BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 10 Maret 2015

Soal Subsidi Rp 1 Triliun, Parpol Harus Bisa Transparan Kelola Dana

M Iqbal - detikNews
Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melontarkan wacana soal pendanaan bagi partai politik mencapai Rp 1 triliun, untuk mencegah praktik korupsi. Subsidi dari negara bagi parpol sebetulnya sudah berlangsung, namun tidak mencapai‎ angka seperti yang diwacanakan Tjahjo.

Dalam UU Nomor 2 Tahun 2011, pasal 34 mengatur keuangan parpol bersumber dari iuran anggota, sumbangan yang sah menurut hukum dan bantuan keuangan dari APBN dan APBD. Nah, sumbangan dari negara ini hanya diberikan kepada parpol yang mendapat kursi di legislatif dengan angka yang proporsional sesuai perolehan kursi.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni, menilai sepakat dengan subsidi negara yang lebih besar untuk partai politik dibandingkan yang saat ini berlaku yaitu Rp 108 per suara sah. Tapi perlu diatur lebih jelas bahkan perlu Undang-undang baru yang mengatur itu.

"Partai selalu mempersoalkan keterbatasan pendanaan dan kemudian dalam beberapa kasus menjadikan anggaran negara baik APBN/APBD sebagai bancakan untuk pembiayaan parpol. Mereka lalu mencari sumber-sumber ilegal untuk pembiayaan parpol. Parahnya lagi parpol bahkan dikuasai elit-elit pemilik modal yang menggunakan uang sebagai alat kekuasaan," papar Titi Anggraini kepada detikcom, Senin (9/3/2015).

Titi memaparkan, tujuan bantuan keuangan partai politik adalah menjaga kemandirian partai politik. Sebab, jika kebutuhan dana partai politik lebih banyak dipenuhi para penyumbang, maka partai politik cenderung memperhatikan kepentingan penyumbang daripada kepentingan anggota atau rakyat dalam mengambil keputusan atau kebijakan.

"Apabila hal itu terjadi, maka posisi dan fungsi partai politik sebagai wahana memerjuangkan kepentingan anggota atau rakyat, menjadi tidak nyata. Di sinilah nilai strategis bantuan keuangan partai politik dari negara," ujar pengamat Pemilu itu.

‎"Apakah itu berarti bantuan kuangan partai politik harus dinaikkan? Jawabnya jelas ya. Namun, sampai berapa besar kenaikannya dan bagaimana menentukan besaran bantuan keuangan parpol menjadi masalah penting yang memerlukan jawaban seksama," imbuhnya.

Sebab, hal itu tidak hanya terkait dengan masalah ketersediaan dana APBN, kesiapan partai politik dalam mengelola dana bantuan, dan kesungguhan pengurus partai politik dalam mempraktekkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga menyangkut persepsi masyarakat atas kinerja partai politik.

Namun Titi menegaskan, penguatan atau penambahan jumlah subsidi negara untuk parpol harus disertai prasyarat wajib transparansi, keterbukaan, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat dalam pengelolaannya. Bukan cek kosong saja.

"Selain itu harus ada proposal resmi yang harus diajukan parpol untuk mendapatkan dana ini. Dana ini juga penggunaannya harus dibatasi hanya untuk rekrutmen dan kaderisasi parpol," ujar pengamat pemilu itu.

Karena kalau tak ada peraturan dan mekanisme yang bisa menjamin untuk akuntabilitas, pengawasan dan transparansi keuangan partai politik, maka gagasan penambahan subsidi ini kata Titi sebaiknya ditinjau ulang.

"Menurut kami harus didorong dibuatnya satu UU khusus yang mengatur tentang keuangan partai politik yang mengatur keseluruhan keuangan parpol dari hulu ke hilir," ucapnya.

Tidak ada komentar: