BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 19 Desember 2013

Akhirnya DPR Setuju Perpu MK Jadi Undang-Undang

Oleh : DESK INFORMASI

Melalui voting pada rapat paripurna yang diselenggarakan Kamis (19/12), DPR-RI akhirnya menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003tentang Mahkamah Konstitusi (MK), yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober 2013 menjadi Undang-Undang.
Dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR Pramono Anung Wibowo itu mekanisme voting terpaksa ditempuh setelah 4 (empat) fraksi, yaitu PDIP, Partai Hanura, Partai Gerindra dan PKS menolak memberikan persetujuan jika Perpu MK itu ditetapkan menjadi Undang-Undang. Sementara 4 (empat) fraksi, yaitu Partai Demokrat, Golkar, PAN, dan PKB bisa menyetujui penetapan Perpu MK menjadi Undang-Undang. Adapun Fraksi PPP tidak memberikan kesimpulan yang jelas.
Menghadapi jumlah penolak dan penerima yang seimbang, dan satu tidak jelas itu, pimpinan siding Wakil Ketua DPR-RI Pramono Anung Wiboso akhirnya menawarkan voting untuk menyudahi polemic tentang Perpu MK itu.
Dari hasil voting, sebanyak 221 orang mendukung berlakunya Perppu MK. Suara ini terdiri dari 129 suara dari Fraksi Partai Demokrat, 26 suara Golkar, 28 suara PAN, 20 suara PPP, dan PKB sebanyak 18 suara. Sedangkan yang menolak sebanyak 148 orang, masing-masing dari Fraksi PDIP sebanyak 79 suara, PKS 41 suara, PPP ada 3 suara, dari Gerindra 16 suara, dan suara 9 anggota Fraksi Hanura. 
"Dengan hasil ini, paripurna menetapkan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 diterima dan bisa segera diundangkan," kata pimpinan rapat Pramono Anung.
Presiden Siap Terima Apapun Putusan DPR
Sehari sebelum DPR mengambil keputusan terhadap Perpu MK itu, Presiden SBY dalam konperensi pers di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta menyatakan akan menerima apapun yang akan diputuskan DPR, apakah menerima atau menolah Perpu itu.
"Saya hormati apa pun yang akan diambil, setuju atau menolak," tegas Presiden SBY dalam jumpa pers yang digelar secara mendadak seusai menghadiri puncak peringatan Hari Ibu di TMII, Jakarta Timur, Rabu (18/12).
Presiden mengatakan, Perppu MK yang dikeluarkannya pada 17 Oktober 2013 itu, merupakan haknya sebagai Kepala Negara yang diatur dalam konstitusi. Perppu dikeluarkan setelah Presiden bertemu dengan para pimpinan lembaga negara lainnya, para menteri, dan pimpinan partai politik paska penangkapan mantan Ketua MA Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Presiden menjelaskan Perppu dikeluarkan agar MK tetap terjaga kewibawaanya dan mendapatkan kepercayaan penuh dari rakyat Indonesia. Tanpa kepercayaan, akan mengganggu kehidupan bernegara.
"Saya mendengar, mudah-mudahan tidak benar dan tidak terjadi, konon katanya, Perppu tentang MK dikaitkan dengan apa yang sedang ditangani oleh MK. Apakah berlaku seperti sekarang ini, apakah ada perubahan, apakah menyangkut Treshold, untuk calon presiden apapun. Itu sesuatu yang terpisah. Judicil review soal gugatan Pilpers, Perppu soal lain," tegas Presiden.
Hal Pokok Perpu MK
Hal subtansial dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2013 yang disetujui DPR menjadi Undang-Undang adalah menyangkut persyaratan untuk dapat diangkat menjadi Hakin Konstitusi, dimana di sebutkan di antaranya tidak menjadi anggota partai politik dalam waktu paling singkat 7 (tujuh) tahun sebelum diajukan sebagai calon Hakim Konstitusi.
Selain itu sebelum ditetapkan Presiden, calon Hakim Konstitusi harus terlebih dahulu melalui uji kepatutan dan kelayakan yang dilaksanakan oleh Panel Ahli. “MA, DPR dan/atau Presiden mengajukan calon Hakim Konstitusi kepada Panel Ahli paling banyak 3 (tiga) kali dari jumlah Hakim Konstitusi yang dibutuhkan,” bunyi Pasal 18A Ayat (2) Perpu itu.
Panel Ahli dibentuk dalam jangka waktu paling lima 3 (tiga) bulan oleh Komisi Yudisial. Anggota Panel Ahli sebanyak 7 (tujuh) orang, dimana 1 orang diusulkan MA, 1 orang diusulkan DPR, 1 orang diusulkan Presiden, dan 4 orang diusulkan oleh Komisi Yudisial.
Perpu Nomor 1 Tahun 2013 ini juga menugaskan MK dan Komisi Yudisal untuk menyusun dan menetapkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi yang berisi norma yang harus dipatuhi oleh setiap Hakim Konstitusi.
Adapun untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang bersifat tetap. (*/ES)

Tidak ada komentar: