BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 13 Maret 2015

Kisah 3 Nenek Renta yang Dituduh Mencuri

 Nograhany Widhi K - detikNews
Jakarta - Usia mereka sudah senja namun masih saja dibawa menjadi pesakitan di meja hijau. Kondisi nenek-nenek itu suatu ironi bila dibandingkan dengan penggarong uang negara yang bahkan ada yang masih bebas berkeliaran. Siapa saja nenek malang itu?
1. Nenek MinahKetika sedang asik memanen kedelai, mata tua Minah tertuju pada 3 buah kakao ranum di Dusun Sidoarjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, pada 2 Agustus 2009 lalu. Dari sekadar memandang, Minah kemudian memetiknya untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Lahan garapan Minah ini juga dikelola oleh PT Rumpun Sari Antan (RSA) untuk menanam kakao.

Setelah dipetik, 3 buah kakao itu tidak disembunyikan melainkan digeletakkan begitu saja di bawah pohon kakao. Dan tak lama berselang, lewat seorang mandor perkebunan kakao PT RSA. Mandor itu pun bertanya, siapa yang memetik buah kakao itu. Dengan polos, Minah mengaku hal itu perbuatannya. Minah pun diceramahi bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan karena sama saja mencuri.

Sadar perbuatannya salah, Minah meminta maaf pada sang mandor dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. 3 Buah kakao yang dipetiknya pun dia serahkan kepada mandor tersebut. Minah berpikir semua beres dan dia kembali bekerja.

Namun dugaanya meleset. Peristiwa kecil itu ternyata berbuntut panjang. Sebab seminggu kemudian dia mendapat panggilan pemeriksaan dari polisi. Proses hukum terus berlanjut sampai akhirnya dia harus duduk sebagai seorang terdakwa kasus pencuri di Pengadilan Negeri (PN) Purwokerto.

Dan hari Kamis (19/11/2009), majelis hakim yang dipimpin Muslih Bambang Luqmono SH memvonisnya 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Minah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Menurut pantauan detikcom saat itu, suasana persidangan Minah berlangsung penuh keharuan. Selain menghadirkan seorang nenek yang miskin sebagai terdakwa, majelis hakim juga terlihat agak ragu menjatuhkan hukum. Bahkan ketua majelis hakim, Muslih Bambang Luqmono SH, terlihat menangis saat membacakan vonis.

"Kasus ini kecil, namun sudah melukai banyak orang," ujar Muslih.

Vonis hakim 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan disambut gembira keluarga, tetangga dan para aktivis LSM yang mengikuti sidang tersebut. Mereka segera menyalami Minah karena wanita tua itu tidak harus merasakan dinginnya sel tahanan.

 2. Nenek Artija
Nenek Artija yang berusia 70 tahun pada 2013 lalu, dilaporkan oleh anak kandungnya sendiri Manisa yang mengaku jika pohon yang dicuri dengan cara ditebang itu berada di tanah miliknya. Manisa mengaku, hanya melaporkan kakak kandungnya, Ismail dan anaknya Syafii.

"Waktu itu yang saya laporkan adalah kakak saya, Ismail dan anaknya yang bernama Syafii. Saya tidak pernah melaporkan ibu saya karena sebagai anak saya juga mencintainya," kata Manisa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jember, Kamis (25/4/2013) siang.

Manisa juga mengaku terkejut, ketika dalam perkembangan kasusnya, ternyata ibu kandungnya Artija juga menjadi tersangka, karena dianggap sebagai orang yang menyuruh menebang pohon. Manisa menduga, masuknya Artija dalam kasus ini, merupakan upaya yang dilakukan Ismail dan Syafii bersama penasihat hukumnya.

"Itu kan memang rekayasa mereka agar ibu saya tersangkut. Padahal saya tidak pernah melaporkan ibu saya. Kalau saya diminta mencabut laporan dan berdamai dengan ibu saya, ya saya mau. Tapi kalau diminta berdamai dengan Ismail dan anaknya, saya menolak," tegas ibu dua anak ini.

Manisa juga menegaskan bahwa kayu yang ditebang Ismail dan Syafii merupakan pohon yang tumbuh di atas tanahnya. Tanah itu telah dibeli Manisa pada tahun 2002 lalu. Dia terpaksa membeli tanah itu karena oleh pemiliknya akan diwakafkan dan dijadikan kuburan

Sementara penasihat hukum terdakwa, Abdul Haris Afianto SH menampik tudingan bahwa dirinya merekayasa masuknya nama Artija dalam kasus tersebut. Menurut pengacara yang akrab disapa Alfin itu, masuknya nama Artija murni kewenangan polisi sebagai penyidik. Sebab Artija mengaku penebangan kayu itu atas perintahnya sehingga perempuan itu dianggap sebagai orang yang turut serta.

Dalam beberapa kali sidang, Artija selalu histeris karena tidak kuat menahan beban atas kasus yang melilitnya. Bahkan perempuan itu sempat dipapah ke luar sidang karena nyaris pingsan.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jember akhirnya menghentikan sidang kasus nenek Artija. Majelis hakim menyatakan tuntutan atas kasus pencurian kayu yang dialamatkan kepada warga lingkungan Gempal, Keluarahan Wirolegi, Kecamatan Sumbersari itu, tidak dapat diterima.

"Berdasarkan surat pencabutan perkara dari Kejaksaan Negeri Jember dan demi rasa keadilan masyarakat, maka majelis hakim memutuskan tuntutan terhadap terdakwa Ismail, Syafii dan Artija alias Bu Ismail, tidak dapat diterima," kata ketua Majelis Hakim Ari Satyo Rancoko SH dalam persidangan, Kamis (16/5/2013).

Begitu hakim mengetukkan palu sidang, Artija pun tak kuasa membendung air matanya. Perempuan berusia 72 tahun itu pun langsung berdiri dari tempat duduknya dan menyalami majelis hakim, diikuti anaknya Ismail dan cucunya Syafii yang juga menjadi terdakwa.

Sambil terus meneteskan air mata, Artija mengucapkan terima kasih kepada 3 hakim yang menyidangkan kasus pencurian kayu bakar itu.

3. Nenek Asyani
Seorang nenek 63 tahun menangis histeris di ruang sidang pengadilan negeri (PN) Situbondo, Jatim. Asyani alias Bu Muaris, asal Kecamatan Jatibanteng, meminta belas kasihan majelis hakim, agar dibebaskan dari tuduhan pencurian kayu jati (illegal logging).

Sebab, kayu yang ditebang sekitar 5 tahun lalu itu, berada di atas lahannya sendiri. Asyani menangis histeris, saat kuasa hukumnya dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nusantara Situbondo membacakan eksepsi atau pembelaan.

Nenek Asyani ini dijerat dengan pasal 12 juncto pasal 83 UU Nomor 18 tahun 2013, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan.

"Penyidikan kasus ini terkesan dipaksakan. Terdakwa dipaksa mengakui atas perbuatan yang tidak dilakukan guna menyempurnakan BAP sesuai yang diinginkan penyidik. Ini jelas tidak sesuai dengan UU dan sudah melanggar HAM," kata Supriyono, kuasa hukum terdakwa, Senin (9/3/2015).

Keterangan yang diperoleh detikcom menyebutkan, kasus penebangan 7 batang kayu jati yang menyeret Asyani ini terjadi sekitar 5 tahun lalu. Namun, pihak Perhutani melaporkan kasus ini pada Agustus 2014 lalu.

Nenek Asyani pun ditahan oleh penyidik sejak 15 Desember 2014. Selain itu, lokasi penebangan pohon itu disebut-sebut berada di lahan milik Asyani. Kepemilikan lahan itu konon juga dikuatkan dengan catatan di buku catatan tanah di kantor desa setempat.

Saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Situbondo, Kamis (12/3/2015), Asyani menangis dan menjerit, saat melihat salah satu Mantri Perhutani berada di ruang sidang. Konon, si mantri itulah yang melaporkan kasus pencurian kayu Asyani ke Mapolsek Jatibanteng.

"Been se tege ka engkok, engkok tak tao alako ngecok (Kamu yang tega ke saya. Saya tidak pernah mencuri)," jerit Asyani saat duduk di kursi pesakitan PN Situbondo.

Nenek Asyani histeris, saat tanggapan terhadap nota pembelaan kuasa hukumnya baru saja selesai dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ida Hariyani. Dia baru berangsur tenang setelah kuasa hukumnya dan JPU berusaha menenangkan. Salah satu kuasa hukumnya, H Supriyono, juga meminta agar si mantri perhutani keluar dari ruang sidang.

Munculnya tudingan rekayasa penyidikan terhadap Asyani dibantah keras aparat kepolisian di Situbondo. Polisi memastikan, proses penyidikan yang dilakukan Unit Reskrim Polsek Jatibanteng sudah sesuai prosedur. Sehingga tahapan penyidikan bisa diselesaikan dan berkas dinyatakan sempurna oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Situbondo.

"Proses penyidikan sudah selesai dan sekarang sudah memasuki tahap persidangan. Silakan hormati proses hukum yang berjalan, agar tidak muncul opini yang justru bisa membingungkan masyarakat. Kalau ada yang merasa dirugikan, silakan tempuh jalur hukum," kata Kasubbag Humas Polres Situbondo, Ipda H Nanang Priambodo, Kamis (12/3/2015).


Tidak ada komentar: