BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Minggu, 08 Desember 2013

Paguyuban Pekerja UI Akan Ajukan Judicial Review Statuta UI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Paguyuban Pekerja Universitas Indonesia (UI) akan mengajukan judicial review terhadap Peraturan Pemerintah (PP) nomor 68 tahun 2013, tentang Statuta UI ke Mahkamah Agung (MA). Paguyuban Pekerja menganggap ada beberapa pasal yang sengaja dihilangkan dari Satuta tersebut.
Sekertaris Paguyuban Pekerja UI, Wasi Gede Puraka, ditemui di Universitas Indonesia kampus Salemba, Jakarta Pusat, Minggu (8/12/2013), mengatakan pihaknya mengganggap Statuta UI yang telah disahkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) pada Oktober lalu, isinya berbeda dengan apa yang telah dibahas bersama Paguyuban Pekerja.
Poin yang dihilangkan itu kata dia adalah pengakuan sistem Pegawai Negri Sipil (PNS) di sistem kepegawaian UI, yang mengakomodir semua pekerja menjadi PNS. Selain itu juga tentang perlindungan terhadap hak pekerja di UI untuk membentuk dan terlibat dalam serikat pekerja.
"Statuta UI yang telah ditandatangani presiden berbeda dengan draft yang telah disepakati sebelumnya. Telah terjadi penghilangan pasal oleh pihak tertentu," katanya.
Ia menduga jika pegawai kampus statusnya dialihkan menjadi PNS, maka anggaran UI akan lebih banyak terserap untuk membayar karyawannya. Dengan menghapuskan pasal tentang pengalihan status pegawai UI menjadi PNS, Wasi Gede menganggap pihak rektorat mendapat keuntungan.
Statuta UI dirumuskan setelah di kampus tersebut terjadi kekisruhan antara pihak pendukung PP nomor 52 tahun 2002 dan PP nomor 66 tahun 2010. Atas kekisruhan itu pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-undang nomor 12 tahun 2012, tentang status kampus UI menjadi Perguruan Tinggi Negri Badan Hukum. Salah satu keharusan dari status itu adalah UI harus memiliki Statuta yang bisa dianggap sebagai Anggaran Dasar UI.
Rencananya pada hari Selasa (10/12) mendatang Paguyuban Pekerja UI akan mendaftarkan gugatan Judicial Review terhadap PP nomor 60 tahun 2013 ke Mahkamah Agung. Ia mengaku akan membawa sejumlah dokumen yang yang menunjukan ada perbedaan antara draft dengan Statuta UI yang telah disahkan presiden.
"Kita asumsikan presiden seharusnya tahu tentang Statuta UI. Dengan presiden mengesahkan Statuta yang telah disabotase, presiden berarti telah melakukan perbuatan melawan hukum, dengan mengabaikan penyingkiran aspirasi dan kepentingan kosntitusional pekerja UI," tandasnya.
Rektor UI, Muhamad Anis saat dihubungi mengaku belum tahu soal rencana Judicial Review tersebut. Ia meminta Tribun menghubungi biro hukum UI.
Baca Juga:

Tidak ada komentar: