Oleh: Indra Hendriana
INILAHCOM, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menyatakan pihaknya tidak ada keragu-raguan untuk memanggil presiden ke
lima Megawati Soekarnoputri terkait penyelidikan penerbitan Surat
Keterangan Lunas (SKL) untuk beberapa obligator Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI).
SKL itu dikeluarkan Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun
2002. Saat itu, Presiden yang menjabat adalah Megawati Soekarnoputri.
"Jadi
habis lebaran kita putuskan ya, kita ekspos siapa-siapa saja yang
dimintai keterangannya," kata Ketua KPK, Abraham Samad, Kamis
(24/7/2014).
Samad menegaskan, pihaknya tidak menemukan adanya
kendala psikologis dalam memanggil Megawati terkait penyelidikan kasus
tersebut. "Jadi kenapa takut? Megawati kan bukan presiden," ujar pria
kelahiran Sulawesi Selatan ini.
Bahkan Samad menegaskan, presiden
aktif pun bakal dipanggil bila itu diperlukan untuk membuat perkara
menjadi terang. Bahkan hal itu sudah dibuktikan dengan pemeriksaan Wakil
Presiden Boediono dan Jusuf Kalla selaku mantan Wakil Presiden terkait
kasus Century.
"Presiden pun kalau diperlukan, kami akan panggil.
KPK tidak ada kendala panggil presiden. Dari ekspos nanti baru bisa
dipetakan kasus ini, bisa ditingkatkan ke penyidikan atau belum," tutup
Samad.
Terkait penyelidikan SKL, KPK telah memanggil Menteri
Badan Usaha Milik Negara, Laksamana Sukardi, Mantan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, Rizal Ramli, serta mantan Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Kwik Kian Gie.
Seusai diperiksa beberapa
waktu lalu, Laksamana mengaku diajukan sejumlah pertanyaan tim
penyelidik KPK, termasuk soal rapat kabinet era Megawati yang membahas
SKL BLBI.
Laksamana dimintai keterangan terkait penyelidikan
proses pemberian SKL kepada sejumlah obligor BLBI. KPK menduga ada
masalah dalam proses pemberian SKL kepada sejumlah obligor tersebut.
SKL
tersebut berisi tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada
debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada
debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian
kewajiban pemegang saham. Hal ini dikenal dengan inpres tentang release
and discharge. Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti
Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan
SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah.
Menurut
Laksamana, penerbitan SKL tersebut merupakan amanat Majelis
Pemusyawaratan Rakyat. Melalui ketetapannya, MPR memerintahkan presiden
untuk memberikan kepastian hukum kepada para pengutang BLBI. "Waktu itu
zaman Bu Mega, presiden masih mandataris MPR. Jadi, ada TAP MPR yang
kalau beliau melanggar, beliau bisa dimakzulkan," ujar Laksamana. SKL
ini pun dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
berdasarkan Instruksi Pres No 8 Tahun 2002.
Laksamana
melanjutkan, SKL tersebut merupakan produk konstitusi yang harus
dilaksanakan. Namun, menurut dia, jika di kemudian hari ditemukan
masalah, pemberian SKL ini dapat ditinjau lagi. Selain ditanya soal
rapat kabinet, Laksamana mengaku diajukan pertanyaan oleh penyidik KPK
seputar beberapa obligor BLBI. [ton]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar