JAKARTA – Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memutuskan menerima permohonan
perlindungan 14 saksi korban tindak pidana perbudakan di Benjina,
Kepulauan Aru, Maluku.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu
mengatakan, 13 saksi korban merupakan rekomendasi aparat penegak hukum.
Sedangkan satu lainnya merupakan temuan LPSK pada saat melakukan
koordinasi dengan Pemerintah Myanmar di Myanmar awal September lalu.
“Kepada 14 saksi korban yang sudah
dikabulkan permohonannya, LPSK akan memberikan layanan pemenuhan hak
prosedural dan bantuan fasilitasi restitusi,” kata Edwin di Jakarta,
Rabu (4/11).
Menurut Edwin, rekomendasi saksi dan
korban yang diajukan aparat penegak hukum yang menangani kasus Benjina
sebenarnya 22 orang. Namun, dari 22 orang itu, hanya 13 yang bisa
diproses. Sedangkan saksi dan korban lainnya terpaksa belum bisa
diproses karena mereka sulit ditemui.
“Masih ada dua permohonan yang ditunda keputusannya,” ujar Edwin.
Menurut Edwin, penundaan dikarenakan
hingga kini keberadaan kedua saksi korban itu masih dicari. Untuk
menghadirkan para saksi korban yang berkewarganegaraan Myanmar, LPSK
berkoordinasi dengan Pemerintah Myanmar.
LPSK juga membantu menyiapkan penerjemah
bagi para saksi dan korban agar mereka bisa leluasa memberikan
kesaksiannya pada sidang yang rencananya digelar pada pertengahan
Desember mendatang. Sidang kasus tindak pidana perbudakan ini bakal
dilaksanakan di Pengadilan Negeri Tual.
“LPSK akan menjemput para saksi korban itu dan melindungi mereka selama berada di Indonesia,” tutur Edwin.
Sebelumnya, Tim LPSK dipimpin Edwin dan
Askari Razak berangkat ke Myanmar bertemu dengan para saksi korban
kasus Benjina. Para saksi korban didampingi Unit Antiperdagangan Manusia
Kepolisian Myanmar.
Pada kesempatan itu, LPSK menyampaikan
perkembangan penanganan kasus Benjina dan menginformasikan rencana
jadwal persidangan di Indonesia.(boy/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar