Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Lepasnya koruptor Rp 1,2 triliun Sudjiono
Timan masih menyimpan misteri. Salah satu kejanggalan yang mencolok
adalah penunjukan susunan majelis hakim peninjauan kembali (PK) Timan.
Duduk
sebagai ketua majelis yaitu Suhadi dengan anggota Sri Murwahyuni, Andi
Samsan Nganro, Abdul Latief dan Sofyan Marthabaya. Mereka ditunjuk oleh
Djoko Sarwoko, hakim agung yang kini telah pensiun.
"Beberapa
dugaan pelanggaran prosedur pemeriksaan perkara di MA disebabkan
kepimpinan yang bersifat oligarki yaitu kepemimpinan dengan kekuasaan
oleh sekelompok elite di Mahkamah Agung (MA)," kata hakim agung Prof Dr
Gayus Lumbuun saat berbincang dengan detikcom, Jumat (20/9/2013).
Hal
itu dibuktikan dalam kasus Timan. Penunjukan ketua majelis PK
seharusnya ditunjuk oleh ketua kamar atau ketua muda bidang terkait.
Dalam kasus Timan, Ketua Muda MA bidang Pidana Khusus Djoko Sarwoko
seharusnya menyerahkan ke Ketua Muda MA bidang Pidana Umum karena Djoko
akan pensiun. Namun tiba-tiba dia menunjuk sendiri penggantinya, tanpa
mengembalikan perkara tersebut.
"Pembentukan majelis baru dari
majelis lama yang dipimpin Djoko Sarwoko telah berjalan lebih dari 6
bulan sebelum yang bersangkutan memasuki masa pensiun. Anggota-angota
majelis juga telah selesai memberikan pendapat sebagai pertimbangan
hukum perkara tersebut. Tetapi tidak diputus, ditunda berbulan-bulan.
Terakhir membentuk majelis baru yang tidak mengikuti kebiasaan umum,"
cetus Gayus.
Pembentukan majelis yang janggal juga terjadi saat
MA mengadili kasus penyelundupan 30 kontainer berisi BlackBerry dan
minuman keras. Seharusnya majelis kasus tersebut ditunjuk oleh Ketua
Muda MA bidang Pidana Umum tetapi tiba-tiba Djoko mengambil alih dengan
menunjuk dirinya sendiri menjadi ketua majelis PK.
"Kasus putusan
PK Sudjiono Timan dan kasus 30 penyelundupan yang kedua-duanya
membebaskan terpidana menunjukan hal tersebut memang benar disebabkan
adanya kepimpinan yang bersifat oligarki," kata Gayus.
Namun perlahan hal tersebut mulai diubah. Dalam kasus terakhir, MA
mengadili perkara pencucian uang dan koruptor Bahasyim Assyafie. Duduk
sebagai ketua majelis Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja yang pensiun
pada 31 Juli 2013. Lalu kasus itu dikembalikan ke ketua kamar pidana.
"Lalu
dibawa ke sidang pleno kamar pidana sebelum ditentukan majelis yang
baru," ujar guru besar ilmu hukum Universitas Krisnadwipayana itu.
Gayus menyatakan hal ini sebagai otokritik terhadap lembaganya supaya lebih baik ke depan.
"Juga
bentuk transparansi publik disampaikan untuk membangun MA sebagai
lembaga yang patut diharapkan keadilannya oleh masyarakat," pungkas
Ridwan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar