BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 16 Januari 2012

Mobnas, Jangan Paksa Tiba-tiba Ma’rifat

VIVAnews - Mendikbud layak memberi penghargaan kepada Walikota Solo Jokowi, setidaknya untuk satu hal: mempromosikan keberhasilan program kementeriannya. Khususnya dalam pengembangan mobil Esemka. Mendikbud Mohammad Nuh lah yang memprogramkan 23 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) itu merakit mobil Esemka. Tiga di antaranya SMK swasta. Satu dari tiga itu adalah SMK Muhammadiyah Borobudur, Magelang, yang dua tahun lalu ikut jadi korban meletusnya Gunung Merapi.
Siswa SMK Muhammadiyah ini, sebagaimana SMK Solo yang sudah dipromosikan Jokowi, bahkan sudah melewati beberapa tahap kesulitan perakitan mobil. Mula-mula merakit satu mobil. Lalu dibongkar lagi untuk dirakit lagi. Dibongkar lagi dan dirakit lagi. Tahap berikutnya SMK tersebut, bersama-sama dengan 23 SMK lainnya, diberi wewenang (dan uang) untuk membeli suku cadang yang bisa dirangkai menjadi mobil. Boleh impor, boleh dari dalam negeri. Uangnya disediakan.
Mereka memilih mengimpor dari Tiongkok. Karena tidak mungkin setiap SMK mengimpor sendiri-sendiri, 23 SMK tersebut bersepakat menunjuk sebuah perusahaan importir. Dipilihlah sparepart mesin berbasis teknologi merk Wuling dari Tiongkok.
Sparepart impor itu dibagikan secara merata ke 23 SMK. Inilah yang kemudian dipakai belajar merakit dengan tingkat kesulitan lebih tinggi. Hasilnya sangat baik, tapi di blok mesinnya belum ada tulisan Esemka.
Tahap berikutnya lagi, blok mesin tidak didatangkan dari Tiongkok, tapi dibuat oleh industri kecil baja Ceper, Klaten. Cetakan blok mesin yang masih kasar ini dikirim ke Jakarta untuk dibubut di pabrik mobil. Diberi merk Esemka. Dari Jakarta blok mesin ini dikirim ke 23 SMK untuk dirakit oleh para siswa. Tahap inilah yang berhasil dirakit menjadi mobil Jokowi. Karena itu baik yang di Solo, di SMK Muhammadiyah Borobudur maupun di beberapa SMK lainnya bentuk dan modelnya sama.
Fisiknya gagah dan finishing-nya halus. Gas, kopling, rem, power streering dan power window tidak terasa beda dengan mobil produksi pabrik. Saya mencoba mobil Esemka buatan SMK Muhammadiyah ini sampai kecepatan 80 km/jam dan membawanya ngepot di lapangan rumput berlumpur. Tidak ada masalah. Rasanya mobil Esemka buatan SMK-SMK negeri lainnya juga sama baiknya. Memang ada supervisi dari tim Kemendikbud yang  diberikan dalam standar yang sama untuk semua SMK.
Kini Mendikbud memberi order yang lebih besar lagi. Kepada SMK Muhammadiyah Borobudur diberikan order untuk mempraktikkan pekerjaan yang lebih berat: membuat tiga buah bus ‘2 in 1’. Bus ini bisa untuk angkutan penumpang/barang dan sekaligus bisa diubah sebagai panggung kesenian. Tiga buah bus tersebut sekarang lagi dikerjakan di bengkel SMK itu. Bagian dindingnya bisa dibuka. Diberi engsel di bagian bawahnya. Ketika dinding bus itu dibuka jadilah dinding tersebut panggung kesenian. Tiga buah bus ‘2 in 1’ itu akan diberikan kepada SMK khusus bidang kesenian. Seniman SMK bisa menuju tempat pertunjukan dengan naik bus dengan membawa serta peralatan kesenian. Tiba di lokasi dinding busnya dibuka dan dihampar sebagai panggung.
Kalau order Mendikbud ini selesai, SKM-SMK itu, seperti SMK Muhammadiyah Borobudur ini akan memiliki catatan yang panjang: berhasil merakit sedan, SUV, ambulan, pick-up dan bus ‘2 in 1’.
Siapa pun akan bangga melihat perkembangan itu. Berita mengenai pelajar kita tidak lagi melulu soal perkelahian. Kini mengenai prestasi mereka. Mendikbud sendiri, mungkin karena menganggap perannya itu sebagai kewajiban yang sudah seharusnya rupanya tidak melihat bahwa keberhasilannya itu sebuah success story. Jokowilah yang mempromosikan keberhasilan Kemendikbud itu!
Hasil promosi ini sangat nyata. Harga diri sekolah SMK naik drastis. Siswanya begitu bangga. Kini terbukti tidak harus semua lulusan SMP masuk SMA. Saya yakin anak-anak SMK tersebut akan bernasib lebih baik. Begitu lulus kelak mereka lebih mudah mencari pekerjaan. Baik di industri perbengkelan maupun di industri otomotif. Bahkan siapa tahu bisa mandiri sebagai pengusaha pemula di bidangnya.
Setelah memahami apa yang sebenarnya terjadi di SMK-SMK itu, sorenya saya meninjau PT INKA di Madiun. BUMN ini sudah berhasil memproduksi mobil 650 cc. Saya mencoba mengemudikannya sejauh satu jam perjalanan dari Madiun ke Takeran lewat Kebonsari. Saya ingin tahu apakah PT INKA bisa didorong untuk menjadi industri  mobil nasional. Agar keinginan yang luas di media mengenai mobnas ini bisa segera mendapatkan muara.
Malam harinya, rapat intensif dilakukan. Temanya sama: apakah PT INKA sudah siap untuk menjadi industri mobil nasional?
Pasti bisa. Terutama kalau yang dimaksud adalah memproduksinya. Tapi BUMN ini pernah bertahun-tahun dalam kondisi la-yahya-wala-yamut. Saking beratnya pernah diputuskan ditutup saja. Krisis ekonomi dan politik 1998 membuat PT INKA kehilangan kehidupannya. PT INKA ibarat orang yang sudah dikira mati dan sudah dimasukkan ke kamar mayat.
Ternyata dia belum mati benar. Mekanisme internal di tubuhnya (bukan karena ditolong dokter) memungkinkan tiba-tiba denyut nadinya berdetak pelan. Petugas kamar mayat tahunya belakangan. Lalu dikirim ke ICCU. Oksigin politik dan ekonomi yang membaik di luar (lagi-lagi bukan karena pertolongan dokter) membuat jantungnya mulai berdetak.
Boleh dikata baru tiga tahun terakhir PT INKA keluar dari rumah sakit. Jalannya memang sudah tidak sempoyongan tapi belum bisa kalau disuruh lari. Makannya memang sudah tiga kali sehari namun otot-otonya belum terbentuk. Ia sudah mulai bisa berolah raga, namun belum cukup kuat untuk ikut lomba maraton. Apalagi maraton industri mobil yang begitu terjal jalannya dan begitu jauh jaraknya.
Manajemen PT INKA masih harus berkonsentrasi di industri kereta api. Di situlah core business-nya. Di situlah maqom-nya.
Dia harus fokus dengan sebenar-benarnya fokus. Istilah saya dia harus bertauhid. Inti tauhid adalah meng-esa-kan. Dan inti meng-esa-kan adalah fokus. Tidak boleh gampang tergoda. Di dalam bisnis dan di dalam manajemen, godaan itu luar biasa banyaknya. Sebanyak godaan terhadap keimanan. Kalau sebuah manajemen tidak fokus maka dia bisa jatuh menjadi musyrik. "Musyrik manajemen". PT INKA tidak boleh diganggu oleh godaan-godaan sesaat. Dia masih di tahap syari’at. Jangan dipaksa tiba-tiba ma’rifat! Bisa gila.
Tapi PT INKA akan tetap memproduksi mobil. Syaratnya: sepanjang ada pesanan. Itu pun kalau jelas pembayarannya.
Yang penting, PT INKA terbukti bisa memproduksi mobil. Dia sudah banyak latihan membuat mobil ketika tidak ada pekerjaan membuat kereta api dulu. Kini, PT INKA lagi sibuk di core business-nya. Lagi banyak order membuat kereta api. Juga lagi semangat  mengembangkannya.
Walhasil PT INKA belum akan menjadi industri mobil dalam pengertian sampai mengurus sistem distribusi, pemasaran dan lembaga pembiayaannya. Ini pekerjaan yang memerlukan investasi triliunan rupiah yang berhasil tidaknya tidak hanya ditentukan oleh kemampuan produksinya.
PT INKA masih harus menanam kepercayaan dengan cara mampu menyelesaikan pembuatan 40 kereta api tepat waktu. Juga harus menanam kepercayaan bahwa kualitasnya tinggi. PT INKA juga sedang konsentrasi untuk membuat puluhan lokomotif setelah dipercaya oleh General Electric dari Amerika. Untungnya mungkin tipis, tapi reputasi yang didapat bisa membawa keuntungan besar di belakang hari. Kepercayaan ini harus dijaga. Apalagi perusahaan sekelas GE yang mempercayainya.
PT INKA yang kini sudah mulai laba dan bisa menggaji karyawannya, jangan digoda-goda dulu untuk proyek-proyek yang bisa menjerumuskannya kembali ke jurang. Saya melihat PT INKA sudah menemukan jalan hidupnya. Juga masa depannya. Di samping dipercaya oleh GE Amerika, juga sudah mulai mengerjakan pesanan dari Singapura dan Malaysia.
Memang PT KAI yang menjadi konsumen terbesarnya kini masih banyak mengimpor kereta bekas dari Jepang, tapi itu hanya sementara. Untuk memperbaiki kinerja keuangan PT KAI sendiri. Dengan tarif kereta saat ini PT KAI memang baru bisa membeli kereta bekas yang amat murah. Tapi tiga-empat tahun lagi sudah akan berubah. Pembenahan di PT KAI terus dilakukan oleh manajemennya. Hasilnya sudah kelihatan nyata dua tahun terakhir ini. Kalau keuangannya sudah lebih baik, pasti PT KAI akan meninggalkan era beli bekas. Di saat itulah nanti PT INKA bisa panen raya. Apalagi kalau program ekspornya terus berkembang.
Memang masih banyak masalah di antara keduanya. Tapi memecahkannya tidak akan sesulit merukunkan Israel dan Palestina. Masalah PT INKA dan PT KAI bisa diselesaikan di atas kereta api. Dalam perjalanan kereta api dari Madiun ke Jombang, berbagai masalah mendasar dibicarakan bersama. “Rapat berjalan di atas rel” itu menemukan kesepakatan-kesepakatan yang memberi harapan.
Ketegangan yang diselingi gelak tawa membawa kesegaran suasana. Salah pengertian di antara PT KAI dan PT INKA bisa dihilangkan. Lalu salaman. Sinergi bisa disepakati. Salaman lagi. Direksi PT KAI dan Direksi PT INKA bersalaman berkali-kali. Pertanda banyak kesepahaman yang terjadi.
Banyaknya penumpang yang dari jauh melihat serangkaian salaman itu mungkin ikut terheran-heran. Saya sendiri bisa turun di stasiun Jombang dengan perasaan  lega. Lalu bisa nyekar ke makam Gus Dur dengan hati yang lebih lapang.
Kalau begitu, siapa yang akan menggarap mobil nasional?
Jangan khawatir. Saat ini sudah ada putra bangsa, lulusan ITB tahun 1984, yang sedang secara serius menyiapkannya. Mobil ciptaannya sudah diuji keliling kampus almamaternya. Ia memang pengusaha permesinan yang handal. Sudah banyak melakukan ekspor mesin. Ia putra Indonesia dari suku Sunda yang sangat nasionalistik. Dia seorang profesional yang tangguh. Dia akan membangun pabrik yang serius dengan production line yang serius pula. Dia akan memenuhi segala persyaratan sebuah industri mobil yang sempurna.
Tugas kita adalah membantunya. Yakni membeli produknya atau setidaknya mendoakannya.
Tidak lama lagi.
*Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN

Tidak ada komentar: