Sembilan orang wafat tertabrak mobil ketika sedang berjalan kaki di trotoar. Tragedi ini terjadi di jalan Ridwan Rais di Gambir, di depan kantor Kementerian Perdagangan, pada Minggu pagi yang cerah pukul 11.00, tanggal 22 Januari 2012.
Salah satu dari mereka yang bernasib malang ini adalah anak berusia 2.5 tahun. Juga seorang perempuan yang hamil muda. Selain itu 3 orang luka-luka.
Urutan peristiwa itu terlalu mengerikan untuk diulang. Pendek kata mobil itu menabrak beberapa kelompok pejalan kaki yang baru selesai menikmati olahraga pagi di lapangan Monas. Hari itu adalah hari bebas kendaraan di Thamrin-Sudirman.
Penumpang dan pengendara mobil yang menabrak itu keluar dari sebuah hotel mewah di kawasan itu. Pengemudinya, Apriani Susanti (29 tahun), tak memiliki surat izin mengemudi dan tak membawa STNK.
Kita tentu berharap bahwa sistem negeri kita pada akhirnya akan menemukan keadilan untuk semua pihak.
Tetapi peristiwa ini terlalu mengerikan serta mahal untuk dilupakan begitu saja, bilapun keadilan nantinya tercapai. Kejadian ini layak dikenang untuk menjadi peringatan selamanya agar siapapun berhati-hati ketika mengendarai mobil, mesin pembakar sumber polutan itu.
Siapapun juga harus memenuhi syarat-syarat dan peraturan. Polisi harus menjalankan fungsinya dengan baik. Pemerintah daerah harus memenuhi kewajibannya bagi para pejalan kaki.
Undang-undang Republik Indonesia tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menegaskan bahwa pejalan kaki harus didahulukan. Fasilitas juga harus dibangun untuk para pejalan kaki. Tapi kenyataan masih jauh dari harapan.
Lini masa akun @JalanKaki di Twitter dipenuhi ucapan bela sungkawa sepanjang hari hingga malam atas peristiwa tersebut. Banyak masalah diungkapkan.
Kita semua tahu, misalnya, antara lain betapa bahkan menyeberang di zebra cross sekarang sulit sekali bagi pejalan kaki. Padahal peraturan yang ada secara universal di dunia, termasuk yang ada di Indonesia, menyatakan bahwa kendaraanlah yang harus mengalah untuk pejalan kaki dimana pun, apalagi di zebra cross. Tetapi sopan santun yang paling dasarpun kini tak lagi kita temukan di jalan-jalan ibukota ini. Bukankah perilaku di jalan mencerminkan peradaban bangsa?
Saya dengan rendah hati ingin mengusulkan agar dibangun sebuah tugu untuk memperingati korban tabrakan ini. Tugu ini juga sekaligus peringatan untuk kehati-hatian mengendarai kendaraan bermesin. Saya usulkan letaknya di Taman Tugu Tani, yang cukup dekat dari lokasi peristiwa tragis itu.
Taman ini cukup luas untuk menerima satu lagi tugu. Dapat diselenggarakan suatu sayembara untuk merancang tuga peringatan yang bagus, sambil tetap menghormati Tugu Tani dan keindahan keseluruhan taman itu. Tugu ini penting agar bangsa kita senantiasa rajin belajar dari peristiwa-peristiwa tragisnya sendiri.
Dan kita usulkan juga Tanggal 22 sebagai Hari Pejalan Kaki?
Marco Kusumawijaya adalah arsitek dan urbanis, peneliti dan penulis kota. Dia juga direktur Rujak Center for Urban Studies dan editor http://klikjkt.or.id.
Anda ada ide untuk mendorong agar keselamatan pejalan kaki diutamakan? Kirim pendapat dan usul Anda di kotakita@yahoo-inc.com
Salah satu dari mereka yang bernasib malang ini adalah anak berusia 2.5 tahun. Juga seorang perempuan yang hamil muda. Selain itu 3 orang luka-luka.
Urutan peristiwa itu terlalu mengerikan untuk diulang. Pendek kata mobil itu menabrak beberapa kelompok pejalan kaki yang baru selesai menikmati olahraga pagi di lapangan Monas. Hari itu adalah hari bebas kendaraan di Thamrin-Sudirman.
Penumpang dan pengendara mobil yang menabrak itu keluar dari sebuah hotel mewah di kawasan itu. Pengemudinya, Apriani Susanti (29 tahun), tak memiliki surat izin mengemudi dan tak membawa STNK.
Kita tentu berharap bahwa sistem negeri kita pada akhirnya akan menemukan keadilan untuk semua pihak.
Tetapi peristiwa ini terlalu mengerikan serta mahal untuk dilupakan begitu saja, bilapun keadilan nantinya tercapai. Kejadian ini layak dikenang untuk menjadi peringatan selamanya agar siapapun berhati-hati ketika mengendarai mobil, mesin pembakar sumber polutan itu.
Siapapun juga harus memenuhi syarat-syarat dan peraturan. Polisi harus menjalankan fungsinya dengan baik. Pemerintah daerah harus memenuhi kewajibannya bagi para pejalan kaki.
Undang-undang Republik Indonesia tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menegaskan bahwa pejalan kaki harus didahulukan. Fasilitas juga harus dibangun untuk para pejalan kaki. Tapi kenyataan masih jauh dari harapan.
Lini masa akun @JalanKaki di Twitter dipenuhi ucapan bela sungkawa sepanjang hari hingga malam atas peristiwa tersebut. Banyak masalah diungkapkan.
Kita semua tahu, misalnya, antara lain betapa bahkan menyeberang di zebra cross sekarang sulit sekali bagi pejalan kaki. Padahal peraturan yang ada secara universal di dunia, termasuk yang ada di Indonesia, menyatakan bahwa kendaraanlah yang harus mengalah untuk pejalan kaki dimana pun, apalagi di zebra cross. Tetapi sopan santun yang paling dasarpun kini tak lagi kita temukan di jalan-jalan ibukota ini. Bukankah perilaku di jalan mencerminkan peradaban bangsa?
Saya dengan rendah hati ingin mengusulkan agar dibangun sebuah tugu untuk memperingati korban tabrakan ini. Tugu ini juga sekaligus peringatan untuk kehati-hatian mengendarai kendaraan bermesin. Saya usulkan letaknya di Taman Tugu Tani, yang cukup dekat dari lokasi peristiwa tragis itu.
Taman ini cukup luas untuk menerima satu lagi tugu. Dapat diselenggarakan suatu sayembara untuk merancang tuga peringatan yang bagus, sambil tetap menghormati Tugu Tani dan keindahan keseluruhan taman itu. Tugu ini penting agar bangsa kita senantiasa rajin belajar dari peristiwa-peristiwa tragisnya sendiri.
Dan kita usulkan juga Tanggal 22 sebagai Hari Pejalan Kaki?
Marco Kusumawijaya adalah arsitek dan urbanis, peneliti dan penulis kota. Dia juga direktur Rujak Center for Urban Studies dan editor http://klikjkt.or.id.
Anda ada ide untuk mendorong agar keselamatan pejalan kaki diutamakan? Kirim pendapat dan usul Anda di kotakita@yahoo-inc.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar