BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 11 Desember 2014

Bekas Menteri Megawati Beberkan Kasus BLBI ke KPK

Oleh: Indra Hendriana

INILAHCOM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gali kasus penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) lewat bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) era pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Laksamana Sukardi.

Sukardi mengaku, tim penyelidik KPK meminta penjelasan soal pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap sejumlah obligor penerima BLBI.

Menurut dia, diantara banyak pertanyaan satgas penyelidik KPK terkait SKL pada Bank Dagang Negara Indonesia yakni Sjamsul Nursalim. Sayangnya dia tidak merinci keterangan yang disampaikan ke penyelidik KPK.

"Diminta keterangan masalah pemberian surat keterangan lunas (SKL) dan saya juga diminta melengkapi informasi-informasi. Masalah SKL-nya dan juga obligor Sjamsul Nursalim," kata Sukardi, usai memberikan keterangan terkait penyelidikan BLBI di KPK, Rabu (10/12/2014).

Meski begitu, dia mengklaim jika SKL itu sudah sesuai dengan aturan, yakni TAP MPR Nomor 10 Tahun 2000, Inpres Nomor 6 Tahun 2002 serta Undang-Undang Nomor 25 mengenai Program Pembangunan Nasional Tahun 2000.

Sebab, SKL itu diberikan kepada para obligor yang kooperatif yang menyepakati untuk melunasi kewajiban membayar utang. Dia mengaku ada sejumlah obligor yang melarikan diri ke luar negeri meski telah mendapat dana BLBI.

"Dalam UU Propenas dijelaskan harus diberikan insentif bagi mereka yang koperatif. Bagi yang tidak kooperatif harus diserahkan pada proses hukum," tuturnya.

Sekedar diketahu, Syamsul Nursalim adalah salah satu obligor yang sudah mendapat SKL. Syamsul mendapat SKL setelah membayar utang kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) selaku pemberi SKL dengan salah satu aset berupa tanah berisi empang yang diklaim bernilai puluhan miliar.

Namun, aset itu ternyata hanya ditaksir bernilai puluhan juta. Meski begitu, Syamsul tetap diberikan SKL. Adapun SKL itu diberikan pada sejumlah bank swasta yang terkena krisis moneter pada 1998-1999.

Selain Laksamana Sukardi, Presiden Megawati juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti. [mes]

Tidak ada komentar: