RMOL. Hingga akhir tahun ini, diperkirakan ada 21 mall akan dibangun di ibukota. Padahal, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah mengeluarkan keputusan penundaan pembangunan mall pada 2011 hingga 2012. Pemprov DKI dinilai telah melakukan pembohongan publik.
Hal itu dikatakan pengamat tata kota Nirwono Yoga. Seharusnya, kata Nirwono, masyarakat bisa melakukan class action.
“Pemprov DKI melakukan pembohongan publik,” tudingnya kepada Rakyat Merdeka.
Nirwono menyatakan, pembangunan mall terus berlanjut, karena adanya tarik menarik kepentingan antara Pemprov DKI dengan pengembang.
Pembangunan mall, katany, juga tidak pernah memperhatikan lingkungan sekitar, tidak melalui pertimbangan mendalam. “Cenderung tidak transparan kepada masyarakat. Terkesan selalu ada permainan. Tahu-tahu, izin sudah keluar,” singgungnya.
Dengan kondisi demikian, sambung Nirwono, masyarakat akhirnya bisa menilai keberpihakan Pemprov DKI. Kalau Pemprov DKI mudah memberi izin pembangunan mall, nilainya, ke depan Jakarta akan terus menghadapi masalah lingkungan dan perkotaan yang makin rumit.
“Kalau sudah begitu, yang menanggung tentunya masyarakat secara langsung. Pemerintah mana ada yang mau tanggung jawab,” cetusnya.
Pengamat perkotaan lainnya, Yayat Supriatna menilai, pembangunan mall merupakan bagian kepentingan pemprov demi mengeruk keuntungan. Padahal, keberadaan mall sangat merugikan warga ibukota. Di samping jadi salah satu biang kemacetan, mall dinilai cenderung tidak memperhatikan kondisi lingkungan. Misalnya, mengurangi ruang terbuka hijau (RTH) dan penyedotan air tanah yang berlebihan.
Karena itu, dosen planologi Universitas Trisakti ini mempertanyakan, apakah mall masih menjadi basis investasi di Jakarta bagi pemprov. “Lalu jika pemprov ingin berhenti membangun mall, tergantung keberanian pemprov sendiri,” tegasnya.
Sebab, ingat Yayat, pembangunan mall pada dasarnya harus mendapatkan izin pemprov. Jika masih diberikan izin, dia mempertanyakan keberpihakan pemprov dalam mengurai kemacetan.
Selama ini, lanjutnya, kekuatan pengembang dan pemilik modal lah yang membuat mall terus tumbuh. “Investasi Pemprov DKI dengan membangun mall saat ini sudah tidak diperlukan lagi,” cetus Yayat.
Penilaian berbeda dinyatakan Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto. Menurutnya, moratorium mall sebenarnya tidak banyak berpengaruh. Sebab, izin pembangunan biasanya sudah dikantongi pengembang sebelum peraturan dikeluarkan.
Ferry menghitung, tahun ini pasokan kumulatif mall di Jakarta bakal tumbuh 5,6 persen atau seluas 335.456 meter persegi. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibanding tahun lalu, dimana pasokan bertambah 4,5 persen menjadi 5,95 juta meter persegi.
Selama 2012 hingga 2013, jeFerry, di Jakarta akan bertambah 21 pusat perbelanjaan baru. Total luas lantainya mencapai 827.376 meter persegi. Di antara pasokan mall-mall baru tersebut, separuhnya sudah melebihi 50 persen tahap konstruksi. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar