VIVAnews - Hakim Agung Gayus Lumbuun mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap perkara terpidana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sudjiono Timan. Gayus menyatakan PK tersebut bukanlah PK kedua atau PK atas PK karena akan melanggar undang-undang.
"Kejagung bisa mengajukan PK ke Mahkamah Agung (MA) berdasarkan UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24," kata Gayus kepada VIVAnews, Minggu 1 September 2013.
Gayus menjelaskan pasal 24 ayat 1 memperbolehkan Kejagung mengajukan PK kepada MA, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam UU terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Untuk mendapatkan putusan yang adil, benar dan bermanfaat haruslah dengan menerapkan aturan hukum yang sesuai dengan ketentuan Hukum Acara (KUHAP)," ujarnya.
Lebih lanjut, Gayus mengatakan putusan suatu perkara juga wajib mendasarkan pada teori-teori hukum seperti asas kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan sebagai teori hukum yang telah dinormatifkan menjadi undang-undang.
"Oleh karenanya, pengajuan PK oleh Kejaksaan tidak merupakan PK di atas PK atau PK kedua yang kembali melanggar Hukum Pasal 268 (3) KUHAP," imbuhnya.
Gayus berpendapat Kejagung bisa langsung mengajukan PK ke MA apabila Tim Pemeriksa MA menyatakan telah terjadi kesalahan penerapan hukum acara pada suatu putusan PK.
"Dengan sendirinya putusan tersebut merupakan putusan yang cacat hukum maka Kejaksaan bisa melakukan upaya hukum PK sebagai pihak yang bersangkutan yang mempunyai kepentingan mewakili negara dan masyarakat berdasarkan UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman," ucapnya.
Seperti diketahui, mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Sudjiono Timan dibebaskan di tingkat PK. Ketua Majelis Hakim PK, Suhadi, mengatakan permohonan PK diajukan oleh kuasa hukum Sudjiono. PK itu dikabulkan karena majelis hakim menilai ada kekeliruan dalam putusan MA sebelumnya.
"Perbuatan melawan hukum secara material itu kan bisa melanggar ketidakpatutan, ketidakhati-hatian. Nah, oleh MK itu tidak boleh digunakan karena bertentangan dengan UUD. Itu menjadi salah satu pertimbangan majelis," kata Suhadi, Kamis 22 Agustus 2013.
Putusan PK ini mengoreksi putusan kasasi MA yang sebelumnya mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 25 November 2002.
Majelis Kasasi yang diketuai Bagir Manan dengan anggota Artidjo Alkostar, Parman Suparman, Arbijoto, dan Iskandar Kamil (menggantikan Abdul Rahman Saleh) saat itu menyatakan, Sudjiono Timan bersalah melakukan korupsi. MA lantas menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara, mewajibkan membayar denda Rp15 juta serta uang pengganti sebesar US$98 juta atau Rp369.446.905.115. (eh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar