BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 03 Desember 2014

Polisi Sita Enam Rumah Milik Tersangka Alkes

RMOL. Polisi menyita enam rumah milik Tunggul P Sihombing. Polisi pun masih menelusuri aset lain milik tersangka kasus korupsi proyek pengerjaan pengadaan perangkat pembangunan fasilitas produksi, riset, dan alih teknologi vaksin flu burung ini.

Direktur III Tindak Pidana Ko­rupsi (Dir III Tipikor) Ba­res­krim Brigjen Akhmad Wiyagus menjelaskan, jajarannya masih menelusuri aset-aset yang diduga milik tersangka Pejabat Pembuat Komitmen Kementerian Kese­hatan (PPK-Kemenkes) Tunggul P Sihombing.

Kemungkinan lainnya, masih ada aset yang diduga disem­bu­nyi­kan. Ini sedang kita telusuri ke­beradaannya,” ujarnya.

Dijabarkan, dari enam aset ber­bentuk rumah yang disita pada Ju­mat (28/11), penyidik men­duga, aset-aset tersebut diperoleh dari hasil kejahatan.

Dengan kata lain, Wiyagus me­nandaskan, kemungkinan tindak kejahatan yang dilakukan ter­sang­ka tidak sebatas pada ko­rupsi. Unsur pencucian uangnya te­ngah diteliti,” ucapnya.

Dia membeberkan, berkas per­kara korupsi atas nama Tunggul memang sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Hanya saja, kepolisian tetap merasa perlu untuk me­nin­daklanjuti perkara lain yang di­duga dilakukan tersangka. Per­kara lainnya tersebut antara lain tindak pidana pencucian uang. Kejahatan pokoknya korupsi.”

Wiyagus menambahkan, pe­nyitaan aset tersangka dilakukan di Kavling Iwapi, Jurang Mangu Ti­mur, Pondok Aren, Tangerang Se­latan, Banten. Penyitaan dilak­sana­kan berdasarkan surat perin­tah pe­nyitaan Dir Tipikor Ba­reskrim no­mor Prinsipa/30/XI/2014 Tipikor tanggal 18 No­vem­ber 2014.

Proses penyitaan didasari juga oleh  izin penyitaan dari Pe­nga­dilan Negeri Tangerang Nomor 2554/ PEN.Izin.sita/PN/TNG tanggal 11 November 2014. Pe­nyi­taan dilaksanakan sesuai pro­sedur yang ada,” ucapnya.

Dikonfirmasi berapa nominal aset yang disita tersebut, Wiyagus mengaku belum bisa mem­per­kirakan. Dia bilang, nominalnya tengah dihitung. Dia juga belum mau memberi penjelasan aset-aset lain apa yang tengah dite­lusuri kepolisian. Demikian hal­nya dengan target kepolisian da­lam menyita aset tersangka lain, seperti bekas Staf Ahli (Sahli) Kemenkes Bambang Sardjono.

Intinya, bilang dia, penyidik berusaha maksimal untuk me­per­cepat rangkaian penyitaan terkait aset tersangka Tunggul. Tunggu saja. Nanti bila waktunya sudah te­pat akan disampaikan hasil­nya,” tutur bekas penyidik KPK itu.

Diketahui, Bambang Sardjono terlilit kasus pengadaan proyek vaksin flu burung di Kemenkes 2006 senilai Rp 65 miliar. Me­nyu­sul pelimpahan berkas per­kara tahap dua atas nama ter­sang­ka Tunggul P Sihombing, kami tel­ah melimpahkan berkas per­kara atas nama tersangka Bam­bang Sardjono,” katanya.

Dia menguraikan, proyek pe­ngadaan perangkat pem­bangunan fasilitas produksi, riset, dan alih teknologi vaksin flu burung  me­rupakan program Direktorat Jen­deral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemen­kes 2008-2010.

Proyek tersebut ma­suk kate­gori proyek multi­years dengan anggaran Rp 718.800.551.000.

Pada kasus ini, kepolisian juga menetapkan tersangka lain, yakni Rahmat Basuki. Tersangka ini menjabat sebagai Ketua Panitia Lelang. Lebih jauh, Wiyagus me­no­lak membeberkan apa peran Rahmat serta apa saja aset yang disita dari tangan tersangka ter­sebut. Ini sedang kita selesaikan berkas perkaranya.”

Kilas Balik
Aset Korupsi Gunakan Nama Orang Lain


Penuntasan kasus ini ber­ja­lan panjang. Sejak pene­tapan ter­sangka pada 2013, jajaran ke­po­lisian berkoordinasi degan ke­jak­saan dan KPK.

Direktur III Tindak Pidana Ko­rupsi (Tipikor) Bareskrim Brigjen Wiyagus mengatakan, koordinasi antar lembaga dilakukan me­ngi­ngat perkara korupsi alat kes­eha­tan (alkes) juga ditangani oleh ke­jaksaan dan KPK.

Intinya, dia menyebutkan, ti­dak ada tarik-ulur kepentingan da­lam penanganan perkara ter­sebut. Semua berjalan sesuai prosedur.”

Kalaupun penanganan kasus tersebut berjalan lamban, hal itu dipicu oleh banyaknya bukti-bukti yang berada di tangan KPK dan kejaksaan. Jadi kita harus menunggu,” tandasnya.

Tersangka Tunggul P Si­hom­bing, diduga menyamarkan aset hasil korupsi menggunakan nama orang lain. Kepolisian pun tak me­nutup kemungkinan, me­ne­tap­kan status tersangka baru dalam per­ka­ra tindak pidana pencucian uang.

Kasubag Operasional Direk­torat III Tipikor Bareskrim AKBP Arief Adiharsa menambahkan, pengusutan perkara korupsi un­tuk tersangka Tunggul sudah se­lesai. Kini, yang tengah di­kem­bangkan penyidik ialah me­ng­in­ventarisir aset-aset tersangka. Dia menduga, masih ada hal yang bisa dikem­bang­kan dari aset-aset tersebut.

Menurutnya, kepolisian sudah  mengagendakan pemeriksaan pada orang-orang yang namanya di­pakai tersangka Tunggul untuk menyamarkan aseti-aset hasil kejahatannya.

Menjawab pertanyaan seputar aset apa saja yang disamarkan de­ngan nama orang lain, Arief me­nan­daskan, aset tersebut keb­a­nya­kan berbentuk sertifikat ta­nah. Total aset berupa sertifikat tanah yang kami sita ada 136 ser­tifikat. Semuanya dijadikan ba­rang bukti perkara korupsi te­r­sangka,” ucapnya.

Dari ratusan sertifikat tanah ter­se­but, terdapat nama anggota keluarga tersangka yang dijadi­kan sebagai pemilik tanah terse­but. Artinya, duga dia, tersangka mem­beli tanah menggunakan nama anggota keluarga. Diduga uang yang dipergu­nakan mem­beli tanah tersebut diperoleh tersangka dari hasil ko­rupsi,” ucapnya.

Hanya saja, Arief belum ber­se­dia membeberkan siapa saja sak­si-saksi yang dijadwalkan di­min­tai keterangan. Dia juga tak ber­sedia membeberkan kepemilikan tanah-tanah tersebut, maupun lokasinya.

Lagi-lagi, sambungnya, kepe­mi­likan tanah di berbagai daerah tersebut menimbulkan kecu­ri­ga­an. Oleh sebab itu, penyidik me­rasa perlu mengembangkan per­kara dugaan pencucian uang oleh tersangka Tunggul. Dengan kata lain, bisa saja jumlah tersangka dalam kasus ini bertambah. Itu tergantung pada alat bukti yang kita kumpulkan.”

Ditambahkan perwira me­ne­ngah (pamen) kepolisian tersebut, perkara korupsi proyek flu bu­rung ini mencapai Rp 770 miliar. Karena itu pula, penyidik masih menelusuri dugaan keterlibatan pihak lainnya.

Dia mengaku, pengusutan kasus ini terkesan lamban. Hal itu dilatari panjangnya koor­di­nasi dengan Kejagung dan KPK yang sama-sama menangani per­kara tersebut.

Pengusutan Kasus Alkes Berjalan Lamban
Desmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Gerindra Des­mond J Mahesa menandaskan, pengusutan kasus dengan ter­sangka Tunggul P Sihombing berjalan lamban.

Apapun dalihnya, kelam­ba­nan proses pengusutan per­kara ini hendaknya menjadi pem­be­lajaran bagi Polri. Bu­kan jus­tru mencari alasan atau dalih yang tidak masuk akal,” katanya.

Lebih baik, sebut dia, kepo­lisian membuktikan bahwa ke depannya,  mereka mampu me­ngintensifkan penyidikan per­kara korupsi model ini.

Toh bebernya, upaya keras ke­polisian mengubah pola pe­na­nganan perkara menjadi lebih cepat  akan membangkitkan kepercayaan masyarakat bahwa Polri masih berkomitmen me­na­n­gani perkara korupsi.

Setidaknya, kepolisian bisa menjadi sparing partner buat KPK dalam memberantas ko­rupsi,” ucapnya.

Terlebih, Direktur III Tipikor Bareskrim sebelumnya pernah menjadi penyidik di KPK. Mo­dal itu hendaknya tidak malah menyurutkan kinerja atau pre­s­tasi Polri dalam menuntaskan per­kara-perkara korupsi.

Dia tidak ingin, kasus-kasus ko­rupsi yang ditangani kepo­lisian kandas di tengah jalan. Menurutnya, Polri perlu mem­pertegas apa-apa yang sudah di­lakukan dalam menyidik kasus ini. Jika merasa keberatan da­lam mengusut kasus ini, dia me­nyarankan kepolisian be­r­koor­dinasi dengan KPK.

Jangan sampai penanganan kasus ini menciptakan kesan adanya persaingan atau rivalitas antar lembaga penegak hu­kum,” tuturnya.

Jika itu yang terjadi, di­pas­tikan, pihak yang diuntungkan ialah para pelaku korupsi.

Sangat Mungkin Kasus Alkes ini Diambil Alih KPK
Iwan Gunawwan, Sekjen PMHI

Sekretaris Jenderal Per­him­punan Magister Hukum In­donesia (PMHI) Iwan Gu­naw­wan membeberkan, rangkaian upaya penggeledahan, pe­nyi­taan dokumen dan barang bukti lainnya sudah memberian arah bagi penyidik untuk menin­dak­lanjuti perkara.

Jika penyidik punya ko­mit­men besar untuk menyelesaikan perkara,  tidak mungkin pe­ngu­sutan kasus ini dibiarkan se­ma­kin berlarut-larut,” ujarnya.

Dia menambahkan, praktik ko­rupsi senantiasa dilakukan se­cara terorganisir. Dia pun men­desak kepolisian tak ragu-ragu mengungkap aktor lain di atas Pejabat Pembuat Komit­men (PPK) proyek tersebut jika memang terlibat. Korupsi itu kan kejahatan terorganisir. Ti­dak mungkin pelakunya hanya satu orang,” katanya.

Dia menyayangkan kelamba­nan kepolisian dalam me­nye­le­saikan kasus ini. Padahal, jika memiliki keinginan kuat, kepo­lisian berkesempatan untuk menangani kasus korupsi besar yang diduga melibatkan sejum­l­ah orang penting di sini.

Oleh karena itu, pengusutan per­kara ini perlu lebih diin­ten­sifkan. Sebab bila tidak, nanti KPK akan mensupervisi dan mengambil alih penanganan ka­sus tersebut dari kepolisian.

Dia mendesak kepolisian agar lebih cermat dalam menin­daklanjuti kasus ini. Dia bilang, perkara pokok korupsi di sini su­dah menunjukkan arah ada­nya tindak pidana lain, seperti pen­cucian uang.

Upaya menyembunyikan aset dengan nama orang lain itu menjadi sinyal bahwa pelaku cu­kup profesional.”

Artinya, tandas dia, pelaku mempunyai intelektualitas yang baik untuk menyiasati hukum. Jika kepolisian tak kunjung mampu menyeret pelaku-pe­laku lainnya, dia khawatir, Polri  akan mendapat nilai buruk di mata masyarakat. ***

Tidak ada komentar: