BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 16 Maret 2015

Kala DKI Kehabisan Moge Voorijder, Warning Ahok hingga JK Kena Macet di Jepang

Nograhany Widhi K - detikNews
Jakarta - Polda Metro Jaya kehabisan armada motor gede. Namun, utilisasi motor gede dari Brigade Motor (BM) itu bukan dipakai untuk melayani publik melainkan untuk mengawal pejabat. Jadi BM itu kini malah identik dengan fasilitas pejabat. Hal ini berbeda yang ditemui di Jepang.

Saat Wapres Jusuf Kalla tiba dalam kunjungan kerja di Jepang melalui Bandara Internasional Haneda, Tokyo, pada Jumat (13/3/2015) lalu, sama sekali tidak tampak motor voorijder dalam iring-iringan mobil rombongan Wapres JK.

Padahal, waktu JK tiba di Tokyo adalah pada pagi hari, pukul 08.25 waktu setempat (+9 GMT), saat para warga ibu kota negara matahari terbit sedang bergeliat memulai aktivitasnya. Jarak antara bandara dengan hotel kurang lebih 20 kilometer dan harus ditempuh selama 30 menit.

Dengan jarak dan waktu tempuh di saat lalu lintas sedang sibuk-sibuknya, bahkan iring-iringan mobil harus mendahulukan pejalan kaki yang menyeberang.

"Kalau di sini tak ada istilah mana pejabat atau bukan, semua harus mendahulukan pejalan kaki. Pejabat juga tidak dikawal voorijder," ujar salah seorang staf KBRI di Jepang.

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Bila di Jepang, Wapres JK mesti mengikuti kebiasaan di sana yang tak dikawal voorijder, di Indonesia memang ada prosedur tetap pengamanan sekelas Presiden dan Wapres. Namun, sampai pejabat tingkat ke berapa yang harus dikawal voorijder?

Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala mengatakan, total ada 170 pejabat yang meminta pengawalan melekat anggota Satuan Patroli dan Pengawalan (Patwal) Ditlantas Polda Metro Jaya yang menggunakan motor voorijder. Sedangkan motor BM yang ada di Polda Metro Jaya hanya 160 unit. Ada defisit 10 unit yang lantas ditutup oleh Mabes Polri.

Adrianus menyebutkan ada beberapa kriteria pejabat yang bisa diberikan pengawalan melekat seperti RI 1 dan RI 2. Namun, ada sejumlah pejabat yang tidak semestinya mendapatkan pengawalan melekat, meminta fasilitas tersebut.

"Kalau presiden dan wakil presiden dalam undang-undang protokoler memang diatur. ‎Tapi sekarang anggota DPR, DPD, Watimpres semua minta pengawalan. Maka tadi 170 BM itu sekarang habis untuk melayani mereka tiap hari," ungkapnya.

Mengenai pemakaian voorijder ini, Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) pernah mewanti-wanti jauh-jauh hari. Ahok mengimbau agar mobil pejabat tidak dikawal oleh voorijder. Ia menyarankan pengawalan itu lebih baik diberikan kepada pemadam kebakaran dan ambulans.

"Tidak boleh pakai kawalan motor karena lawan UU, saya pun nggak pakai. Jadi wali kota nggak boleh, kecuali ada acara apa. Kalau ramai-ramai naik bus bisa," ujar Ahok kepada wartawan di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Jumat (2/1/2015).

"Jadi motor hanya buat kawal pemadam kebakaran dan ambulans, kalau kawal kita sebagai pejabat nggak boleh. Siapapun itu nggak boleh," sambungnya.

Mantan Bupati Belitung Timur itu bahkan mengancam jika ada satuan Dinas Perhubungan yang memberi pengawalan maka ia tak segan-segan mencopot jabatannya. "Kalau ada Dishub berikan kawalan itu saya akan copot Dishub!" tegas Ahok.

Tidak ada komentar: