VIVAnews -
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara dalam
penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) tingkat pendidikan dasar dan
menengah yang bersumber dari dana APBN Tahun 2012-2013.
Ketua BPK, Hadi Poernomo, dalam penyerahan ikhtiar pemeriksaan semester I Tahun 2013 kepada DPR di Jakarta, Selasa 1 Oktober 2013, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan adanya 14 kasus yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp37,55 miliar. Dari jumlah tersebut, telah ditindak lanjuti dengan menyetor uang ke kas negara senilai Rp17 miliar.
Menurut Hadi, selain menemukan adanya kerugian negara, ada beberapa kelemahan pelaksanaan UN. Antara lain, anggaran disusun hanya berdasarkan pengalaman tahun lalu tanpa mendasarkan dokumen pendukung yang lengka dan tanpa dasar perhitungan. Perhitungan kebutuhan dana juga tidak didukung dengan dasar yang cukup dan jumlah siswa yang tidak jelas.
Selain itu, kelemahan lain adalah terdapat kegiatan-kegiatan yang dianggarkan untuk penyelenggaraan UN tidak melalui analisis biaya dan manfaat yang akurat.
Ketua BPK, Hadi Poernomo, dalam penyerahan ikhtiar pemeriksaan semester I Tahun 2013 kepada DPR di Jakarta, Selasa 1 Oktober 2013, menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan menunjukkan adanya 14 kasus yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp37,55 miliar. Dari jumlah tersebut, telah ditindak lanjuti dengan menyetor uang ke kas negara senilai Rp17 miliar.
Menurut Hadi, selain menemukan adanya kerugian negara, ada beberapa kelemahan pelaksanaan UN. Antara lain, anggaran disusun hanya berdasarkan pengalaman tahun lalu tanpa mendasarkan dokumen pendukung yang lengka dan tanpa dasar perhitungan. Perhitungan kebutuhan dana juga tidak didukung dengan dasar yang cukup dan jumlah siswa yang tidak jelas.
Selain itu, kelemahan lain adalah terdapat kegiatan-kegiatan yang dianggarkan untuk penyelenggaraan UN tidak melalui analisis biaya dan manfaat yang akurat.
Rencana anggaran biaya UN
yang disusun tidak pernah disosialiasaikan dan disampaikan kepada
penyelenggara UN baik di tingkat provinsi, kabupaten maupun satuan
pendidikan. Kelemahan terakhir adalah, adanya usulan anggaran UN Tahun
pelajaran 2012/2013 yang berubah-ubah sehingga DIPA Balibang terlambah
disahkan.
Permasalahan itu mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan karena masih diblokir, sementara penyelenggara UN di tingkat provinsi menyusun RAB tanpa panduan penggunaan dana dan tidak tahu penggunaan dana yang dibiayai oleh pusat, serta pekerjaan pencetakan dan pendistribusian naskah soal dan lembar jawaban UN terlambat diselesaikan.
Program wajib belajar 9 tahun 2010/2011 rugikan negara
Selain menemukan kerugian negara dalam pelaksanaan UN 2013, BPK juga menemukan adanya penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara dalam program wajib belajar 9 tahun di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun ajaran 2010/2011.
BPK telah memeriksa pengelolaan program perluasan akses dan peningkatan mutu SMP Tahun Ajaran 2010/2011. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya 12 kasus yang membuat kerugian negara sebesar Rp21,43 miliar.
Selain itu, BPK juga menemukan keterlambatan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMP 2010 senilai Rp73,03 miliar dan rekening tim manajemen BOS provinsi ke rekening sekolah pada 30 kabupaten/kota selama 1 hingga 197 hari dengan keterlambatan penyaluran dana BOS SMP tahun 2011 senilai Rp350,21 miliar dari rekening kas umum daerah ke rekening sekolah pada 53 kabupaten/kota selama 1 hingga 253 hari.
"Masalah tersebut mengakibatkan dana BOS tidak dapat segera dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan operasional sekolah dan berpotensi diginakan tidak sesuai ketentuan," kata Hadi.
Tak hanya di situ, di dunia pendidikan, juga banyak dana yang tidak digunakan sesuai peruntukannya. Antara lain pada pembangunan yang bersumber dari dana block grant dan DAK Pendidikan Tahun 2010/2011 senilai Rp10,67 miliar yang digunakan tidak sesuai peruntukannya.
Permasalahan itu mengakibatkan anggaran tidak dapat dicairkan karena masih diblokir, sementara penyelenggara UN di tingkat provinsi menyusun RAB tanpa panduan penggunaan dana dan tidak tahu penggunaan dana yang dibiayai oleh pusat, serta pekerjaan pencetakan dan pendistribusian naskah soal dan lembar jawaban UN terlambat diselesaikan.
Program wajib belajar 9 tahun 2010/2011 rugikan negara
Selain menemukan kerugian negara dalam pelaksanaan UN 2013, BPK juga menemukan adanya penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara dalam program wajib belajar 9 tahun di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun ajaran 2010/2011.
BPK telah memeriksa pengelolaan program perluasan akses dan peningkatan mutu SMP Tahun Ajaran 2010/2011. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya 12 kasus yang membuat kerugian negara sebesar Rp21,43 miliar.
Selain itu, BPK juga menemukan keterlambatan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMP 2010 senilai Rp73,03 miliar dan rekening tim manajemen BOS provinsi ke rekening sekolah pada 30 kabupaten/kota selama 1 hingga 197 hari dengan keterlambatan penyaluran dana BOS SMP tahun 2011 senilai Rp350,21 miliar dari rekening kas umum daerah ke rekening sekolah pada 53 kabupaten/kota selama 1 hingga 253 hari.
"Masalah tersebut mengakibatkan dana BOS tidak dapat segera dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan operasional sekolah dan berpotensi diginakan tidak sesuai ketentuan," kata Hadi.
Tak hanya di situ, di dunia pendidikan, juga banyak dana yang tidak digunakan sesuai peruntukannya. Antara lain pada pembangunan yang bersumber dari dana block grant dan DAK Pendidikan Tahun 2010/2011 senilai Rp10,67 miliar yang digunakan tidak sesuai peruntukannya.
Misalnya, ruang
labolatorium IPA digunakan untuk legiatan belajar mengajar, bangunan
ruang kelas baru digunakan untiu ruang kantor kepala sekolah dan ruang
guru, dan ruang perpustakaan digunakan untuk tempat tinggal guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar