VIVAnews - Mantan Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra M Hamzah mengungkapkan alasannya
menjadi kuasa hukum Direktur Operasional Mapna Indonesia, Mohamad
Bahalwan, yang dijadikan tersangka kasus korupsi proyek perusahaan
listrik negara (PLN).
Bahlawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam
perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan Life Time
Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 21 & GT 22 PLTGU Blok 2 Belawan.
Saat ini, Bahalwan sudah ditahan oleh Kejaksaan Agung.
Chandra menuturkan, alasannya menjadi kuasa hukum dalam kasus
korupsi itu karena kode etik sebagai advokat. Dia bersama tim pengacara
lainnya dari AHP Law and Firm sudah menjadi pengacara Mohamad Bahalwan
dan Mapna jauh sebelum terjadinya kasus korupsi itu.
"Kami banyak jadi lawyer perusahaan. Saya sebagai advokat,
menaati kode etik sebagai advokat jangan berhenti menjadi pengacara
pada saat yang tidak menguntungkan," kata Chandra di kawasan SCBD,
Jakarta Selatan, Selasa, 28 Januari 2013.
Chandra menjadi pengacara Bahalwan dan Mapna sejak tahun 2013
setelah tender proyek turbin di Belawan, Sumatera Utara, itu
ditandatangani oleh Mapna Indonesia.
"Kami tidak tahu bahwa akan ini kejadian. Kami hanya tahu bahwa
proses tender benar. Meskipun ada kejadian maka kami lanjutkan," kata
mantan Wakil Ketua KPK itu.
Chandra mengaku tak hanya menjadi pengacara perusahaan itu, tetapi banyak di perusahaan lain juga.
"Saya sejak awal sudah ditunjuk sebagai kuasa hukum Mapna dan Pak
Bahalwan. Jangan sampai lagi senang kita kerja sama. Kalau lagi susah
ditinggal, etikanya di mana kalau seperti itu," tuturnya.
Sebelumnya, dalam kasus korupsi ini, Kejagung menahan juga Manajer
PLN Belawan sektor Labuan Angin, Surya Dharma Sinaga, yang merupakan
salah satu dari lima tersangka. Surya ditahan sejak tanggal 6 Januari
hingga 25 Januari 2014.
Tersangka lain yang sudah ditahan sebelumnya adalah Cris Leo
Manggala pada tanggal 16 Desember 2013, Supra Dekanto pada tanggal 17
Desember 2013, Rodi Cahyawan dan Muhammad Ali yang ditahan bersamaan
pada tanggal 18 Desember 2013.
Proses penyidikan dalam pelaksanaan tender itu terdapat indikasi
tindak pidana korupsi karena tidak sesuai dengan kontrak. Salah satunya
pekerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbine (GT) 2.2 PLTGU Blok 2
Belawan yang tidak dikerjakan.
Selain itu, terdapat kemahalan harga kontrak yang di-addendum
menjadi Rp554 M telah melampaui harga perkiraan sendiri yaitu Rp527 M
dan output mesin yang seharusnya 132 MW ternyata hanya 123 MW.
Adapun kerugian negara untuk sementara diduga sebesar Euro
2.095.395,08 atau sekitar kurang lebih Rp 25.019.331.564 atau Rp25
miliar lebih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar