Monalisa
Jakarta (ANTARA News) - Gerakan Dekrit Rakyat mendesak KPU mengaudit
lembaga survei yang terlibat hitung cepat pada Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden yang hasilnya membingungkan masyarakat dan rawan
dimanfaatkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
"KPU harusnya memanggil lembaga-lembaga survei untuk membuat sidang
kode etik untuk mengecek pendanaan, sampel, populasi, dan variabel dari
setiap lembaga survei sehingga bisa diketahui penyebab perbedaan hasil
hitung cepat," kata aktivis yang juga pendiri Setara Institute Benny
Susetyo saat jumpa pers Gerakan Dekrit Rakyat di Jakarta, Jumat.
Menurut Benny, Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilu berwenang mengaudit lembaga survei.
"KPU meminta persyaratan saat lembaga survei mendaftar menghitung
hitung cepat. Lembaga survei terdaftar harus mempertanggung jawabkan
metodologinya. Maka ketika ada perbedaan mencolok KPU bisa memanggil.
Harusnya itu dilakukan KPU. Makanya kita menghimbau supaya KPU
profesional, tidak bisa KPU cuci tangan," tegas Benny.
Benny menilai audit terhadap lembaga-lembaga survei ini penting dan
harus segera dilakukan karena perbedaan hasil hitung cepat yang terjadi
usai Pilpres 2014 sudah membuat rakyat dilematis.
"Supaya apa publik tidak merasa ada persoalan. Sekarang kan publik dilematis," ujarnya.
Ia menambahkan meskipun hitungan resmi hasil Pemilu atau real count
baru akan diumumkan resmi oleh KPU pada 22 Juli, namun hitung cepat
memiliki peranan sebagai alat kontrol supaya tidak ada kecurangan.
"Quick count itu alat kontrol supaya tidak ada kecurangan," kata Benny.
Hal senada disampaikan Peneliti Utama Bidang Perkembangan Politik
Nasional di Lembaga Ilmu (LIPI) Mochtar Pabottinggi yang menyebut bahwa
hitung cepat bisa menjadi penyelamat dari manipulasi.
"Quick count memang belum secara final tetapi quick count itu
penyelamat ketika dilakukan secara bersih dan jujur. Quick count bisa
mengontrol proses KPU, karena KPU memungkinkan dimanipulasi," jelas
Mochtar.
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014 diikuti dua capres
dan cawapres, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Terdapat tujuh lembaga survei menyebutkan Jokowi-JK memperoleh
dukungan suara yang lebih unggul dari Prabowo-Hatta yakni Center for
Strategic and International Studies (CSIS) yang menyebutkan Jokowi-JK
memperoleh dukungan suara 52 persen dan Prabowo-Hatta 48 persen, Litbang
Kompas Jokowi-JK 52,3 persen dan Prabowo-Hatta 47,6 persen, Saiful
Mujani Research & Consulting Jokowi-JK 52,8 persen dan Prabowo-Hatta
47,2 persen, serta Indikator Politik Jokowi-JK 52,6 persen dan
Prabowo-Hatta 47,3 persen.
Begitu juga hitung cepat Radio Republik Indonesia RRI yang
menyatakan Jokowi-JK meraih dukungan suara 52,5 persen dan Prabowo-Hatta
47,5 persen, Lingkaran Survei Indonesia Jokowi-JK 53,3 persen dan
Prabowo-Hatta 46,7 persen, Populi Center Jokowi - Jk 50,95 persen
danPrabowo-Hatta 49,05 persen.
Sedangkan lembaga yang mengunggulkan Prabowo - Hatta terdiri dari
Puskaptis yang menyebutkan Prabowo-Hatta meraih suara 52,05 persen
sedangkan Jokowi-JK 47,95 persen, Indonesia Research Center
Prabowo-Hatta 51,11 dan Jokowi-JK 48,89 persen, Lembaga Survei Nasional
Prabowo-Hatta 50,56 sedangkan Jokowi-JK 49,94 persen serta Jaringan
Suara Indonesia Prabowo-Hatta 50,13 dan Jokowi-JK 49,87 persen.
Perbedaan hasil hitung cepat ini membuat kedua pasangan capres dan
cawapres mengklaim kemenangan sementara Pilpres 2014. (M047/T007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar