperti KY mengawasi MK. Berdasarkan putusan MK itu tidak ada, tapi di luar itu, sejak peristiwa ini terjadi pada malam Minggu (paska Presiden mengumpulkan lembaga tinggi negara) hingga dini hari, kami diskusikan bagaimana merespon perkembangan yang ada.

Saat itu kami pikirkan langkah-langkah baru, adanya pengawasan day to day terhadap perilaku hakim. Selama ini, ada Majelis Kehormatan yang mengadili pelanggaran etik yang dianggap berat atas keputusan MK.

Kalau Majelis Pengawas Etik yang sedang kami didiskusikan secara mendalam adalah menerima laporan dari masyarakat, akan membuka kotak pengaduan yang dijamin kerahasiaannya. Masyarakat bisa mengirim email dan lain-lain kepada majelis pengawas etik. Mereka bertindak bebas independen dan merekomendasikan perilaku hakim yang dianggap melakukan pelanggaran berat untuk membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah

Yang kami sedang diskusikan soal mekanisme dan keanggotaan Majelis Pengawas Etik. Majelis ini menurut diskusi kami adalah institusi atau organ yang bersifat permanen. Ini belum final karena masih banyak aspek yang harus dipikirkan. Jadi itu hasil diskusi awal beberapa hari ini mencari penyelesaian dan solusi dalam rangka memperbaiki keadaan mahkamah ke depan.

Jika nanti sesuai Perpu KY tetap mengawasi MK, apa akan pengaruhi kinerja?


Sepanjang nanti UU itu ada, Perpu sah, dan UU ada kami hormati apa ketentuan UU.

Dalam UU, KY memang tidak bisa mengawasi MK. Bagaimana jika ada judicial review?

Tidak bisa kami larang masyarakat untuk judicial review, bisa saja itu terjadi, itu adalah hak konstitusional yang dijamin UUD. Apa putusannya saya tidak tahu. Perkembangan konstitusi kan selalu dinamis, kami tidak tahu apa pendapat hakim, makanya saya tidak ingin mengomentari lebih jauh, memang sudah pernah ada putusan tahun 2006 tentang kewenangan KY.

Sejumlah elemen menuntut MK dibubarkan, apa sikap MK?


Kalau MK dibubarkan itu melanggar konstitusi, merusak prinsip negara hukum, tidak boleh terjadi dimana pun karena merusak negara Indonesia yang berdasarkan konstitusi dan hukum.
Sama halnya membubarkan DPR, MA, atau lembaga negara lain, itu tidak mungkin, kecuali MPR mengadakan sidang, mengubah UUD.
Menghapus MK dari lembaga negara yang ada, itu bisa saja, tapi itu terlalu jauh. Keberadaan MK sudah dipikirkan secara matang, secara serius. MPR mengubah UUD dengan memasukan MK sebagai salah satu lembaga negara yang mengawal konstitusi. Kalau kehilangan satu lembaga nanti akan pincang jalannya negara.

Setelah penangkapan Akil, banyak yang ragu dengan keputusan yang ditetapkan MK sebelumnya. Bagaimana sebetulnya keputusan diambil?

Begini, putusan MK itu diputus 9 orang, semuanya. Memang dalam perkara pemilukada, kebijakan MK adalah dalam proses dengar jawaban dan dalil para pihak ditangani oleh hakim panel yang terdiri dari tiga orang hakim.
Demikan juga untuk mendengarkan saksi dan bukti, juga oleh panel. Kenapa? Karena banyaknya perkara pemilu, jadi tidak mungkin semuanya dilakukan dalam sidang pleno, tidak akan selesai. Sehingga kebijakan MK untuk menyelesaikannya, perkara diperiksa panel sampai pembuktian. Nanti pembuktian ada dua tahap lagi, tahap permusyawaratan hakim dan tahap vonis pengambilan putusan.

Dalam tahap permusyawaratan hakim, panel melapor ke pleno hakim tentang perkara yang sedang ditangani dan pada saat itu didiskusikan apakah dikabulkan atau ditolak. Karena itulah putusan perkara pemilukada diputuskan oleh 9 orang dan dibacakan di sidang terbuka untuk umum.

Yang kedua, posisi ketua di MK hanya memimpin rapat tidak sebagai komando, komandan. Dia memiliki suara yang sama dengan yang lain, baik anggota atau hakim memiliki satu suara. Kalau ada 1 atau 2 yang disogok, katakanlah begitu, itu tidak bisa pengaruhi putusan, karena masih ada yang lain yang tentu berpikir jernih.
Saya tegaskan, bahwa putusan MK sebelumnya selama ini final sah dan penuh keyakinan berdasarkan kebenaran dan sumpah jabatan, tidak ada yang bisa kita tinjau lagi. Kami putuskan dengan keyakinan.

Dengan ditangkapnya Akil, bagaimana proses pengambilan keputusan di MK?
Saya ganti seluruh panel, saya menggantikan Pak Akil. Mulai minggu depan ada panel baru, satu panel 4 orang, satu diketuai oleh saya, satu oleh Pak Harjono, mulai minggu depan soal pemilukada.

Bagaimana tanggapan Anda soal isu broker di MK?
Saya banyak terima informasi dari dulu, tapi kami tidak pernah dapat buktikan ada broker. Ada 1 laporan kami terima, lalu kami klarifikasi dan bicarakan dalam rapat.
Ketika kasus ini masih berjalan, nama broker disebut, kami sampaikan pada beberapa orang yang melaporkan, di mana orang itu beroperasi untuk ditindaklanjuti, tapi sampai kejadian ini (penangkapan Akil), belum ada hasilnya. Memang ada laporan, memang kami bahas dan ditindaklanjuti.

Soal Akil, apakah betul sudah mengundurkan diri?
Benar, lewat surat yang ditulis tangan Pak Akil. Kami sudah serahkan ke Majelis Kehormatan untuk ditindaklanjuti. Surat kami terima Sabtu (6/10/2013) kira-kira jam 24.00 WIB.
Saat itu saya langsung bacakan di hadapan hakim konstitusi yang sedang mengadakan rapat, dan setelah itu kami langsung serahkan ke Majelis, karena seluruh keanggotaan Pak Akil masuk dalam wilayah Majelis Kehormatan. Kami serahkan sepenuhnya apa yang harus dilakukan terhadap surat itu.

Tidak ada komentar: