Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menorehkan sejarah baru.
Di bawah kepemimpinan Hatta Ali, MA berhasil mengadili 14.736 kasus
dalam setahun yang masuk ke meja hakim agung. Jumlah ini berbeda jauh
dibandingkan Mahkamah Konstitusi (MK) yang hanya mengadili 200-an
perkara per tahun.
Hingga akhir November 2013, perkara yang
berhasil diputus berjumlah 14.736 perkara. Menurut Ketua MA,
produktivitas dalam memutus perkara di tahun 2013 yang mencapai jumlah
14.736 merupakan yang tertinggi dalam satu dekade terakhir, bahkan dalam
sejarah MA.
Jumlah ini melampaui rekor memutus perkara tertinggi
sebelumnya di tahun 2010 yang mencapai 13.891 perkara. Jumlah perkara
putus yang tinggi ini berdampak pada berkurangnya sisa perkara hingga
hanya berjumlah 6.592 perkara.
"Ini merupakan sisa perkara paling rendah sepanjang sejarah MA," kata Hatta Ali seperti dilansir website MA, Jumat (20/12/2013).
Mantan
Ketua Muda MA bidang Pengawasan ini membandingkan capaian dengan tahun
2012 yang hanya berhasil memutus 10.995 kasus. Sehingga sisa perkara
melambung menjadi 10.112 kasus. Padahal di tahun sebelumnya perkara
putus berjumlah 13.719 dan sisa perkara berada di angka 7.695.
Menurunnya jumlah produktivitas di tahun 2012 ini bukan dikarenakan
rendahnya etos kerja hakim agung. Sebab banyak faktor yang saling
berkontribusi terhadap menurunnya jumlah perkara putus.
"Tahun
2012 banyak hakim agung yang pensiun, terjadi suksesi kepemimpinan di
awal tahun 2013, dan banyak hakim yang terlibat di berbagai kegiatan di
luar sehingga berpengaruh kepada menurunnya jumlah perkara putus," jelas
hakim agung yang menyandang gelar doktor dari Universitas Padjadjaran
(Unpad) itu.
Berkaca dengan fenomena menurunnya produktivitas
tersebut, di tahun 2013 telah dilakukan berbagai perubahan kebijakan.
Seperti hakim agung "dilarang" beraktivitas di luar gedung MA di hari
dan jam kerja. Permintaan menjadi nara sumber dapat dipenuhi sepanjang
mendapat izin Ketua MA. Di tahun 2013, Rakernas juga ditiadakan.
Kebijakan lainnya adalah dengan menerbitkan SK yang mengubah sistem
membaca berkas bergiliran menjadi membaca berkas bersama. SK ini pun
membatasi jangka waktu memutus perkara untuk perkara biasa paling lama
tiga bulan.
"Dengan implementasi SK ini, diharapkan di tahun 2014
jumlah perkara putus akan lebih meningkat karena hari musyawarah dan
ucapan telah ditetapkan di muka," ucap Hatta Ali berharap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar