BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 17 Oktober 2013

Kriminolog: Pembunuhan Holly, Pelajaran Bagi Pria Pemilik Istri Simpanan

Mega Putra Ratya - detikNews

Jakarta - Misteri pembunuhan Holly Angela Ayu terungkap. Aktor intelektualnya tidak lain adalah suami sirinya sendiri yakni pejabat esolon I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Gatot Supiartono.

Peristiwa pembunuhan Holly serta terungkapnya kelompok pelaku dan otak perencana, harus menjadi pelajaran dan peringatan bagi pria mana pun yang secara avonturistik memiliki perempuan atau isteri simpanan.

"Semua bisa membuka peluang untuk berujung pada kekerasan mematikan, sebagai solusi. “Maka pembunuhan Holly Angela, harus menjadi pelajaran bagi pria avonturistik,”kata krimonolog Mulyana W Kusumah dalam pernyataannya, Kamis (17/10/2013).

Mulyana mengatakan hubungan sosial yang awalnya penuh muatan asmara, bisa berkembang menjadi interaksi patologis penuh tuntutan, desakan, tekanan. Bahkan ancaman dan bentuk kekerasan verbal serta kekerasan fisik mau pun psikis.

Terungkapnya pembunuhan tersebut dalam waktu relatif cepat merupakan prestasi jajaran Polda Metro Jaya yang harus diapresiasi. Kelompok pelaku yang dibayar, jelas bukan contract killers profesional.

"Modus operandi para pelaku, mulai dari persiapan, eksekusi sampai pasca eksekusi, meninggalkan jejak dan bukti jelas, sehingga mudah diungkap," tutur Direktur Eksekutif Seven Strategis Studies (7SS).

Mulyana menilai latar belakang hubungan korban dengan otak pelaku, adalah hubungan asmara yang cukup lama. Seiring berjalannya waktu, berkembang menjadi interaksi patologis
"Sebelum keputusan menghilangkan nyawa korban, diyakini sering terjadi peristiwa saling menyiksa secara psikologis," ungkapnya.

Proses interaksi patologis kian parah, ketika intensitas tuntutan korban atas fasilitas dan materi, meningkat. Tekanan terbesar bagi Gatot, membuatnya sangat terganggu, keinginan korban untuk diberikan status dan perlakuan sosial sama seperti isteri sah.

"Misalnya yang umum terjadi, tuntutan tampil bersama di hadapan publik, apalagi desakan korban untuk menceraikan isteri sah, secara kriminologis dapat merupakan faktor pendorong (predisposing factors) pembunuhan,” kata mantan anggota KPU ini.

Di samping faktor pendorong tersebut, diduga kuat terdapat faktor pencetus (precipitating factors), misalnya ketika korban memaksakan tenggat waktu realisasi tuntutan. Sebagai PNS golongan IV E, Eselon I, dengan rekam jejak panjang sebagai auditor, tersangka GS sudah pasti sangat khawatir, reputasi sosialnya akan rusak.

"Kalau korban terus hidup, akan mengganggu kedudukan sosial, karir dan juga keluarga GS," jelasnya.

Tidak ada komentar: