Yohannie Linggasari - detikNews
Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
menemukan 3.008 jenis makanan yang tidak memenuhi ketentuan. Pangan
tersebut terdiri dari 1.305.093 kemasan dengan nilai ekonomi mencapai
lebih dari Rp 21 miliar di sarana ritel dan gudang importir. Temuan
tersebut ditemukan dalam dua bulan terakhir ini.
"Intensifikasi
pengawasan pangan terpadu kami lakukan satu bulan sebelum Ramadan,
berbeda dengan tahun sebelumnya," ujar Ketua BPOM Roy A. Sparringa saat
konferensi pers di Kantor BPOM, Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat,
Kamis (17/7).
Biasanya, hasil razia rutin bernilai ekonomi sekitar Rp 5,3 M. Sedangkan dalam dua bulan terakhir ini nilainya mencapai Rp 21 M.
Pangan
bermasalah yang ditemukan antara lain disebabkan tidak adanya izin
edar, kedaluwarsa, rusak, serta tidak memenuhi ketentuan label. Dari
sarana ritel ditemukan pangan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK) dengan
nilai ekonomi lebih dari Rp 7 M. Sebanyak 874 jenis (105.074 kemasan)
pangan tanpa izin edar (TIE) atau sebanyak 53 persen, 1.073 jenis
(81.121 kemasan) pangan kedaluwarsa atau 40,9 persen, 750 jenis (5.713
kemasan) pangan rusak atau 2,88 persen, 244 jenis (6.298 kemasan) pangan
TMK label atau 3,18 persen, dan 9 jenis (78 kemasan) pangan dengan
label tanpa bahasa Indonesia atau 0,04 persen.
Jenis pangan rusak
yang paling banyak ditemukan adalah wafer, biskuit, minuman rasa,
makanan ringan, ikan dalam kaleng, jeli, dan mie instan. Sementara,
temuan pangan kedaluwarsa terbanyak adalah minuman berperisa, bumbu
masak, minuman serbuk, makanan ringan, biskuit, dan minyak goreng.
Adapun,
temuan terbanyak untuk pangan TIE adalah biskuit, permen, coklat
confectionary, makanan ringan, minuman serbuk coklat, minuman
beralkohol, minuman energi, dan kopi. Sedangkan temuan terbanyak untuk
pangan TMK label adalah tepung, makanan ringan, bahan tambahan pangan
(BTP), olahan daging, olahan buah, roti, coklat, madu, mentega, dan mie
instan. Makanan tersebut mayoritas berasal dari Malaysia, Singapura, dan
Thailand.
Roy mengatakan penyebaran makanan kedaluwarsa banyak
di daerah terpencil, yaitu di beberapa daerah Papua, Ambon,
Palangkaraya, dan Makassar.
"Tahun ini penyebaran makanan
kedaluwarsa di Makassar cukup tinggi, padahal tahun-tahun sebelumnya
tidak seperti ini," ujar Roy. Ia juga menjelaskan makanan TIE lebih
banyak beredar di daerah perbatasan atau wilayah pasar bebas.
Roy
mengimbau agar konsumen dapat lebih cerdas dalam membeli produk makanan
dan kosmetik. "Apalagi mingu depan sudah ada tunjangan hari raya, daya
beli masyarakat meningkat. Cek apakah kemasannya bagus, periksa pula
tanggal kedaluwarsanya, serta teliti saat melihat label makanan," kata
Roy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar