Yasser Ali Harakan - detikNews
Serang - Pimpinan DPRD Banten menggelar rapat pimpinan (rapim) kemarin (24/12) dan menghasilkan keputusan mempetahankan Atut di kursi gubernur. Keputusan ini menuai protes dari para aktivis antikorupsi Banten.
Uday Syuhada, aktivis antikorupsi dari Masyarakat Pembaruan Banten (MPB) memberikan komentar keras untuk keputusan tersebut.
"Sebagai warga Banten, saya malu punya gubernur seorang tahanan korupsi. Apa kata dunia?" ungkapnya kepada detikcom, Rabu (25/12/2013).
Senada dengan itu, Dahnil Anzar dosen Untirta yang juga aktivis dari Jaringan Warga Antikorupsi (Jawara) juga memberikan komentar tak kalah 'pedas'.
"Pernyataan pimpinan DPRD Banten ini bagi saya mengkonfirmasi bahwa politisi di legislatif Banten ini memang Legislatut dan memiliki standar etika moral yang sangat rendah. Bagaimana mungkin mereka mengabaikan fakta pentingnya memberikan teladan yang baik kepada publik," tuturnya.
Komentar sumbang tidak hanya terlontar dari luar lembaga legislatif, ternyata di antara wakil rakyat juga mengeluarkan pernyataan serupa.
Agus Wisas, Ketua Komisi I DPRD Banten menganggap hasil rapim tersebut cacat hukum. "Rapim itu menurut tata tertib (tatib) harus melibatkan pimpinan komisi dan pimpinan fraksi," tegasnya.
Memang yang hadir kemarin selain ketua dewan, Aeng Haerudin (Demokrat) adalah hanya 4 orang wakilnya saja, yaitu Suparman (Golkar), Ei Nurul Khotimah (PKS), Asep Rahmatullah (PDIP), dan Eli Mulyadi (Hanura) tidak melibatkan unsur pimpinan komisi dan fraksi.
"Saya prihatin ketua dewan tidak paham tatib. Apa yang disampaikan ketua dewan, bukanlah keputusan dewan," pungkas Agus Wisas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar