Jpnn
BOGOR – Ketentuan BPJS
yang melarang dokter membuka praktek di rumah berbuntut. Para dokter
merasa keberatan dengan ketentuan itu. Para dokter itu diprerdiksi bakal
mogok praktek dengan sendirinya.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Zaenal Abidin mengatakan, rekan-rekan sejawatnya belum siap sepenuhnya menyambut BPJS kesehatan. "Dari pertemuan yang kami lakukan dengan suluruh pengurus IDI di Indonesia, banyak yang masih bingung dengan penerapan BPJS," ujar Zaenal.
Itu karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah, yang masih terfokus pada anggota. Padahal, program itu tidak hanya melibatkan pemerintah, ada beberapa stakeholders lain seperti, dokter dan pasien.
Zaenal mengatakan, dokter tidak terlalu dilibatkan dalam pengurusan program BPJS Kesehatan. Padahal, dokter memiliki peran penting. "Yang jelas banyak yang menyatakan belum siap karena bingung. Mungkin pemerintah telah siap. Tapi, banyak stakeholder lain yang masih belum," kata Zaenal.
Risiko lainnya, akan banyak dokter yang merasa tidak puas dengan penerapan BPJS Kesehatan. "Tidak perlu disuruh mogok, dengan sendirinya mereka akan berhenti kalau bayarannya kecil. Hari ini praktik, besok tutup," katanya.
Sementara itu, sejumlah para dokter juga mengomentari beragam kebijakan BPJS itu. Dr Alin Bijaya SpA. Mars misalnya. Dia tidak setuju bahwa praktek dokter pribadi tidak diperbolehkan atau dilarang, karena untuk melakukan pertolongan pertama terhadap seseorang yang membutuhkan, dapat dilakukan dokter yang membuka praktek secara pribadi.
“Tidak perlu adanya larangan. Praktek dokter itu dapat lakukan pertolongan pertama. Saya tidak setuju sekali kalau dilarang,” kata dokter spesialis anak ini kepada wartawan Radar Bogor, kemarin.
Dokter yang membuka praktek dan belum dilengkapi dengan fasilatas kesehatan lain, dapat melakukan kerjasama dengan RS atau klinik yang lebih lengkap. “Sekarang saja, dokter praktek pribadi di rumah sudah melakukan kerjasama bila diperlukan pemeriksaan lebih lanjut,” katanya.
Terpisah, dokter spesialis Saraf dan ketua IDI kabupaten Bogor Dr Yoeswar A Karisan SpS mengatakan, aturan BPJS kurang arif dalam membuat keputusan dan peraturan. Dengan syarat dan peraturannya, karena tidak dapat diterapkan pada semua daerah. “Tidak semua sama dengan Jakarta. Untuk Bogor, sangat sulit untuk membuat praktek dengan tingkatan pratama, utama dan puskesmas,” ucapnya.
Seharusnya, BPJS melakukan kerjasama dan dialog dengan dokter di wilayah Bogor, untuk mengetahui realitas sebenarnya. BPJS seharusnya melihat kondisi tiap daerah. “Akhirnya BPJS pusing sendiri dengan peraturan yang dibuat sendiri,” katanya.
Bila praktek dokter pribadi ditutup, apakah dapat klinik yang sesuai dengan kreteria BPJS dapat menampung masyarakat Kota Bogor cukup luas. Karena, klinik setingkat pratama, utama dan puskesmas sangat terbatas jumlahnya. Walaupun praktek dokter harus menjadi klinik pratama dan utama, sebaiknya persyaratan yang ada harus lebih dipermudah, tidak harus ada apoteker.
Sementara itu, dr Maya Heriadi, dokter umum yang saat ini bertugas di RSIA Juliana, Tajur Bogor tidak mempermaslahkannya. Bekerjasama dan melakukan hubungan kerjasama dengan klinik atau RS lainnya. Baginya keputusan itu ada untuk kebaikan orang banyak
Selama BPJS melakukan tanggung jawabnya secara benar tidak masalah bagi dokter mengikuti keputusan BPJS.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr. Zaenal Abidin mengatakan, rekan-rekan sejawatnya belum siap sepenuhnya menyambut BPJS kesehatan. "Dari pertemuan yang kami lakukan dengan suluruh pengurus IDI di Indonesia, banyak yang masih bingung dengan penerapan BPJS," ujar Zaenal.
Itu karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah, yang masih terfokus pada anggota. Padahal, program itu tidak hanya melibatkan pemerintah, ada beberapa stakeholders lain seperti, dokter dan pasien.
Zaenal mengatakan, dokter tidak terlalu dilibatkan dalam pengurusan program BPJS Kesehatan. Padahal, dokter memiliki peran penting. "Yang jelas banyak yang menyatakan belum siap karena bingung. Mungkin pemerintah telah siap. Tapi, banyak stakeholder lain yang masih belum," kata Zaenal.
Risiko lainnya, akan banyak dokter yang merasa tidak puas dengan penerapan BPJS Kesehatan. "Tidak perlu disuruh mogok, dengan sendirinya mereka akan berhenti kalau bayarannya kecil. Hari ini praktik, besok tutup," katanya.
Sementara itu, sejumlah para dokter juga mengomentari beragam kebijakan BPJS itu. Dr Alin Bijaya SpA. Mars misalnya. Dia tidak setuju bahwa praktek dokter pribadi tidak diperbolehkan atau dilarang, karena untuk melakukan pertolongan pertama terhadap seseorang yang membutuhkan, dapat dilakukan dokter yang membuka praktek secara pribadi.
“Tidak perlu adanya larangan. Praktek dokter itu dapat lakukan pertolongan pertama. Saya tidak setuju sekali kalau dilarang,” kata dokter spesialis anak ini kepada wartawan Radar Bogor, kemarin.
Dokter yang membuka praktek dan belum dilengkapi dengan fasilatas kesehatan lain, dapat melakukan kerjasama dengan RS atau klinik yang lebih lengkap. “Sekarang saja, dokter praktek pribadi di rumah sudah melakukan kerjasama bila diperlukan pemeriksaan lebih lanjut,” katanya.
Terpisah, dokter spesialis Saraf dan ketua IDI kabupaten Bogor Dr Yoeswar A Karisan SpS mengatakan, aturan BPJS kurang arif dalam membuat keputusan dan peraturan. Dengan syarat dan peraturannya, karena tidak dapat diterapkan pada semua daerah. “Tidak semua sama dengan Jakarta. Untuk Bogor, sangat sulit untuk membuat praktek dengan tingkatan pratama, utama dan puskesmas,” ucapnya.
Seharusnya, BPJS melakukan kerjasama dan dialog dengan dokter di wilayah Bogor, untuk mengetahui realitas sebenarnya. BPJS seharusnya melihat kondisi tiap daerah. “Akhirnya BPJS pusing sendiri dengan peraturan yang dibuat sendiri,” katanya.
Bila praktek dokter pribadi ditutup, apakah dapat klinik yang sesuai dengan kreteria BPJS dapat menampung masyarakat Kota Bogor cukup luas. Karena, klinik setingkat pratama, utama dan puskesmas sangat terbatas jumlahnya. Walaupun praktek dokter harus menjadi klinik pratama dan utama, sebaiknya persyaratan yang ada harus lebih dipermudah, tidak harus ada apoteker.
Sementara itu, dr Maya Heriadi, dokter umum yang saat ini bertugas di RSIA Juliana, Tajur Bogor tidak mempermaslahkannya. Bekerjasama dan melakukan hubungan kerjasama dengan klinik atau RS lainnya. Baginya keputusan itu ada untuk kebaikan orang banyak
Selama BPJS melakukan tanggung jawabnya secara benar tidak masalah bagi dokter mengikuti keputusan BPJS.
“Salah satu tanggung jawab BPJS yang
harus dapat membayar tepat pada waktunya, tidak melakukan penunggakan.
Jika hal ini terjadi akan merugikan banyak pihak,” ujarnya.(ram/c)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar